Raj POV
__________"Aku tidak tau apa yang ada dipikiranmu, Raj. Aku benar-benar tak mengerti apa maumu." Aku menghela nafas, menatap Meera yang pergi dari hadapanku saat ini.
Andai Meera tau jika akhir-akhir ini tubuhku juga tidak bisa diajak kompromi. Aku selalu kesakitan di beberapa bagian. Kepala, dada, bahkan terkadang semua tubuhku terasa lemah sekali. Hingga, beberapa hari lalu sempat melewati masa buruk, tentang aku yang jatuh sakit.
Aku sudah lebih baik, tidak... aku memaksakan tubuhku untuk merasa lebih baik. Tentang semalam adalah tentang aku yang pulang dalam keadaan mengenaskan. Meera khawatir, aku tau. Tapi, hari sudah berganti, semuanya bisa aku tangani sendiri, tanpa dia harus berlebihan seperti itu.
Kaki jenjangku melangkah keluar tanpa pamitan, setelah Meera meninggalkanku ke kamar. Aku mengendarai mobilku menuju perusahaan. Di sepanjang jalan, semua pemikiran sangat mengganggu konsentrasi ku. Aku mencoba tetap fokus, mencairkan suasana dengan lagu Gerua yang aku putar.
Aku menginjak rem mobil secara mendadak, ketika merasakan sesuatu yang menjadi pengganggu belakangan ini. Tanganku meremat bagian dadaku yang teramat sakit.
"Ssshhhh!" nyatanya, yang bisa keluar dari mulutku adalah ringisan.
Mencoba berfikir, aku berfikir bagaimana cara untuk keluar dari situasi ini. Nafas ku tercekat, rasanya oksigen tidak ada yang mau mendekat padaku. Batinku menyebut nama Meera berkali-kali. Aku butuh kekuatannya!
"Kau bisa, Raj!" Terdengar penyemangat masuk dalam penginderaanku. Itu ilusi, tidak nyata. Kami tengah bertengkar, dan Meera tak mengetahui keadaanku yang seperti ini. "Kau bisa, Raj!"
Aku mengangguk sambil terus meremat bagian dadaku. Dengan satu tangan yang bebas, tangan yang gemetar aku memegang stir pengemudi. Kini kuputuskan untuk melajukan mobil dengan risiko yang tinggi.
Hingga saat ini. Di sepanjang jalan, rasa sakit itu tak hilang, dan terus bertambah.
Aku terus berusaha berfikir jernih agar merasa lebih pulih. Mobil ku kendalikan untuk menuju rumah sakit dekat sini, yang belum lama ini aku kunjungi. Sungguh, akupun sebenarnya cukup penasaran dengan apa yang terjadi. Sudah, aku sudah memeriksa, dan kebetulan hari ini adalah hasil dari semuanya. Aku cukup takut jika kenyataan yang aku hadapi adalah yang buruk. Ini hal yang parah? Atau ternyata penyakit berbahaya itu benar ada padaku? Itu semua misteri yang ingin ku ungkapkan hari ini.
•••••
Aku membuka mata, perlahan demi perlahan. Yang awalnya buram, kini sudah jauh lebih terang. Aku mengedarkan pandangan, menatap sekeliling. Ini memang rumah sakit. Seingatku, aku memang sudah di sini.
"Bisa mendengar suara saya?"
"Ya. Ini pukul berapa?" Tanyaku. Aku cukup bingung tentang ini.
"Sekarang jam sembilan."
"Anda masih lemah, tolong tetap berbaring. Saturasi anda masih dibawah normal. Anda harus tetap memakai nasal kanul ini."
"Thanks,"
"Di mana dokter Salman?" Lanjut ku dengan pertanyaan. Aku ingin menanyakan tentang hasil itu.
"Aku di sini, Raj."
_______________Hidup yang tak aku inginkan, hidup yang tak pernah ku bayangkan. Bergelut dengan kenyataan bahwa terdapat masalah pada tubuhku, sakit yang aku tak tahu apakah ada cara penyembuhan atau bahkan tubuhku akan kalah dengan pesakitan. Bahkan ku rasa raga ini tak akan sanggup untuk bangkit dari semua ini. Sanggup untuk melanjutkan hidup yang teramat pelik, masalah yang teramat rumit.
"Kalau kau malah terpuruk dengan penyakit ini, itu akan membuat tubuhmu semakin menurun. Tekankan pada pikiranmu bahwa kau bisa melewati ini. Jalani pengobatan dengan baik, maka gejala yang timbul akan terus menurun."
"Apakah menurutmu ada seseorang yang baru didiagnosa lalu tetap mempunyai pikiran yang sehat? Kau yang tau bagaimana penyakit ini, bagaimana ini banyak merenggut pasienmu, kan pasti?" Dokter Salman mengangguk, dia tau pasti, dan mengerti.
"Kau pasti bisa, aku yakin."
Lututku rasanya sudah lemas, aku tak tau bagaimana cara untuk memberitaunya setelah mengetahui fakta yang kemungkinan dia tak terima. Penyakit ini akan merenggutku, penyakit ini mungkin akan membuatnya tak lagi mencintaiku.
"Coronary artery disease."
Segala pemikiran begitu bercabang hingga tak ada yang positif yang membuatku semangat untuk menjalani pengobatan. Bagaimana nantinya, bagaimana aku bisa bertahan dari sakit ini setiap harinya.
"Hey, Raj!" Aku tak menanggapi apapun, ketika baru saja aku memasuki tempat di mana selalu menjadi pelarianku ketika sedang penat. Sebenarnya, sudah lama sekali aku tak ke sini.
"Ada angin apa, hingga membuatmu ke sini wahai si gila wanita?" Aku menatapnya. Si gila katanya. Tertawa kecil, karna itu faktanya. Semenjak menikah dengannya aku tak lagi mencicipi segala hal yang ada di sini.
"Kau sedang patah hati, Raj? Atau wanita itu sudah meninggalkanmu? Raj, Raj, sudah ku,—"
"Kau berisik sekali Abhay. Sudah, berikan aku satu gelas minuman." Ujarku. Aku tak tau penampilanku seperti apa saat ini, hingga beberapa orang melihatiku aneh sekali.
"Dua gelas untukmu anggaplah karna sudah lama tak ke sini. Gratis, silahkan dinikmati. Oh ya, kau tidak mau cerita, ada apa denganmu?" Aku terkekeh, mulai meneguk minuman yang sudah setahun belakangan ini tak ku sentuh sama sekali. Sedikit mengingatkanku pada masa kelam sebelum bertemu cahaya yang terang, dan kini aku kembali mencicipinya lagi sebagai bukti bahwa masa kelam itu akan kembali. Benar begitu, bukan?
Lagi, dan lagi. Aku merasa semua menyerbuku, penyakit itu melemahkanku. Aku meremat dadaku. Kesadaranku seperti sudah tak sepenuhnya, tapi aku memaksakannya. Meminta tolong pada temanku untuk menyupiriku ke tempat di mana adanya pesta.
Aku menerima banyak pesan yang dia kirim, notif telepon yang tak kupedulikan membuatnya semakin memberiku pesan.
Banyaknya orang di sini tak bisa menghiburku, yang padahal aku biasa menikmati pesta dengan segala keseruannya. Aku tak kuasa mencarinya, aku tak tau posisinya di mana, rasanya aku juga tak berani menemuinya. Aku masih tetap menerima pesannya, dan ketika aku menjawabnya, dia meneriakku dengan suara tangisannya. Aku sakit hati, tapi aku lebih sakit jika dia mengetahui ini.
Ketika aku melihatnya, melihat reaksi ketika dia melihatku tak berdaya aku bersumpah atas janjiku pada alam semesta. Aku tidak akan memberitahu penyakit ini padanya.
•••••
TBCKasian Papi ak, maafin ya, Pi, tapi ak suka;v

KAMU SEDANG MEMBACA
About Time
RomanceDia benar-benar obat yang menyembuhkan segala sakit yang aku alami pada kehidupan ini. Meera penyembuh penyakit yang ada padaku.. "Meera, jika ini yang terakhir, aku hanya ingin bilang tolong jangan lupakan aku.." "Aku tidak akan melupakanmu, karna...