15 || Pulih

135 23 4
                                    

"Bagaimana ini.."

"Mengapa tiba-tiba seperti ini,"

"Aku, aku tidak mengerti mengapa seperti ini,"

"Dokter Salman bilang, Raj sudah baik-baik saja, tapi mengapa ini terjadi."

Ke kanan, dan kiri. Meera melangkah tak henti-henti. Air matanya sudah mengalir tak bisa dibendung lagi. Melihat pertama kalinya Raj koleps perasaannya seperti tertusuk belati. Raj kehabisan nafas di depan matanya, Raj tak bisa mendapat oksigen bebas sepertinya.

"Bagaimana ini..!" pekiknya dengan isakan kecil yang tak bisa disembunyikan lagi.

"Hey, hey. Tenangkan dirimu, Meera. Raj pasti akan baik-baik saja." Meera menggeleng. Pernyataan menenangkan dari Kareena itu tidak mampu menghapus perasaan khawatirnya.

"Dokter Salman aku mohon," ujarnya memukul pelan pembatas penghalang di depan. Meera bisa melihat bagaimana di dalam, paramedis mengelilingi Raj-nya yang tak tau bagaimana keadaannya.

"Tidak mungkin!"

"Tidak,

Tidak!"

"Tidak, Raj!"

"Meera, maaf." Meera menggeleng dengan isakan yang terus keluar sebagai tanda tak terima atas apa yang baru dia dengar. Kata-kata itu menjatuhkan harapannya, menghancurkan hidupnya seketika.

"Hey, hubby, hey, Raj.. Baby? Dengar aku, tolong, kumohon. Hey?! Bertahan sekali lagi untuk aku, aku mohon. Raj!" Memeluk tubuh tanpa nyawa, dengan pejaman sempurna. Memukul letak organ yang sudah memisahkannya.

"Raj!"

"Astaga.." Meera mengusap wajahnya ketika sudah mendapat kesadaran sempurna. Kepalanya menoleh, dengan sedikit terkejut, melihat Raj yang tengah menatapnya.

"Mimpi buruk lagi.."

"Come here."

"Bagaimana jika itu benar-benar terjadi?"

Berlindung, Meera berlindung pada pelukan Raj yang hangat, memenuhi ranjang pesakitan yang membuat mereka terlalu dekat.
"Sudah? Tenangkan dirimu, okey?"

"Boleh untuk tetap dalam posisi ini? Mimpi itu masih dalam bayanganku," kata Meera, yang sudah masuk ke dalam pelukan, meletakkan kepalanya di depan dada.

"Ya, dan seharusnya tidak perlu meminta izin."

Meera tersenyum kecil. Semenjak kejadian di mana ada pertengkaran, dan permintaan perceraian, Meera sebisa mungkin mengendalikan omongan. Pernikahan mereka tidak boleh merenggang, tidak boleh berpisah karna berbeda pendapat.

"Sudah lebih dari seminggu di sini," kata Raj. Sebenarnya itu upaya untuk mengalihkan bayangan mimpi istrinya.

"Dokter Salman bilang keadaanmu sudah lebih baik, dan aku pun melihat kemajuannya. Luka di kepalamu juga sudah mengering, kan? Mungkin besok?" ujarnya mengatakan perpsepsi. Dia paham atas apa yang dirasakan Raj. Merasa bosan, merasa pergerakannya dalam pantauan, merasa ingin kabur tak ingin kembali ke ruangan ini.

"Aku akan memasak makanan kesukaanmu saat sudah diperbolehkan pulang," lanjut Meera.

"Dan aku akan menemanimu memasak, setuju?" Meera mengangguk.Tangannya bermain-main di bagian dada Raj yang tertutupi kaos biru.

"Temani aku ke supermarket juga."

"Kalau tidak, nanti kita hanya akan menemukan potongan daging ayam lagi, kan?" Raj dengan tawa kecilnya, sembari mengeratkan pelukan mereka, hingga tak ada lagi jarak memisahkannya.

About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang