✾ BPoM : 15 ✾

30 27 0
                                    

- HAPPY READING, MANIEZ -
.
.
.

"Kata dokter kakak kamu itu overdosis obat penenang dan depresi ringan. Untungnya, tetangga cepet bawa dia ke rumah sakit dan diberi perawatan intensif."

"Yang ayah baru tau, kakak ipar kamu, si brengsek Dito selingkuh sejak baby Ethaniel 4 bulan."

"Sampai sekarang, Dito masih belum bisa dihubungi. Kata orang kantornya, dia baru pulang besok dari perjalanan bisnisnya."

Penjelasan Ayah Tama kemarin membuat kemarahan Ghadniel langsung tersulut, nafasnya menderu.

Handphone miliknya ia remat begitu kuat sampai buku jarinya memutih. Beraninya orang itu menyakiti Kak Divya!

Amarah benar-benar berkobar dalam diri Ghadniel, rasanya ia ingin membanting orang sialan itu. Namun tanpa diduga, ia mendapatkan kecupan singkat di pipi kirinya. Siapa lagi jika bukan ulah tunangannya, Vijena.

Jantung Ghadniel serasa mencelos, seperti bara api yang mulai padam dan mendapat angin sejuk.

Ia masih tertegun dengan mata yang mengerjap lucu. Jena-nya tahu tidak sih ia sedang marah?

"Jenaaa," panggil Ghadniel dengan akhiran yang dipanjangkan.

"Iya Nielll." Vijena mengikuti nada bicara Ghadniel.

"Aku lagi marah loh?" ungkapnya sambil melipat tangan di depan dada. Tapi menurut Vijena, raut wajahnya itu begitu menggemaskan.

"Iya sayang, terus kenapa?"

Vijena akhir-akhir ini memang mengikuti Ghadniel yang selalu memanggilnya sayang. Ia hanya ingin menikmati setiap kesempatan yang ada.

"Kenapa kamu kiss kiss aku?" Ghadniel masih merengut. Ia kan sedang marah! MARAH! Dan Vijena harus tau itu.

"Jadi kamu gak mau aku kiss? Ya udah deh kalo gitu, jangan minta kiss lagi ya?"

"That's not what I mean..." lirih lelaki yang menjadi tunangannya itu.

Vijena beringsut mendekati Ghadniel, "Then tell me what you mean, Niel?" tanyanya sembari mengelus-elus kepala Ghadni dengan sayang.

Mata Ghadniel serasa memanas, matanya berkaca-kaca, ia sedang berada di titik terendah hidupnya dan Vijena ada di sini untuknya. Hal yang paling ia butuhkan keberadaannya setelah keluarganya ada bersamanya, miliknya.

"Niel kalo diginiin jadi mau nangis, Jena." Lelaki itu berkata dengan nada lugunya membuat Vijena langsung memeluk Ghadniel dan memberi afeksi kasih sayang.

Ia ingin memberitahu lelaki ini, bahwa ia akan selalu ada bersama Ghadniel suka maupun duka seperti ini. Vijena ingin Ghadniel merasakan kasih sayangnya, cintanya.

"Jen, Kak Divya—" Ghadniel tidak meneruskan kata-katanya, tetapi Vijena bisa merasakan beberapa tetes air mata membasahi pundaknya.

Vijena mengeratkan pelukan mereka berdua, "Niel, everything is gonna be okay. Even if things don't feel okay right now, I promise that everything is gonna be okay."

Ghadniel mendongakkan kepala dan menatap Vijena dengan wajah sedihnya. Vijena tidak tinggal diamenangkup pipi angkup lelaki itu dan tersenyum manis hingga memperlihatkan lesung pipinya.

"I'm here for you. Even if all we do is sit in silence all day, i'll be here, Niel."

Ghadniel balas tersenyum meski setetes air mata kembali jatuh ke pipinya. Vijena mengelus pipi Ghadniel dengan lembut, "Jangan ngerasa sendiri ya? Jena di sini, selalu di sini buat Niel."

Best Part of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang