16 || Terpuruk

119 10 0
                                    

Dalam lamunan yang lama. Lamunan yang menghanyutkannya pada kehidupan menyakitkan kedepannya. Mengabaikan cemoohan orang-orang yang mengacaukan pikirannya.

Berpenghuni tapi sepi. Semua berkecamuk pada dumiamya sendiri. Dengan ego pribadi yang tidak ingin dicampuri. Apalagi Meera. Ego nya benar-benar tidak mau dibantah sama sekali, di tengah desakkan dua orang keluarganya yang memaksa sedaritadi.

"Mee---

"Aku bilang tidak!" jawabnya tak ada bantah.

"Kau harus menerima jika nanti aku bawakan laki-laki untuk dijodohkan," kata Resha tak mau ada yang membantah. Tatapannya terus tertuju pada Raj Memandang tak suka Raj yang tengah diam dalam lamunan yang dalam.

Menengadahkan kepala dari tundukan. Meera membuyarkan wajah tangisnya pada Raj yang kini ada dalam tatapannya. Meera menggeleng. "Tolong beritahu mereka, aku tidak mau."

"Tenangkan dirimu, sayang.." Isakan terdengar kala tubuh Meera ada dalam dekapan. Isakan kecil terdengar begitu menyakitkan ditelinga Raj sebagai pendengar.

Menarik baju Raj dengan kedua tangannya, sembari menatap Raj dengan kepala yang sedikit menengadah. "Sudah aku bilang, kedatangan mereka pasti selalu menyebalkan. Mereka terlalu mengatur kehidupanku, Raj.. Aku membenci mereka, aku benar-benar ingin mereka pergi dari rumah kita.." Raj menghela nafas. Sebenarnya emosinya sudah memuncak. Tak ada yang boleh menyakiti istrinya, namun bagaimanapun, rasanya Raj pun masih ingin menghormati Arun, dan Resha.

"Ayo, ayo tenangkan diri di kamar. Aku bersamamu."

"Benar-benar tidak sopan." Mengabaikan. Raj memilih pergi merangkul istrinya menuju kamar. Keadaan Meera lebih dari segalanya daripada harus terus bertahan di sana.

•••••

Dengan kepribadian yang berbeda, karna adanya luka. Terpuruk dari kehidupan yang menyakitinya, terpuruk dari orang-orang yang membuat luka pada hatinya.

Meera layaknya orang yang berbeda. Diam. Dia sedikit lebih diam. Kesehatannya pun menurun karna mentalnya yang terpukul. Meera terlalu sakit atas tindakan keluarganya hingga menimbulkannya gejala.

Meera benar-benar tidak suka hidupnya jadi bahan pembicaraan, dan pengaturan keluarganya. Ini hidupnya, dia tau apa yang harus dilakukan, apa yang menjadi pertimbangannya ke depan.

Ditengah terpuruknya, Meera bersyukur ada Raj di sampingnya yang selalu berusaha menghibur. Perlakuan manis suaminya tak ayal membuat Meera tersenyum, melupakan sejenak kata-kata menyakitkan yang selalu terngiang.

"Makanlah dulu.." Tak mendapat jawaban membuat Raj menghela nafas panjang. Meera belum me-makan apapun. Dia terlalu sibuk pada dunianya yang tengah terpuruk.

Sejak mengetahui kondisi menurun Meera saat bangun dari tidurnya, Raj tak menjauh sedikitpum kecuali saat membuatkan sarapan untuk istrinya. Raj benar-benar baru melihat Meera dengan keadaan yang seperti ini. Sangat berbeda dari biasanya.

"Ayo, agar kau bisa minum obat, dan dengan begitu demamnya akan turun."

Meera menggeleng sebagai jawaban. Dia malah mengeratkan pelukan dari duduk mereka. "Di mana mereka?" tanyanya.

"Tadi aku melihat mereka sedang duduk di sofa. Tidak perlu khawatir. Mereka tidak mungkin masuk ke sini, karna pintunya sudah aku kunci."

"Raj.." panggil Meera membuat Raj mengangguk, menatap Meera yang tengah ada dalam sandarannya, mengusap pipi itu, hingga merapihkan rambut Meera ke belakang telinga.

"Jangan pikirkan omongan mereka. Aku mendengarnya saja sudah sakit hati, bagaimana dirimu?" Raj tersenyum, mencondongkan dirinya, dan mencium kening Meera.

About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang