{Kediaman Hamada}
♡
♡
♡(Y/n) pov.
Rasanya nyaman dan hangat. Tiba-tiba kenangan tentang ibuku yang sudah lama meninggal memutar-mutar dalam pikiranku. Aku hampir menangis dalam dekapan Muichiro Tokito, sang Pilar Kabut.Di belakang Tanjiro dan Obanai menyusul, cukup lama mereka sampai ditempat kami karna berkali-kali tergelincir, dan Tanjiro harus ekstra hati-hati karna sedang menggendong seseorang dan lebih-lebih seorang wanita, kan kasihan kalo tuh cewek jatoh.
Cukup lama sampai aku yang melepas pelukan itu sendiri. Tokito tidak merasa terganggu karna aku cukup lama memeluknya, juga tak marah saat aku melepas pelukannya.
Aku menoleh kearah lain karna wajahku memerah. Satu, karna mau menangis. Dua, karna akal sehatku akhirnya comeback.
"Udah selesai, nih, mesra-mesraannya?" Tanya Obanai sesampainya dia di tempat kami. "Jangan duduk-duduk diatas es napa? Mau lewat, nih. Ngalangin jalan aja"
Wajahku berubah sebal karna omelan Obanai. Aku lalu berdiri dan melanjutkan perjalanan, dibelakang semua menyusul.
Danau ini besar, tak mudah menyebranginya hanya dengan mengandalkan niat. Untungnya sepatuku memang di desain agar bisa melewati es dan aku juga sudah terbiasa berjalan diatas es.
Aku awalnya tak menyangka. Kenapa bisa ada danau di gunung? Rupa-rupanya, setelah Hamada-san-- wanita tadi-- menjelaskan, kami sekarang sudah berada persis di puncak gunung. Dan danau itu terbentuk dari cekungan gunung. Rupanya gunung ini dulu adalah gunung berapi yang sudah pensiun.
Desanya berada cukup jauh dari sisi danau, kami menuruni bukit dulu sejenak. Dan akhirnya tiba di desa itu.
Desa itu sangat dingin.
Aku tak melihat ada orang yang bermain-main diluar. Semua berada di dalam rumahnya yang tertutup rapat.
Aku berpikir bahwa itu wajar saja. Toh, mereka tinggal di puncak gunung yang dingin. Tidak ada yang tertarik keluar karna tak ada yang ingin mati kedinginan. Ada juga kemungkinan banyak serigala di kawasan ini--walau kami tak melihat serigala sepanjang perjalanan.
"Aku berterima kasih pada kalian semua" kata Hamada-san setelah kami menurunkannya didepan rumahnya.
"Sebagai rasa terima kasih, maukah kalian menginap sebentar dirumahku?" Tawarnya ramah.Semua langsung melirik kearahku.
Tanjiro memasang wajah bertanya, apa boleh?
Sementara Muichiro dan Obanai memasang wajah menolak. Kita harus melanjutkan misi, barangkali itulah isi pikiran mereka.
Aku berpikir sejenak, "boleh"
"Kau gila? Kita harus melanjutkan misi!" Bisik Obanai marah.
"Kau ini terlalu terburu-buru. Kita bisa bersantai sejanak. Toh, daritadi kita tak menemukan bahaya sepanjang perjalanan" kataku sebal pada Obanai yang terlalu 'semangat bertugas'. "Atau barangkali kau ingin cepat-cepat menyelesaikan tugas karna mau bertemu dengan Mitsuri sakura mochi?"
Obanai berdeham pelan sambil menolehkan wajahnya kearah lain setelah mendengar kalimat terakhirku.
"Huh, dasar ular bucin" keluhku pelan.
"Mari masuk" Hamada-san tak merasa terusik dengan pertengkaran kecil kami, dia sudah membuka pintunya dan mempersilahkan kami masuk.
Hamada memperlihatkan kamar kami masing-masing. Setelah itu dia pamit hendak membuat makan malam. Aku menawarkan diri membantunya karna takut dia masih terluka, tapi dia bilang bahwa dia baik-baik saja. Jadilah aku ikut menunggu di meja makan.
Aku duduk di sebelah Muichiro. Kami menunggu dengan telaten, dan Hamada sepertinya sedang membuat makan malam yang besar. Untuk sejenak aku merasa bersalah karna takut Hamada menghabiskan semua bahan makanannya hanya untuk kami.
Tiba-tiba Muichiro menyender padaku.
Aku sedikit kaget, "Ada apa denganmu?"
"Aku lelah karna berjalan terus" katanya.
"Kau kan bisa menyender dengan yang lain. Atau rebahan saja di lantai" kataku agak kesal. Tanjiro memerhatikan mereka, penasaran.
Muichiro terdiam sejenak, "Aku merasakan nyaman yang aneh saat kita pelukan tadi. Lagipula aku lebih nyaman denganmu" katanya blak-blakan.
Aku refleks berdiri, Muichiro terjatuh tapi aku tidak peduli.
Apa-apaan dia tadi? Apa dia sadar telah membuat anak orang baper?"
"Duduk, aku mau menyender padamu" perintah Muichiro.
"K-kau ini. K-kenapa memerintahku, hah!" Kataku mencoba ngegas, tapi aku terlanjur salting dan wajahku....Astaga! Sudah seperti tomat merah!
Muichiro menyeringai.
Tanjiro senyum-senyum.
Dan Obanai membuang muka, sebal.
"Makan malam sudah datang!" Untungnya Hamada menyelamatkanku dari situasi memalukan ini. Dia membawa nampan berisi makanan.
"Terima kasih, Hamada-san!" Kataku buru-buru mengambil jatah makanan dan makan dengan cepat. Setelah itu aku masuk ke dalam kamar.
Semua menatap heran, apalagi Hamada yang tak tau apa-apa
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimetsu No Yaiba.(Muichiroxreaders).IF I WERE IN YOUR LIFE .
FanfictionHanya hasil kegabutan author yang tukang halu. ❗Hanya up saat penulisnya lagi gabut, niat, dan punya ide❗(tapi diusahain up minimal sekali seminggu) Jangan lupa kasi vote kalo kalian suka ceritanya ya😉 ~Karakter tetap milik Koyoharu Gotoge, Autho...