Bab 25

301 62 8
                                    

Wanita tua dengan gaun biru gelap terlihat kesal dan marah. Dia merasa begitu dipermalukan tadi oleh Nona menantu Tartapathu. Bahkan wanita yang sangat angkuh menurutnya sama sekali tak menghormatinya.

"Nyonya, sebaiknya kita harus membujuk Tuan Mew untuk setuju menjalin pertemuan dengan Nona Tartapathu." Antonio berusaha meyakinkan Mem Anhi, namun tatapan nyalang yang ia dapatkan.

"Nyonya, kita tidak memiliki waktu lagi. Keluarga Tartapathu sangat berpengaruh. Kita sudah terlanjur berjabatan tangan dengan mereka. Jika kita tiba-tiba mengundurkan diri, ini sangatlah tidak baik."

"Apa kau lupa keluarga kita yang terkuat, hah!"

"Bukan seperti itu, Nyonya. Ini cuma soal tanah dan kebetulan Nona Tartapathu hanya ingin berbicara pada Ketua Loni. Sama sekali tidak ada yang salah. Mereka orang-orang teliti. Mungkin saja Nona Tartapathu hanya menginginkan penguasa yang diakui saja."

"Kau mencoba mengingatkan aku jika aku bukan pemimpin keluarga ini, hah! Apa kau lupa, di balik pin kekuasaan Mew itu sepenuhnya milikku!"

"Bukan seperti itu, Nyonya. Percayalah, kita hanya perlu membujuk Tuan Mew agar mau bertemu dengan Nona Tartapathu."

***

"Apa kau sudah gila, Cyia!".

Mew meninggikan suaranya saat Lacyia meminta Mew untuk menyerahkan tanah orang tua Kana pada keluarga Tartapathu.

"Mew. Ini kesempatan bagus. Untuk kali pertama keluarga penguasa mengakui keberadaan ketua Loni. Apa kau tidak mengerti?"

"Aku tidak haus dengan kekuasaan ini. Aku tidak akan menyerahkan tanah itu, Lacyia!" Mew sekali berteriak. Padahal Lacyia berbicara lemah-lembut padanya.

Lacyia menghela nafasnya atas bentakan Mew tadi.

"Kenapa, Mew? Apa karena kau masih mencintai Kana?" Lacyia menatap sedih dan kecewa.

"Lacyia, aku ..."

"Aku tau. Kau sangat mencintai Kana. Bahkan kau tak peduli denganku. Tidak, bahkan kau juga tak peduli dengan putra kandungmu. Kau membiarkan dia menjadi lemah sebelum menjadi penguasa dengan menolak permintaan keluarga Tartapathu. Pawat sepertinya akan bernasib sama denganmu. Mem Anhi tidak akan membiarkannya bebas."

"Apa yang kau katakan, Cyia?"

"Mew. Apa kau tidak tau? Mem Anhi sedang membawa Pawat kita."

"Apa!" Mew terkejut. "Ke mana? Dan kenapa?"

***
Mew bergegas memasuki kamar Mem Anhi. Namun wanita itu tidak berada di sana.

Seseorang mengatakan jika Mem Anhi sedang berada di ruang anggrek birunya yang langka. Mew bergegas.

Saat dia masuk, Mew mendapati Pawat sedang tertidur di pangkuannya. Mem Anhi menoleh ketika putranya berjalan cepat ke arahnya. Kemudian dengan segera akan mengambil Pawat. Namun langkahnya tiba-tiba dicegat.

"Apa yang kalian lakukan!" teriak Mew. Dia sedang dipegangi pengawal. "Lepaskan!" Ucapan Mew selanjutnya, namun lima pengawal itu masih menahannya.

"Apa kau menentang ketua Loni!" teriak Mew lagi membuat Mem Anhi tertawa pelan.

"Ketua Loni? Kau tidak pantas menyandangnya lagi, Mew," ucap Mem Anhi sembari mengusap kepala Pawat yang sedang damai dalam tidurnya.

"Apa yang kau katakan!" Mew masih berusaha membebaskan dirinya.

"Kau membuat keluarga Loni dalam ancaman karena menolak memberikan tanah itu. Sebaiknya kau turun saja dengan posisimu. Cucuku seperti sudah mampu mengemban beban itu. Kau sama sekali tak berkompeten."

KilledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang