"Bagaimana mungkin aku membiarkan tubuhku disentuh oleh dua pria? Bukankah itu gila?"
"Eoh. Kau sangat gila." sahut Jisung. "Percayalah, itu hanya tahap awalnya saja. Lama-lama kau pasti akan terbiasa."
"Tidak akan! Aku masih memiliki sedikit hati...
Jeno terdiam. Ia teringat waktu kencan pertama mereka. Keanehannya waktu itu kini terjawab sudah. Dari jam tangan yang memang milik Haechan, juga panggilan telpon tiba-tiba saat itu. Jia tampak sangat menurut padanya.
Haechan berdecih, "buat apa aku mengenalkan pada kalian?"
"Mungkin saja bisa berjodoh dengan salah satu dari kita," Jaemin mengangkat alisnya naik turun, menggoda.
Haechan reflek melempar bantal pada temannya yang dibalas tawa olehnya.
"Tidak akan!"
Jeno menatap temannya. "Kau tidak berhak mengaturnya."
"Dia selalu menurut padaku."
"Woah, ini gila." Chenle mendekat pada Jisung dan berbisik pelan. "Jeno hyung sudah lama tertarik pada gadis itu,"
"Jinjjayo?" Jisung reflek berseru membuat hyung-hyungnya mengalihkan atensinya.
"Ada apa?" tanya Renjun.
"A-aniyo," Jisung menggeleng dengan senyum ringisan.
"Jeno sudah lama tertarik padanya." si mulut ember Jaemin mengatakannya dengan wajah tanpa rasa bersalah.
Sontak saja hyung-hyungnya berseru heboh, kecuali Haechan yang hanya diam saja.
"Woah, woah," Mark dan Renjun menutup mulutnya. Pantas saja aura Jeno sejak tadi sangat berbeda.
Chenle jadi menyesal mengatakannya saat ada Jaemin di dekatnya. Benar-benar hyung satunya itu terlalu blak-blakkan.
Haechan mengulum lidahnya di dalam mulutnya ketika menatap temannya. "Ya, apa kau serius? Aku sangat ketat terhadapnya."