14 || Perpisahan?

115 11 0
                                    


"Pergilah.."

"Aku benar-benar mengkhawatirkanmu, aku, aku mengkhawatirkanmu, Raj."

"Pergilah."

"Aku mengkhawatirkan mu!"

"Aku bilang, pergi!" Tak terima atas suruhan yang menggema telinga, Meera tetap pada pendiriannya memeluk suaminya yang baru saja bangun dari tidur singkatnya.

Setelah hampir melihat Raj berada diambang kematian, Kini, Meera melihat Raj yang kembali membuka mata, walau tidak menerima kehadirannya.

"Meera apa kau tuli?!" Kata Raj. Kata yang begitu kasar, namun Raj mengatakan agar Meera melepaskannya.

"Menyuruhku pergi padahal kau butuh seseorang untuk menemani?!" kata Meera melepas pelukannya. Menatap Raj dengan mata merahnya. Tatapannya begitu sulit diartikan. Marah, dan takut kehilangan.

"Aku tidak butuh siapapun."

"Sombong sekali kau, Raj. Itu yang menjadi penyebab kau menyembunyikannya, kan?--

---Merasa bisa sendiri, mengobati sendiri, bertahan sendiri. Kau memang bodoh."

"Apa maksudmu?" Meera menatap dengan mata yang penuh luka. 'Apa maksudnya?'

"Kau yang mengatakan kebenarannya padaku. Setelah itu menghilang, dan aku temukan dalam keadaan seperti ini. Bagaimana kau bisa hidup sendiri?!

---Sadarlah penyakitmu berbahaya. Tidak bisa disembuhkan, tidak ada yang bisa! Itu akan terus menyiksamu, bahkan bisa saja mengambil nyawamu.  Kau butuh orang lain, maka dari itu aku harus mendampingi mu. Aku ha--

Raj mengerutkan dahinya, menatap Meera penuh intimidasi atas perkataan yang didengarnya. "Kalau tau jika itu tidak bisa disembuhkan seharusnya kau pergi meninggalkanku, bukan malah terus ada dalam pandangank," ungkapnya ketus.

"Aku tidak mau terus membuatmu ada di sini karna simpatimu. Pergilah, cari seseorang yang bisa membahagiakanmu, bukan menjadi beban. Kau tidak perlu merasa kasihan, aku bisa sendiri. Sebelum bersama mu aku sendirian, itu sudah menjadi hidupku. Jangan bersamaku."

Meera melebarkan matanya mendengar itu. Setiap perkataan mengalun menghantarkan luka pada hatinya. "Aku mencintaimu!" Pekiknya. Dengan isakan kemarahan, dengan wajah merahnya, Meera mendekat memukul tubuh Raj.

"Bagaimana bisa kau bilang aku seperti ini karna kasihan?! Bagaimana kau bisa mengatakan ini semua?! Apakah kau berfikir setelah aku mengetahui, aku akan pergi?! Tidak, tidak mungkin.

---Aku istrimu Raj, tidak mungkin," dengan isakan yang mengudara, Meera terus memaki Raj karna telah menyinggungnya.

"Hey, aku akan mati. Dengarkan!"

"Aku akan pergi,"

"Menghilang dari sisi mu. Jangan mengharapkan apapun atas penyakitku. Kau yang bilang bahwa ini tidak akan sembuh, kan? Maka dari itu tinggalkan aku, dan cari kebahagiaanmu. Bersamaku, kau hanya membuang waktu. Pergilah, aku mohon, jangan membuat aku merasa bersalah seperti ini."

"Tidak.." lirih Meera dengan gelengan. Emosinya meningkat mendengar penuturan Raj barusan.

"Tidak mungkin itu terjadi.." lanjutnya.

Rahangnya mengeras menahan emosi. Menatap Raj dengan tatapan tajamnya sebagai penolakan dari keinginan Raj yang masih ingin dirinya pergi. "Kau menikahiku hampir satu tahun yang lalu.. Lalu, sekarang kau ingin melepasku?!"

"Kau yang membuatku jatuh cinta. Tapi kau juga yang membuat aku terluka."

"Bagaimana aku akan pergi?"

About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang