12 || Merenggang

130 24 0
                                    

---Hey!" Badannya seperti terbakar, terbakar dengan kemarahan, juga kecemburuan. Berharap dapat menenangkan pasangan yang mungkin tengah mengkhawatirkan, justru Raj mendapatkan yang tidak di harapkan.

Di depannya adalah pemandangan dua orang lawan jenis yang mendekat tak ada jarak. Melihat wajah si pria yang tengah mendekat, dan si wanita yang tengah menatap.

"Apa yang kalian lakukan?!"

Raj membabi buta, Dia memukul lawannya mengabaikan panggilan orang terkasihnya. Raj tak perduli. Ini tentang harga diri, dan kesetiaan yang hampir direnggut semisal dia terlambat sedikit saja.

"Raj!"

"Raj, Stop!"

"Raj dengarkan aku, stop!"

"Hey, dengarkan, aku mohon dengarkan aku dulu.." Raj menghindar, menarik dirinya yang tadi sudah dipeluk seseorang.

"Diam!" Perintah Raj. Tangannya berada di depan mulut ketika Meera masih tak mau diam meminta didengarkan.

"Kecurigaan ku memang tidak salah, kan?" Meera menggeleng. Kaki nya melangkah mendekat tapi ditahan oleh Raj.

"Aku mohon dengarkan aku.." ujarnya penuh permohonan. Air matanya sudah turun melihat wajah dingin Raj yang hampir tidak pernah dia lihat.

Raj masih menatap. Matanya memerah karna amarah, hatinya juga sudah terbakar sempurna. Lalu tiba-tiba sesuatu menyerangnya, membuatnya memegangi dada sebelah kirinya. Lagi-lagi berulah di tempat yang salah.

"Raj, ini tidak seperti yang kau lihat." Raj menatap Aamiir, ketika masih mendapat denyutan menyiksa yang membuatnya ingin berteriak.

Raj menggeleng. "Aku tidak perlu penjelasan apapun. Bagi ku, apa yang kulihat sudah menjadi kebenaran yang aku percaya."

"Jadi, jangan buang tenaga kalian untuk menjelaskan. Lanjutkan, silahkan dilanjutkan,--

--Manusia yang bermoral tau tindakan ini benar atau bukan." Raj melangkah, masih dengan tangan di dada, dia ingin masuk ke kamar, namun tangannya justru dicekal.

"Tidak. Aku belum mengatakan apapun. Dengarkan aku, dengarkan aku." Tatapan Meera padam, namun bola matanya memancar ketegasan, meski ada bulir air mata yang keluar.

"Dia barusan menolongku. Ini salah paham, percayalah. Aku sakit, karna memikirkanmu, kau pergi tanpa pamit kepadaku, Raj. Aku mencarimu! Lalu Aamiir yang, padahal, dirinya tengah sakit memaksa untuk menjaga ku di sini. Tadi it--

"Kau tuli ketika aku tadi berkata tidak butuh penjelasan?" Meera perlahan menutup mulutnya. Perkataan dingin itu benar-benar menusuk dadanya.

"Aku tidak butuh penjelasan dari perselingkuhan yang di buat kalian. Mengerti?! Bagiku ini semua sudah menjawab kegelisahan ku selama ini. Kau benar-benar berubah, dan aku sudah tidak percaya padamu, Meera." Kembali menatap. Meera menajamkan matanya menusuk ke dalam pancaran lawan bicaranya.

Dia tersinggung atas ini. Tangannya menarik sedikit baju suaminya, memperkuat amarahnya dalam cengkramannya. "Yang kau maskud berubah itu kau atau diriku?! Kau yang berubah! Di sini, kehadiran Aamiir hanya ingin menemaniku, membantuku yang sakit. Sementara dirimu? Di mana keberadaan nya saja tidak jelas,"

"Kenapa? Kau tidak terima aku mengatakan ini, kan? Justru di saat aku membutuhkan mu, kau tidak ada, kan? Kau yang berubah, kau yang berubah, Raj!" Raj terkekeh, menggelengkan kepalanya ketika mendengar kata-kata istrinya.

"Kau mau tau? Kau mau tau mengapa, dan di mana aku?" Dia melepaskan tangan Meera yang ada pada dadanya. Kemudian mengambil jarak dengan istrinya.

Tangannya terampil, membuka dua kancing bajunya. Mata nya masih menyorot pada mata Meera yang semakin liar sinarnya. Sama-sama dikuasi amarah!

About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang