~Bab 18~

151 17 2
                                    

{Di kuil buddha itu}


(Y/n) pov.

  "Kita sudah seminggu disiniiii!! Bukannya ini aneh? Aku mau pergi saja!!" Aku berontak, memarahi setan cebol berambut gradasi mint yang menghalangi jalanku.

  Kami ada di teras rumah Hamada-san.

  "Maksudmu, kamu ingin meninggalkan kami?!" Muichiro menjawab dengan nada bicara ditinggikan.

  Aku kaget sebentar, rupanya manusia siluman kulkas itu bisa marah! Dan setan cebol duta shampo lain itu memanfaatkan momen dengan menarikku dalam dekapannya.

  "HEEEEEEH!! Lepasin gaaaakkk!!" Aku meronta.

  "Gamau" Muichiro justru makin erat menahanku.

  "Bukankah kamu yang pertama menyetujui usulan wanita itu?"

  Aku terdiam. Bener juga ...

  "Sudah? Masih mau berontak?" Tanya Muichiro dengan gaya yang sangat menyebalkan menurutku.

  "Setidaknya lepaskan tangan hina-mu dari tubuhku, dasar duta shampo mesum!" Aku berkata dengan cuek, Muichiro lantas melepas dekapannya.

  "Tapi...bukankah ini aneh? Kita sudah seminggu disini tapi kita tak mendapat kemajuan yang berarti ... Aku curiga, jangan-jangan ada yang disembunyikan disini ..." aku bersedekap, dahiku berkerut karna memikirkan kemungkinan yang terjadi. Aku duduk di tepian teras.

  "Kalimatmu tadi ada benarnya" Muichiro rupanya sudah ikutan duduk di sebelahku.

  "Bagaimana kalau kita patroli"  aku kembali bangkit berdiri, kali ini posisiku tegak. Dengan nichirin yang menggantung dipinggang, aku terlihat sangat menawan.

  Aduh, salting. Emang boleh se-menawan itu?

  "Kau saja sendiri, aku bosan patroli terus" Muichiro justru menopang dagu, ogah-ogahan untuk pergi. "Bukankah persis sebelum ini kita sudab patroli? Kau rajin sekali ..."

  "Yeah ... kau ada benarnya" aku kembali duduk.

  Angin dingin berhembus dengan iseng, melewati sela-sela rambut dan leher kami. Dari kejauhan, kelinci gunung melompat-lompat dengan riang bersama pasangannya. Tak ada burung-burung karna tempat ini terlalu dingin, tak ada suara kicauan, tapi lolongan serigala dari kejauhan cukup untuk mengusir rindu.

  Pohon-pohon berdiri dengan tegak, satu-dua masih memiliki daun yang bewarna kecoklatan. Tak ada penduduk yang tertarik keluar rumah, bahkan penjaga toko baru akan keluar jika namanya dipanggil. Satu-satunya orang diluar hanyalah seorang nenek-nenek dengan usia tujuh puluh tujuh tahun. Tinggi tubuhnya hanya sekitar 143 cm. Dia adalah penjaga kuil buddha. Sementara kuil itu tak kalah sepinya dibanding jalan-jalan permukiman.

  Nama nenek itu Kazae Kazamo, dia tak punya cucu karna dia tak pernah menikah. Dia sudah menjadi penjaga kuil buddha sejak setengah abad lamanya.

  Kazae menyapu halaman kuil dengan kalem, tak peduli bahwa orang-orang tak tertarik datang kesana walau halaman kuil sudah dibersihkan. Dia tak pernah tersenyum.

  Usut punya usut, Kazae memiliki seorang adik perempuan. Tapi adiknya hilang ntah kemana.

  Lebih tepatnya, dia yang menghilang.

  Kazae dan adiknya sempat tersesat digunung ini, lalu jalan mereka terpisah. Kazae tidak ingat apa-apa karna waktu itu dia diserang hewan buas dan terkapar pingsan. Saat bangun dia ternyata diselamatkan oleh penjaga kuil terdahulu.

  Kazae memang bukan penduduk asli desa ini.

  Sejak diselamatkan itulah Kazae akhirnya memilih tinggal di desa ini, dia pun menjadi penerus penjaga kuil sampai sekarang.

  Aku sesekali mengunjungi kuil itu untuk berdoa maupun menengok orang tua itu.

  Jangan tanya darimana aku tau kisah Kazae, karna aku mencari informasi tentangnya diam-diam. Itu memang sudah menjadi hobiku sejak dulu. Daripada itu, di kisatsutai tugasku juga adalah mata-mata, pengintai, pencari jejak, informasi, dan lain sebagainya. Kemampuanku untuk menyamar juga tak bisa dipandang sebelah mata. Aku bisa menjadi siapapun yang kulihat.

  "Bukankah kuil itu terlalu sepi?" Aku bertanya ntah pada siapa, menopang dagu sambil menatap Kazae dari kejauhan. Kuil itu ada diujung jalan.

  "Lalu?" Muichiro menanggapi tanpa hati.

  "Bukannya kita tak pernah melihat seorangpun beribadah disana? Kasihan Kazae, dia sudah tua dan sakit-sakitan, tapi dia masih mau mengurus kuil walau tak ada pengunjung. Kemana, sih, orang-orang itu? Mereka gak beribadah atau begimana?" Aku mengomel panjang lebar.

  "Orang-orang disini sepertinya orang kafir" Muichiro menjawab dengan cuek, dia bersandar di tiang penyangga rumah.

  "Dasar, kau tak punya hati"

Kimetsu No Yaiba.(Muichiroxreaders).IF I WERE IN YOUR LIFE .Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang