16. Larangan

243 28 5
                                    

Alarm terus berbunyi mengisi kesunyian kamar yang sangat gelap. Prabhu menaikkan selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya dan menutup kedua telinganya dengan bantal dan kembali tidur. Hingga beberapa kali alarm memperingatinya untuk bangun, akhirnya ia terbangun dan mematikan alarmnya. Ia menguap lebar dan menggaruk rambutnya yang acak-acakan dan berusaha membuka matanya yang masih berat.

Prabhu membuka selimutnya dan segera beranjak dari tempat tidurnya, ia meraba-raba kasurnya di kegelapan dan memperbaiki tatanan selimutnya. Ia menyeret kakinya menuju saklar lampu, seketika ia menyipitkan matanya ketika cahaya lampu langsung menyorot terang. Ia kembali menyeret kakinya menuju handuk yang terjemur di kursi meja belajarnya lalu menuju ke kamar mandi.

Setelah mandi, dengan rambut yang masih basah ia keluar dari kamar mandi menggunakan bathrobe. Ia menyeka rambutnya yang basah dengan handuk, dan duduk di atas kasur. Sudah lama ia tak sekolah, dua minggu. Bahkan ia bolak-balik rumah sakit untuk kontrol, Radeva juga setiap sore di weekdays dan di weekend pagi bakalan ngajak dia jogging. Hingga akhirnya dokter Raymond mengiyakan Prabhu yang memohon untuk pergi kesekolah.

Sebenarnya ia sudah tidak apa-apa hanya saja mamanya yang menyuruhnya untuk istirahat yang cukup agar staminanya kembali pas ia kesekolah. Seperti Prabhu sekarang, ia membereskan bukunya untuk di masukkan ke dalam tas sekolahnya. Ia mengerjakan aktivitas biasa sebelum pagi tiba, seperti olahraga sedikit dan tak lupa beribadah. Setelahnya ia lekas memakai seragamnya yang sudah rapi tergantung depan lemarinya, ia bahkan sudah memotong rambutnya sedikit agar terlihat rapi walaupun masih terlihat panjang di matanya.

Ia menyampirkan tasnya di pundak lalu mengambil kaos kaki di dalam laci dan segera keluar dari kamarnya. “PAGI, MAA...PAA” Sapa Prabhu dengan riang pada kedua orang tuanya yang sedang menyiapkan sarapan pagi.

Prabhu menaruh tasnya di ruang tamu dan menyimpan kaos kakinya di bawah meja, lalu segera kembali ke dapur untuk sarapan. Menu hari ini super simpel, karena Kiana tidak memiliki waktu banyak, ia harus segera berangkat sebelum pukul 7 karena ada meeting dadakan. Walaupun Kiana dan Gibran bekerja hingga larut malam, namun ia masih memiliki waktu untuk Prabhu. Prabhu juga tidak mempermasalahkan pekerjaan orang tuanya yang membuat mereka extra kerja, Prabhu bahkan tidak tau pekerjaan mereka.

“Prabhu hari ini pulang jam berapa?” Tanya Kiana memulai percakapan di sela sarapan.

“Ga sampai sore kayaknya, Ma. Kalau di jadwal sampai jam tiga” Kiana mengangguk.

“Papa anter?” Tanya Prabhu pada Gibran.
“Engga, Prabhu kemarin mau bawa motor sendiri kan?” Tanya Gibran memastikan.

Prabhu mengangguk senang, akhirnya ia diperbolehkan membawa motornya setelah sekian lama. Mungkin motornya di garasi sudah berdebu dan kotor. Tak apa, yang penting masih bisa nyala.

“Prabhu sudah selesai, Prabhu berangkat!” Prabhu meneguk habis air mineralnya dan beranjak dari kursi.

“Jangan lupa minum vitaminnya dulu, itu kotak obatnya di bawa. Udah mama buatin catatan” Prabhu mengangguk, lalu menyalimi dan mencium kedua pipi orang tuanya yang masih menyantap sarapannya.

Prabhu bergegas meminum vitaminnya yang ada diruang tamu lalu memakai kaos kaki dan menyampirkan tasnya di pundak. Ia hari ini memakai jaket hitam biasa, dengan masker hitam. Ia berjongkok di teras rumahnya memakai sepatunya dengan apik lalu bergegas mengeluarkan motornya dari garasi.

---

“PRAA!” Sapa Lui yang terkejut melihat bangku sebelahnya terisi.
Prabhu tersenyum di balik maskernya, ia baru saja tiba dikelasnya dan duduk dikursinya. Ia membuka jaketnya lalu ia lipat dan di taruh di atas meja begitupun maskernya yang ia buka lalu memasukkannya pada saku bajunya.

HIS LOST SOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang