10 || Sebuah Keraguan

97 26 5
                                        

Raj bangun, ketika ponselnya berbunyi. Dia lantas melihat, itu adalah alarm yang ia atur setelah permainan mereka berakhir tadi. Pukul lima sore. Raj menoleh, melihat istrinya yang masih berada di dalam pelukannya. Tangan wanita itu melingkar di pinggangnya. Lantas Raj mencium kening itu, merapihkan rambut Meera yang berantakan.

Setelah membersihkan dirinya, Raj keluar kamar. Dengan piyama biru tua, sandal rumah yang kini di pakainya. Kini, Raj berniat untuk membuat makanan. Dia lapar, dan Raj yakin Meera akan merasakan itu juga ketika bangun dari rasa penatnya.

Raj menghela nafas. Ia hanya menemukan kantung plastik berisi mie itali yang belum tersentuh sama sekali. Dia lupa! Selama Meera pergi, ia hanya memakan makanan luar yang asal. Prinsip Raj saat ini: Yang penting kenyang!

Lantas Raj mengutak-atik pikirannya. Raj awam dengan dapur. Kemudian idenya muncul. Ia tau ini nekat, tapi Raj harus mencobanya. Jika membeli makanan dari luar lagi, sudah dipastikan dia akan mendapat amukan dari sang istri, dan berkata. "Makanan cepat saji tidak sehat, Raj. Berapa kali aku sudah bilang?!" Sudah cukup, rasanya membayangkan pekikan suara itu saja sudah sangat mengganggu telinganya.

"Tapi kadang itu membuatnya menjadi lucu," kata Raj dengan tawa kecilnya.

"Carbonara!" Tidak lain tidak bukan. Sejujurnya Raj bosan dengan makanan seperti ini. Tapi, mau bagaimana lagi?

Dengan kelihaian tangannya, Raj menyiapkan semuanya. Mengumpulkan alat dan bahan, memotong yang diperlukan, merebus, mencampurkan semua bahan. Hingga terkadang Raj dibuat prustasi karna ini semua yang tak kunjung selesai. "Kalau tau begini lebih baik aku memesan makanan online!" Gerutu nya kesal.

Tapi, detik, dan menit kemudian. Yang padahal diiringi dengan keluh-kesah mulutnya, semua ini jadi. Dua piring berisi Carbonara yang tidak tau rasanya seperti apa. "Setidaknya masih bisa dinikmati," ujat Raj. Dia berharap ini tidak terlalu buruk.

Damn!

Raj memiringkan kepalanya guna menekan telinganya yang berdengung karna pekikan tiba-tiba, padahal dirinya baru saja ingin melahap, mencicipi makanan hasil kerja kerasnya. "Raj!" Dengan terkejutnya Raj menoleh, menangkap Meera yang berlari kecil ke arahnya. Wanita itu masih berantakan, dengan dress selutut yang dikenakan. "Hey, hey, hey. Apa yang kau lakukan di sini?!"

"Aku pikir kau ke mana. Jantung ku hampir lepas ketika tidak melihatmu ada di sampingku." Raj mendengus.

"Memangnya aku anak kecil, yang kabur dari ibunya ketika disuruh tidur siang." Gerutu Raj. Tangannya kembali ingin menyuap Carbonara yang sudah ada di garpunya.

"Yaampun apa ini?! Jangan. Tidak boleh Raj, kau baru pulih."

Tidak jadi lagi! Raj menghela nafas kasar. Meneguk salivanya melihat Meera menyingkirkan masakannya dari sisinya. "Oh aku tau. Kau meninggalkan aku di kamar karna lapar?"

"Kau memasak ini? Baik terima kasih," kata Meera yang padahal belum ada jawaban apapun dari suaminya.

"Aku punya dua piring untuk aku habiskan. Yes! Ini pasti enak." Meera menyuap masakan itu, mengabaikan tatapan melas dari suaminya.

"Hhumm. Lumayan enak," kata Meera memuji. Semakin membuat Raj menelan air liurnya karna rasa laparnya.

"Lalu aku?" Lirih Raj dengan nada yang ia dramatiskan.

"Kau? Akan kubuatkan bubur. Tidak boleh yang ini." Raj membola. Dia akan protes, namun tatapan Meera yang tak menerima bantahan menyapanya.

"Terserah." Sungut Raj kesal. Lelaki ini pergi menjauh, namun belum beberapa langkah lengannya ditarik untuk mendekat.

"Aku tau apa yang kau rasakan, Raj. Izinkan aku untuk membatasi pola makan mu, ya? Untuk kebaikan mu juga. Aku tidak ingin ini terulang lagi."

Dengan tangan yang melingkar di pinggang suaminya, Meera memeluk. Dia hanya ingin yang tebaik!

About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang