6. Bertengkar

317 40 6
                                    

“Lo balik sama siapa?” Tanya Prabhu pada Radeva yang berhasil mengejar Radeva yang sedang berjalan menunduk menuju gerbang. Ia menepis tangan Prabhu yang memegang pundaknya.

“Ga usah kepo” Radeva mempercepat langkah kakinya meninggalkan Prabhu.

Prabhu melihat tangannya yang baru saja di tepis, tak sakit. Namun, kenapa pikirannya mengatakan ada hal yang ga beres. Ia menggeleng, “Dia lagi capek jadi Radeva yang biasanya” Ucap Prabhu lalu memperbaiki tasnya dan segera keluar gerbang.

Prabhu melambai ketika mobil jemputannya tiba, Gibran turun dari mobil dan membantu putranya membukakan pintu bahkan mengendong tasnya. Sebelum masuk, Prabhu menoleh ke kanan dan kiri mencari Radeva. “Pa, liat Deva ga?” Papanya menaikkan alisnya lalu ikut menelisik, ketemu.

“Itu disana” Gibran menunjuk pohon pas di samping gerbang sekolah.

“Ga diajak pulang bareng, Pra?” Prabhu menatap Radeva yang bersandar pada pohon dan kedua headset terpasang di kedua telinganya.

“Prabhu minta tolong ke papa, ajak Radeva pulang. Tadi Prabhu tanya, cuman ga di jawab” Papanya mengangguk.

Prabhu masuk ke dalam mobil, Papanya menaruh tas Prabhu dulu di bagasi belakang. Lalu mendekat ke arah Radeva, Radeva yang merasa ada orang di depannya membuka mata. “Nak Aska, pulang bareng sama Om Gib, ayo” Ucap Gibran dengan nada yang biasa ia lontarkan pada Radeva.

Radeva menggeleng, “Ga om, Aska udah nelpon mama. Katanya bentar lagi sampai” Om Gibran menggulum senyumnya, lalu mengangguk. “Ya udah, Om sama Prabhu duluan, hati-hati dijalan ya, Aska” Gibran mengelus surai Radeva lalu kembali menuju mobilnya. Radeva berdecih, lalu kembali memejamkan matanya.

“Gimana, Pa?” Tanya Prabhu ketika Papanya kembali dan masuk ke dalam mobil.

“Mamanya udah otw katanya” Ia tersenyum ke putranya.

Prabhu menghela nafas, “Yaudah ayo balik, Pa. Prabhu mau tidur, capek”.

Selama perjalanan pulang, Prabhu tidur. Gibran sesekali menoleh dan mengelus surai putranya. Lirikan matanya tak sengaja ke arah lengan putranya, “Akhirnya dia pakai gelangnya” Ucapnya. Mobil melambat ketika mereka terjebak macet, weekend memang jadi hal bikin lalu lintas macet karena ada yang pulang dari berlibur atau baru pergi berlibur.

Setidaknya Gibran merasa lega, anaknya masih bisa tidur dengan nyenyak di tengah keramaian ini. Sorot matanya memekik, ia menemukan kemerahan pada leher anaknya, merah keunguan seperti lebam namun agak samar dan tak terlalu keliatan.

“Semoga mamamu ga liat, Pra” Ucapnya lalu sedikit mengelus lebam pada leher Pra.

Hampir 30 menit mereka terjebak di kemacetan, akhirnya Gibran bisa bernafas lega ketika keluar dari keramaian. Mereka sampai di rumah di sambut dengan Kiana yang berdiri di depan teras, “Pra, udah sampai. Tidur lagi aja di dalam” Ucap Gibran membangunkan Prabhu lembut.

Prabhu membuka matanya lalu berkedip memfokuskan pandangannya, ia merenganggkan badanya dan turun dari mobil. Gibran sudah turun selepas ia membangunkan Prabhu, ia membuka bagasi dan mengambil tas anaknya lalu membukakan pintu untuk Prabhu. Prabhu menguap tak henti, “Assalamu’alaikum, Ma” Prabhu menyalim mamanya dan memeluknya. “Anak mama satu ini bikin khawatir banget, gimana sama kemahnya?” Tanya Kiana excited mendengarkan cerita dari anaknya.

