01 || Kehidupan

187 20 13
                                    

"Tidak, Raj. Jangan tinggalkan aku, bertahanlah, Raj. Aku mohon.."

"Raj..

"Raj.. Aku mohon,"

"Meera?"

"Meera bangun. Hey, lihatlah aku di sini.." genggaman tangan yang dingin. Wajah penuh peluh yang mengalir, racauan yang tak ada hentinya dari Meera di pagi hari ini.

"Meera.."

"Mimpi itu datang lagi?"

"Humm" anggukan, dan deheman menjadi jawaban pada Meera yang masih mengatur nafas. Tubuh yang masih berbalut selimut, rengkuhan tangan Raj pada dagunya membuatnya lebih nyaman.

"Merasa lebih baik? Tunggu, aku akan mengambil minum untukmu."

"Jangan pergi, temani aku di sini."

"Mimpi itu terus datang, aku takut, Raj.."

"Jangan terlalu di pikirkan, biasanya apa yang dipikirkan itu tidak akan terjadi. Sesuatu yang ada dunia ini tidak bisa ditebak. Kita sebagai penghuninya, hanya bisa melakukan yang terbaik setiap harinya. Dan kamu tidak perlu khawatir. Pasti ingat janji yang aku katakan, kan? Aku akan selalu di sini denganmu, Meera."

Hidup berjalan dengan sempurna. Mereka bertemu, saling suka, hingga terikat pada pernikahan suci, mengantarkan mereka pada kehidupan yang bahagia. Saling mencintai, saling mengerti, hingga tak ada lagi yang lebih indah selain mengukir cinta mereka pada kehidupan semu ini.

Raj, si friendly yang mudah sekali dekat dengan siapapun, di hadapkan pada Meera yang tak tersentuh, sulit bergaul dengan semua orang, tak banyak bicara, dan pemarah.

Salah, itu salah. Penilaian dari sikap Meera yang seperti itu adalah penilaian orang-orang yang tak mengenal aslinya. Cukup lama mengenal, Raj sadar sulitnya mendekati, mengetahui sifat asli seorang Meera yang berbanding terbalik pada kenyataannya. Hingga semua terpecahkan oleh takdir yang menyatukan mereka, sampai-sampai Raj akhirnya mengetahui bagaimana aslinya. Meera—istrinya yang sangat lembut, sangat memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya, penyabar, tak pernah marah sekalipun ada permasalahan dalam rumah tangga mereka. Raj justru sudah tidak mengenal sikap Meera yang terdahulu.

Tidak, pemikiran itu juga sedikit salah. Meera sering kali marah jika menyangkut apapun yang akan membahayakan suaminya. Tapi,

Ucapkah Raj bersyukur? Dia yang hidupnya berantakan karna tak menemukan apa itu arti kepercayaan, tak percaya siapapun sekalipun berteman dengan banyak orang, hingga mendapatkan Meera yang membuatnya percaya pada kehidupan yang sebenarnya. Raj mempercayai Meera lebih dari dirinya. Meera mengubah pandangan apapun dalam diri Raj yang salah.

"Aku baru saja memanaskan samosa untuk sarapan kali ini. Semoga masih enak. Aku tidak bisa masak, karna semua bahan-bahan sudah habis. Raj, siang nanti temani aku ke supermarket, bisa?"

"Pasti bisa. Jika tidak bisa, maka aku akan membuatnya bisa."

"Kenapa kata-kata mu jadi berlebihan seperti itu sih? Kau tau? Ini bukan Raj yang aku kenal." Pandangan mencurigakan. Meera menatap suaminya lengkap dengan bibir yang ia rucutkan.

"Aku sedang belajar jadi suami yang romantis. Sesuai keinginanmu."

"Hey! Kamu sudah romantis. Jangan ada yang diubah." Meera tertawa kecil. Memukul sedikit perut Raj dengan telapaknya. Raj melebarksn mulut dengan tawanya, merasa lucu akan reaksi istrinya.

"Baiklah, ayo kita makan."

•••••

"Aku mau buah ini untuk membuat jus yang kamu suka, Raj. Tolong ambilkan, ya?" Tak menjawab, Raj justru diam tak bereskpresi, tapi seperti ada yang tersembunyi. Tatapannya tak fokus, keringat juga mulai mengucuri pelipisnya.

About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang