Aroma khas percintaan menguar pekat di dalam sebuah kamar sederhana. Seorang laki-laki masih tertidur pulas dengan selimut usang yang membungkus tubuh telanjangnya. Dia mulai terusik karena matahari yang terik di luar sana sudah membuat suhu ruangan meningkat. Apalagi tubuhnya yang di selimuti. Dirinya seperti terbakar sehingga matanya yang sebenarnya berat mulai terbuka dengan sipit.
Pertama, dia merasa bingung. Mengedarkan matanya mengelilingi tempat sempit ini. Segera terduduk karena merasakan tubuhnya hanya tertutup selimut sahaja tanpa pakaian yang membungkus tubuhnya.
"Di mana aku?" Monolognya. Meraba sekitar, memungut pakaiannya yang tercecer di lantai.
Dia memakai dengan cepat, mencari pintu keluar. Ternyata dia masih di lingkungan bar sehingga ia langsung mendekati mobil Ferarri putih yang terparkir. Seketika pergi melaju pulang ke kediamannya.
Sesampainya di rumah lebih tepatnya di kamar. Ia terkejut melihat puluhan panggilan dari seorang yang sangat ia cintai.
📞 Gulf ❤
Satu nama yang ia simpan dengan lambang hati.
Bible meremas rambutnya. Ia mencoba mengingat-ingat, apa yang terjadi dan ke mana ia semalam.
Sedangkan di sisi lain.
Gulfie baru saja memasuki ruang VVIP room yang sengaja ia reservasi untuk ia gunakan dengan Mew. Mereka akan membahas pekerjaan di sini.
Gulfie lebih dulu tiba.
Mew datang tak lama setelah itu. Ia masuk dan sedikit terkejut.
"Mengapa mengadakan pertemuan di sini, Nona?" tanyanya sambil menyeringitkan alis. Melihat Gulfie duduk dengan anggun, kaki menyilang, bahkan pakaiannya sedikit terbuka.
"Jangan terlalu formal, Mew. Panggil saja aku—Gulfie," ucap Gulfie dengan suara lembut, bangkit lalu berjalan mendekat. "Apa kau lupa, kita sudah sangat dekat, bahkan kita sudah berciuman panas beberapa kali," bisik Gulfie, menghembuskan nafasnya.
Mew sedikit meremang, lagi dan lagi aroma stroberi menusuk hidungnya. Melihat ke samping di mana Gulfie berbisik sambil tersenyum nakal.
"Apa yang sedang kau lakukan, Nona? Ciuman itu murni tanpa di sengaja."
"Owh ya? Apa yang ini bisa kau sebut juga tidak disengaja?" Tiba-tiba Gulfie mendorong wajahnya. Mencuri satu ciuman.
'Liat, Mew. Bahkan kau mematung hanya dengan sentuhan bibir itu?' decis Gulfie di dalam hati. Ia tak peduli dengan sentuhan bibir siput ini.
Senyum nakal Gulfie menyadarkan Mew. Memundurkan tubuh.
"Apa yang kau lakukan, Nona?" kaget Mew.
Gulfie abai. Memilih duduk.
"Maaf, Tuan. Bisakah kita membahas pekerjaan sekarang?" ucap Gulfie, seperti tak terjadi apa-apa. "Ayo duduk," ucapnya lagi.
Mew yang masih dikuasai rasa terkejut memilih duduk. Gulfie mulai membahas pekerjaan. Benar-benar pekerjaan sehingga 2 jam berlalu dengan singkat. Sedangkan Mew sejak tadi sudah tak berkonsentrasi lagi. Dia masih belum bisa melupakan ciuman Gulfie yang tiba-tiba tadi.
"Sepertinya kita sudah membahas semuanya. Baiklah, aku harus pergi, Tuan." Gulfie bangkit dengan anggun sekali lagi, hendak meninggalkan Mew.
"Tunggu." Mew meraih pergelangan tangan Gulfie.
"Ada apa, Tuan? Aku sangat buru-buru. Putraku sudah menunggu di sekolah," ucap Gulfie setengah berbisik. Karena jarak mereka cukup dekat meskipun tak berhadapan.
Mew sedikit gelagapan, pasalnya sekali lagi aroma stroberi menusuk hidungnya.
"O-a, itu ...., apa kau mau ke sekolah putramu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Killed
RandomSebuah keluarga pebisnis elite dengan julukan keluarga Loni, memiliki penerus Pin kekuasaan generasi ke-18 yang bernama Mewtasit Jonghefluk. Kekuasaan yang menjadi ketamakan tersebut menjadikan seseorang yang seharusnya mendapat pelukan hangat malah...