“Ma, maaf. Prabhu ngantuk, boleh Prabhu ke kamar?” Kiana langsung terdiam lalu mengangguk, ia mengelus punggung putranya. “Mandi dulu, Pra” Prabhu mengangguk lalu segera masuk kerumah. Gibran memeluk istrinya, memberikan kecupan hangat pada pucuk kepala istrinya dan memeluknya.

“Dia kecapean, kayaknya habis bertengkar sama Radeva” Ucap Papanya, berspekulasi sendiri.

Kiana mendongak dan menatap suaminya, “Radeva ga mungkin bertengkar sama Prabhu, Gib” Ucap Kiana, Gibran melepaskan pelukannya. “Loh beneran aku tuh” Kiana memukul dada suaminya.

“Yang bener atuh mas” Kiana berlalu masuk, “Aku buatin kopi, diminum ya” Ucapnya sebelum benar-benar hilang di balik pintu masuk.

Prabhu melepaskan pakaiannya dan membiarkan shower membasahi tubuhnya dari atas hingga bawah, ia melamun di bawah guyuran showernya. Pikirannya kembali ke Radeva yang datang dengan sikap yang berbeda, lirikannya tak sengaja melihat lengannya. Ia masih menggunakan gelang setelah kejadian semalam, ia menghela nafasnya gusar. Segera ia selesaikan mandinya, lalu segera tidur. Matanya sudah sungguh berat dan sudah memberontak untuk menutup.

Prabhu memakai kaos putih dan celana pendek hitam, rambutnya yang masih basah ia gosok dengan handuk hingga setengah kering, ia mengantung handuknya pada kursi belajarnya lalu membaringkan badanya pada kasurnya.

“Kasur, gue rindu bangett” Ia meloncat ke kasur, masuk kedalam selimutnya menaikkan selimutnya hingga tersisa kepalanya, segera ia memeluk guling dan memejamkan matanya.

TOK TOK

Kiana berdiri di depan pintu rumah Riri, pintu akhirnya terbuka dan menampakkan Radeva dengan wajah datarnya. Kiana menatap Radeva aneh, “Mama lagi keluar” Ucap Radeva singkat. Kiana tersadar, ia memberikan sekotak kue pada Radeva.

“Tante habis bikin brownis, karena kebanyakan tante bagiin ke mama kamu, kalau Aska mau makan boleh, tapi diam-diam nanti mama kamu marah karena kamu makan coklat kebanyakan” Radeva menerima kotak brownis, “Makasih, Tante” Ucapnya.

Kiana yang bingung segera pamit pada Radeva, lalu segera keluar dari rumah Radeva. “Apa mungkin memang mereka bertengkar ya?” Pikir Kiana.

TINN

Mobil berhenti di samping Kiana, “Kak ki, habis dari rumah?” Kiana tersenyum lalu mengangguk.

“Kamu habis darimana? Aku bawain brownis, udah di terima sama Aska” Ucap Kiana.

“Oh ya, makasih banyak kak. Aku habis dari butik, biasa panggilan klien mendadak” Riri tertawa, Kiana tersenyum membalas ucapan Riri.

“Aku pulang dulu ya, Ri. Brownisnya di makan, nanti dilahap habis sama Aska tuh” Riri mengangguk lalu menjalankan mobilnya setelah mereka saling pamit.

Hari sudah sore, Prabhu terjaga dari tidurnya. Ia merenggangkan badannya, lalu kembali menarik selimutnya sampai leher. Tidurnya sangat lelap tadi, ia meraba-raba nakas sampingnya mengambil hp miliknya.

Prabhu berdecih, “Rio sialan” Batin Prabhu. Pasalnya, Rio membuat grup untuk dia dan Radeva dengan nama grup “Semoga baikan”, ia baru saja ingin keluar. Pesan dari Radeva membuatnya berpikir berkali-kali.

“Beneran ada yang ga beres” Ucapnya lalu terduduk di kasurnya.

“Akh..” Prabhu meringis, kepalanya tiba-tiba pusing dan pandangannya menghitam.

Ia memegang dahinya, “Tubuh sialan, gue tau lo lagi lemah. Tapi bentaran dulu” Ucapnya, ia segera membuka nakasnya dan meminum obar paracetamol. Kondisi tubuhnya yang memang sakit sebelum kemah malah jadi makin sakit hari ini, apalagi ia tak tidur. Prabhu terdiam ketika mendengar keramaian dari luar.

Ia turun dari kasur, dan berjalan jinjit kearah pintu. “Suara Deva” Ketika ia menempelkan telinganya pada pintu. Papa dan Mamanya tertawa dan diselingi tawa dari tante Riri, bisa ia denger juga suara Radeva yang berbicara di sela-sela mereka tertawa.

Apa yang terjadi? Kalau aku keluar apa masih seperti ini suasannya. Prabhu yakin jika tubuh Radeva yang sekarang bukan jiwa asli dari Radeva. Ia membuka pintu dan berlagak seperti orang yang habis bangun tidur.

“Selamat pagi, Ma” Ucap Prabhu sambil mengucek matanya. Dari ruang tamu masih terlihat area lorong menuju kamar, sehingga Prabhu yang baru saja keluar dari kamar dapat terlihat jelas.

“Yaallah, Prabhu. Udah mau malam gini kamu kira masih pagi ?” Kiana tertawa, ia bangkit dan berjalan menuju Prabhu.

“Tuh ada Aska, temani sana. Papa, Mama sama tante Riri mau kerumah Oma. Tante Riri nitip Aska karena takut kemalaman pulangnya, Prabhu tahu sendiri kan Aska ga bisa sendirian kalau malam” Prabhu mengangguk, ia mengikuti langkah pelan mamanya menuju ruang tamu.

Tatapan Deva benar-benar beda, bahkan ia tak menyapa Prabhu seperti biasanya. “Yaudah, kami berangkat takut kena macet” Prabhu mengangguk, ia yang nyawanya masih belum terkumpul hanya menatap mereka semua heran. Kenapa tante Riri ikut kerumah Oma yang merupakan keluarga papanya, tante Riri adalah sepupu jauh dari keluarga Ibunya. Kenapa baru kali ini tante Riri ikut pertemuan keluarga yang dulu ia tidak sukai. Kenapa? Kenapa?

Prabhu teringat pada Radeva, ia berbalik dan menatap Radeva yang tak bergeming dari tempat duduknya. “Lo?” Radeva mengangkat satu alisnya menatap Prabhu.

“LO BUKAN RADEVA BRENGSEK!” Prabhu menarik baju Radeva lalu layangan tinjuannya  ia tahan. Ia tak bisa memukul Radeva.

“Sialan” Gumamnya, lalu melepas jeratan tangannya pada baju Radeva.

Radeva tertawa bak kesetanan, “Kenapa lo ga bisa lawan gue? Aku kan Deva” Ia kembali tertawa lepas mengejek Prabhu. Prabhu dalam diam membuka gelang yang ia pakai, tubuh Prabhu tiba-tiba limbung, badan Radeva terangkat dengan sendirinya.

“Main lo jelek!” Teriak jiwa aneh pada tubuh Radeva.

Tubuh Radeva terjatuh, sekarang jiwa Prabhu berhadapan jiwa aneh yang masuk pada tubuh Radeva. “JANGAN SENTUH RADEVA, BAJINGAN!” Prabhu memukul membabi buta sosok didepannya, ia lupa forsir pada tubuhnya. Hingga saat ia lengah, pukulan dari sosok itu terkena perutnya.

Prabhu memanggil yang biasa Radeva sebut si kakek untuk membantunya mengusir roh jahat ini, Prabhu mengatur nafasnya setelah pukulan tadi kena telak di bagian ulu hatinya. Tentu energi mereka lebih besar dari jiwa manusia yang masih hidup, karena mereka bertengkar di dunia roh.

“Nak, Prabhu kembalilah ke badanmu” Prabhu menggeleng sambil menahan rasa sakit di perutnya.

“Biar Radeva kakek yang cari, sekarang kembalilah” Prabhu di bantu si kakek kembali ke tubuhnya.

Prabhu membuka matanya, ia terduduk dan memuntahkan darah dari mulutnya. Nafasnya tersenggal ketika melihat darah, ia sebenarnya tak takut darah namun dengan darah yang keluar dari tubuhnya dengan sebanyak ini tentu membuatnya syok dan pemikirannya kembali di saat ia kecelakaan. Badannya bergetar.

“PRABHU!” Teriak Radeva, yang sudah kembali di badannya.

Prabhu tersenyum sebelum kegelapan kembali merenggut pandangannya. Jika di tanya, kenapa bisa Radeva lolos masuk kerumah Prabhu, jawabannya Prabhu juga tidak tau. Mungkin karena ia masuk ketubuh Radeva jadi.

HIS LOST SOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang