22. EPILOGUE

342 30 8
                                    

“MAMAAAA, PRABHU TELATT!!” Teriak Prabhu yang baru saja keluar dari kamarnya dan bergegas menuju meja makan.

“Kamu ituloh di bangunin ga bangun” Ucap Kiana yang dengan cepat menaruh piring di hadapan putranya tak lupa menarik pelan telinga Prabhu dan membuat ringisan kecil.

Prabhu mengusap telinganya pelan, lalu segera mengambil nasi goreng dan beberapa lauk yang sudah tersaji dihadapannya. “Makannya pelan nanti kesedak, Pra” Ucap Gibran yang baru saja muncul dari ruang keluarga sambil membawa koran harian.

Entah sejak kapan Gibran jadi tertarik dengan koran, ia jadi lebih tau apa yang terjadi di kota melalui koran ini. Bahkan ia akan menunggu anak yang mengantarkan koran tiap pagi, terkadang memberikan sedikit sedekah karena sudah jauh-jauh untuk membagikan koran yang tentu sudah tak jarang di baca oleh beberapa orang.

Prabhu terkekeh disela-sela makannya dan membuat ia tersedak, dengan segera Prabhu mengambilkan air minum dan mengelus punggung putranya, “Barusan aja Papa bilang, Pra. Udah enakan?” Prabhu mengangguk. Gibran lekas ke kursinya dan menaruh korannya di sampingnya.

“Papa ga baca?” Tanya Prabhu.
Gibran menaikkan alisnya lalu melirik koran disamping kirinya, “Udah Papa baca diluar” Prabhu hanya beroh ria dan segera menghabiskan makanannya dan meneguk air minum setelah makanannya habis. “Prabhu berangkat!” Tak lupa Prabhu menyalimi tangan kedua orang tuanya. “Obatnya jangan lupa diminum!” Kiana mengelus punggung putranya, dan diangguki Prabhu.

Prabhu segera meninggalkan rumah dan berlari pelan menuju garasi rumahnya, mengeluarkan motornya dan memakai helmnya. Ia menaiki motornya tak lupa menyalakannya, sambil menunggu mesin motornya panas ia mengambil hpnya untuk melihat jam yang menunjukkan pukul 06.45. Padahal Prabhu memakai jam tangan, tapi ia memilih untuk melihat di hpnya. Kembali ia taruh hpnya pada saku celananya. Ia menyampirkan tasnya di pundak, kemudian melaju meninggalkan rumahnya menuju sekolah.

Dengan kecepatan yang bisa dibilang diatas maksimal, ia hanya mengejar waktu. Ia bahkan sudah siap bertemu dengan Pak Ari, yang menantinya untuk memangkas rambutnya. Ia rela memotong rambutnya demi awal kelas 12 yang damai, walaupun masih bisa dibilang hampir sama dengan rambut biasanya hanya saja ia memotong sedikit ujung-ujungnya agar tak mengenai telinga, kerah leher, dan juga mata. Sesuai peraturan bukan?.

Prabhu tiba tepat bel berbunyi, segera ia melepas helm dan jaketnya dan bergegas menuju kelasnya untuk menaruh tasnya. “Pra, mau kemana?” Tanya Rio yang juga baru sampai.

“Ke kelas anjir, lo ga dengar bel” Prabhu berdiam di tempatnya menunggu Rio.
“Kelas kita kan udah bukan disana anjir. Di blok C, udah kelas dua belas kita” Prabhu menepul jidatnya, ia lupa padahal ia sudah membaca grup semalam.

Akhirnya Rio dan Prabhu bersamaan menuju ke kelas, lalu Prabhu meninggalkan Rio begitu saja setelah ia menaruh tasnya pada bangku yang masih kosong. “Semangat banget tuh anak” Ucap Rio yang berjalan pelan di belakang Prabhu.

Upacara pertama di awal kelas 12 dengan cuaca yang sangat terik, beruntungnya kelas Prabhu berada di barisan sebelah kiri pembina upacara dimana sebelah kiri masih terdapat beberapa pohon besar sehingga barisan kelas 12 IPA 1 hingga IPA 3 masih terbilang adem akibat cahaya matahari terhalang oleh pohon besar.

Prabhu yang berbaris di barisan belakang, tepat didepan Rio merasakan hembusan angin yang membuatnya merinding. Ia menoleh ke belakang dan mendapatkan Rio hanya menatap lurus kedepan dan melirik kearah Prabhu ketika Prabhu menoleh, “Kenapa?” Tanya Rio. Prabhu menggeleng dan kembali menghadap depan.

Ia terdiam di tempatnya, sedikit terkejut  ketika tak sengaja saling bertatapan dengan sosok di depannya membuat dadanya bekerja duakali lebih cepat dari biasanya. Ia meraba dadanya sedikit meremasnya untuk menetralkan degupannya. “Rio, tukaran dulu” Prabhu menoleh kepada Rio. Tanpa persetujuan Rio, Prabhu menarik Rio maju. “Lo kenapa?” Prabhu menggeleng, “Engga, kaget doang sama kumbang lewat” Ucapnya.

HIS LOST SOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang