8. OMELAN KIANA

310 35 1
                                    

Bunyi pintu terbuka menyita perhatian Radeva, ia menoleh dan mendapatkan Prabhu berjalan tertatih-tatih keluar dari kamarnya. Radeva segera beranjak, “PRAAA!” Ia berlari kecil menuju Prabhu. Prabhu menoleh dan tersenyum kepada Radeva.

“Gimana sekolahnya?” Tanya Prabhu yang berhenti di tempat.

Radeva menariknya pelan menuju meja makan, “Duduk, aku panasin makan siangmu dulu” Radeva membuka penutup makanan dan membawanya kembali ke kitchen table. Prabhu hanya berkedip sesekali menoleh ke arah Radeva.

“Rio nitip salam, dia bilang cepat sembuh makanya jangan begadang. Kalau Joye cuman bilang cepat kembali ke sekolah” Ucap Radeva di sela-sela masaknya.

Prabhu terkekeh, “Makasih” Prabhu yang memang membawa handphonenya segera mengirimkan pesan pada Rio, membalas perkataan yang Rio sampaikan tadi.

Radeva datang sambil membawa makanannya, “Selamat makan, Pra” Ucapnya. Ia habis memanaskan sayur sopnya, dan sedikit menggoreng ayam goreng.

“Lo ga makan?” Tanya Prabhu.
Radeva menggeleng, ia duduk di hadapan Prabhu, “Udah tadi di sekolah”.

“Makan aja lagi, banyak ini” Prabhu memberikan piring pada Radeva.

“Yaudah kalau maksa” Radeva terkekeh.

Mereka makan di selingi cerita Radeva, hari pertamanya sekolah beneran capek. Mereka langsung di suguhi pelajaran MTK di mata pelajaran pertama hingga istirahat. Bahkan pulangan sudah mendapatkan PR. Ia juga menceritakan Rio yang datang ke kelasnya untuk menanyakan di mana Prabhu. Prabhu berpikir, mengapa Rio ingin sekali berteman dengannya. Apa ia tak sengaja mengajaknya berteman dulu tapi melupakan Rio. Perasaannya tak pernah mengenal Rio, atau karena Prabhu anak yang mudah bergaul dan mau berteman sama siapa aja, biar reputasi Rio juga di kenal banyak orang.

Prabhu selesai makan, ia berdiri dari duduknya pelan lalu berjalan membawa piringnya untuk di cuci. “Taruh aja Pra, biar Deva yang cuci” Prabhu tertawa dan menggeleng. “Udah lo makan aja” Radeva cemberut. Prabhu kan sedang sakit, ia tak mau Prabhu kembali sakit cuman kelelahan lagi.

Setelah makan dan cuci piring, Radeva membereskan meja makan dan menutup makanan yang tersisa. Prabhu sudah duduk di ruang tamu sambil menyemil brownis yang ia ambil dari dalam kulkas. Radeva duduk di sebelahnya ikut menyemil brownis kesukaanya. Jika diingat-ingat ia sempat melihat brownis semalam di rumahnya.

“Keadaan lo gimana? Sehat?” Tanya Prabhu, ia menatap Prabhu kebingungan.
“Maksudnya? Kan harusnya Deva yang tanya kayak gitu ke Pra, kenapa Pra yang tanyain ke Deva?” Prabhu mengangkat alisnya heran.

“Lah lo lupa???” Radeva menatap Prabhu panik, apa yang ia lupakan.

“Semalam, lo dirasuki sosok hantu jelek banget. Gue ga suka liat mukanya, udah gosong matanya juga udah kek mau copot sebelah, ihh jelek deh pokoknya” Radeva melotot mendengarnya, bulu kuduknya meremang.

“RADEVAA JANGAN BILANG LO BARU SADAR PAS GUE UDAH SEKARAT SEMALAM?”Prabhu menutup mulutnya tak percaya, jadi selama ini Radeva cuman tertidur di suatu tempat tanpa mengejar badannya yang di bawa roh jahat.

BRUGHH

Radeva melemparkan bantal sofa ke muka Prabhu, “Ucapannya ga bisa di kontrol, semalam kamu tuh ga sekarat ya” Prabhu menarik bantal di wajahnya dan cengengesan.

“Tapi emang iya, Deva beneran baru sadar pas di rumah Prabhu terus bangun ngeliat Prabhu muntah darah” Prabhu menggelengkan kepalanya.

“Bilang makasi ke si kakek” Bisiknya.
Radeva berjengit kaget, “SI KAKEK YANG NOLONGIN DEVA??” Tanyanya panik. Ia mengigit bibir bawahnya.

Radeva setakut itu dengan si Kakek, soalnya katanya Prabhu perawakan kayak kiai-kiai gitu, makanya Radeva panggil si kakek. Yah, panggilan si kakek juga di mulai dari Prabhu waktu masih kecil. Si kakek yang selalu nemanin Prabhu selama proses pemulihan dan dirumah sendirian, entah mengajaknya bercerita kehidupan orang-orang zaman dulu, atau sekedar memberikan info siapa-siapa aja yang datang kerumah.

Tapi semenjak ia beranjak remaja, si kakek membiarkan Prabhu bebas. Maksud bebas disini seperti ia tak mau mengekang Prabhu untuk mendengarkannya bercerita, biarlah Prabhu yang mencarinya selama ia bosan. Prabhu bahkan tak jarang mengajaknya bercerita, si kakek suka dengan Radeva. Makanya si kakek sering bercanda dengan Radeva, menurut kakek Radeva adalah anak yang benar-benar hatinya seputih itu, ia baik, dan tulus berteman dengan Prabhu.

Prabhu dan Radeva menghabiskan waktu mereka dengan nonton film bersama hingga malam, Prabhu menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara mobil memasuki halaman rumahnya. Semua tak luput dari pandangan Prabhu, di mulai suara mobil masuk halaman rumahnya lalu suara mobil berhenti, pintu terbuka. Prabhu tersenyum ketika Kiana berdiri di depan pintu, Awalnya Kiana ikut tersenyum membalas senyuman Prabhu hingga akhirnya wajahnya berubah, Kiana melangkahkan kakinya besar dan dihentak-hentakkan menuju arah Prabhu.

Prabhu menatap mamanya bingung, “PRABHU EMANG YA, DI BILANGIN GA MAU DENGAR, MAMA HARUS PAKAI CARA APA BIAR PRABHU NGEDENGAR UCAPAN MAMA, PRABHU PIKIRIN DIRI PRABHU JUGA” Kiana menjewer telinga Prabhu dan berteriak di dekat telinga Prabhu. Prabhu meringis, memegang tangan mamanya.

“IYAA AMPUN, AWW. PRABHU MINTA MAAF, MAAA” Prabhu mencoba melepaskan jeweran mamanya.

Radeva yang sedari tadi asik menonton, tak sadar jika Kiana dan Gibran datang. Ia terkejut ketika Kiana datang menghampiri Prabhu dan menjewer telinganya, segera Radeva mengeluarkan handphonenya dan merekam Prabhu yang sudah berlinang air mata.

“PRABHU SEKARANG BERDIRI DI DEPAN SANA ANGKAT KAKI SATU DAN JEWER TELINGANYA SENDIRI, JANGAN BUNGKUK” Kiana melepaskan jewerannya dan menarik Prabhu dengan pelan lalu membawanya ke samping TV, ia memberikan arahan dan peraga lalu menumpuk buku di atas kepala Prabhu.

“Kalau jatuh, mama tambahin 30 menit” Prabhu memebelalakkan matanya, 15 menit berdiri seperti biasa aja cape apalagi satu kaki di tambah buku di atas kepalanya, ingin rasanya ia bersandar di dinding namun ia tak boleh bungkuk.

Prabhu menghela nafasnya, “Loh, anak papa ngapain jadi patung disini?” Tanya Gibran yang baru masuk dengan sekotak belanjaan. “Kiana… anaknya lagi sakit malah disuruh begini” Ucapnya lalu berlalu masuk sambil ikut sedikit mengoceh kepada Kiana.

“Anak kamu tuh mas, susah banget di bilangin.Mirip banget sama kamu tuh” Kiana duduk di samping Aska.

“Aska sudah makan?” Tanyanya pada Aska, yang masih merekam Prabhu dengan nada lembut.

“Sudah tan, makanannya enak. Terima kasih banyak” Ucapnya lalu mematikan videonya.

“Kamu jadi anak tante aja, Ka. Kamu lucu bangett” Ucap Kiana yang tiba-tiba memeluk Radeva yang semakin bingung.

“MAMAAAA, PRABHU ANAK MAMA SATU-SATUNYA YAA” Teriak Prabhu yang tidak bisa menoleh tapi bisa mendengar suara Kiana.

“ASKA JADI ANAK KITA PA” Usil Kiana.
Gibran hanya menggeleng lelah, istrinya yang suka menjahili putranya dan putranya yang manja pada istrinya. Beruntung ia memiliki keluarga yang harmonis hingga sekarang, apalagi Aska yang menjadi obat rindu istrinya setelah kematian kakak Prabhu. Jika kakak Prabhu berhasil selamat saat melahirkan mungkin seperti ini suasananya sekarang.

BRUKK

“Prabhu, ambil kembali bukunya dan ulangi jadi patung selama 30 menit” Prabhu menghela nafas, mengambil buku-bukunya yang jatuh lalu kembali menaruhnya di kepalanya.

Prabhu tiba-tiba memiliki ide, tapi ia menghilangkan pikirannya dan menerima hukumannya dengan hati ikhlas. Walaupun perutnya sakit, ia tetap berdiri hingga bunyi alaram dari hp Kiana berbunyi. Prabhu menjatuhkan bukunya dan limbung ke lantai, “KAKI PRAA KERAMM” Teriaknya, ia tidak bisa merasakan kakinya. Kiana tertawa, “Mau kayak gitu lagi?” Prabhu menggeleng, air matanya sudah mengucur sedikit demi sedikit.

Gibran yang sudah sedari tadi bergabung di ruang tamu menoleh ke Prabhu, Ia mengacungkan jempolnya ke arah Prabhu, begitupun juga Aska. Prabhu berdiri dan duduk di samping mamanya lalu memeluknya, “Anak mama ini sudah besar kan? Sudah mendengar apa kata mama, jangan di ulangi lagi ya” Prabhu mengangguk.

HIS LOST SOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang