8

510 123 5
                                    

“Ayo ke salon.”

Danu memang agak lain. Biasanya jarang ada cowok bersedia menemani pacarnya ke salon. Namun, yang satu ini barangkali tersusun dari bahan-bahan ajaib. Sesuatu yang hanya bisa ditemukan di taman pelangi maupun bukit bintang. Tidak ada satu manusia pun sanggup menyentuh cahaya dan pijar kehangatan yang Danu miliki. Bahkan mantan-manusia-mantan-hantu sepertiku pun tidak kebal dari daya pikat yang dia miliki.

“Setelah itu kamu boleh coba makanan apa pun,” dia menawarkan. “Jangan lewatkan kesempatan menikmati berbagai makanan enak. Kamu, kan, nggak tahu kemungkinan esok. Bisa saja kamu kembali jadi dirimu yang kamu inginkan. Benar, ‘kan?”

“Oke!” sahutku terlalu bersemangat. Maksudku, aku bersemangat menyambut makanan. Kalimat motivasi emas yang Danu tuturkan masuk telinga kiri tembus ke telinga kanan.

“Bagus,” ucapnya sembari memberiku senyum semanis madu.

Bahaya. Setelah mencicipi panekuk sakti yang kemungkinan dijampi-jampi mantra rahasia, tampaknya aku mulai menyukai beberapa hal yang berhubungan dengan manusia. Contoh, makanan.

Maka, jadilah. Aku diantar Danu naik mobil menuju salah satu pusat perbelanjaan. Dia menyuruhku masuk ke salon. Apa dia tidak sadar berapa kali cewek cantik curi pandang ke arahnya? Aku bahkan takut mereka, para cewek, akan melabeliku sebagai ancaman. Dilihat dari mana pun keberadaanku jauh dari kata “mengancam”. Aku ini jinak. Sangat lembut dan tidak suka konflik.

“Ayo yang semangat,” ujar Danu yang semakin membuatku mempertanyakan keputusan pergi ke salon.

Aku duduk, patuh, dan sibuk mengamati pantulanku di cermin.

“...”

Astaga. Wajahku banyak berubah. Kupikir akan mirip tante-tante tua. Tapi, tidak. Ternyata wajahku segar dan ... beginikah dampak listrik terhadap kecantikan? Apa aku perlu menyarankan terapi setrum kepada para wanita agar bisa kembali jelita?

Jangan sembarangan! Mereka bisa langsung log out! Aku tidak mau menambah daftar dedemit di sekitarku! Tadi saja aku sempat berpapasan dengan beberapa setan. Anehnya, aku bisa melihat mereka. Hmmm berarti aku masih memiliki kemungkinan kembali ke asalku. Kunti bahagia!

“Oke, Cin,” sapa si tukang potong rambut. Seorang cowok gemulai yang mewarnai rambutnya ala pirang. Dia manis, bersuara lembut, dan jauh lebih baik daripada beberapa orang yang kukenal. Orang, bukan setan. “Mau dipotong seperti apa?”

“Terserah,” kataku sembari menunjuk bahu. “Asal nggak lebih pendek daripada ini.”

“Oke.”

Danu menunggu di kursi khusus. Dia meraih majalah, mulai sibuk membaca apa pun yang tercetak di sana. Wuih dia suka membaca juga, ya? Lain kali akan kusarankan buku bagus. Seratus Cara Menjadi Kaya Dalam Sehari Menggunakan Jasa Jin Gagak.

“Cuci rambut dulu, ya?”

Rambutku dicuci bersih terlebih dahulu sebelum dipotong. Terus terang aku tidak terlalu peduli dengan penampilanku. Lagi pula, Danu berjanji akan menanmpung dan memeliharaku layaknya seekor kucing bangsawan. Tidak ada masalah khas korban kekejian negeri kapitalis yang mengaku demokratis.

Akan tetapi, ada kenangan tidak menyenangkan perkara rambut. Sekalipun aku tidak mau ingat, kenangan buruk kembali menyelinap ke dalam benak. Memaksaku merasakan kekecewaan. Membuatku pedih. Segala yang tidak kuinginkan kembali menyeruak ke permukaan. Tidak bisa kukendalikan.

***

Dulu aku ingin memiliki rambut panjang sepinggang. Persis milik Usagi, tokoh utama dalam salah satu anime yang diputar di televisi swasta setiap Minggu pagi. Aku ingin menguncir rambutku menjadi dua bagian, menghiasnya dengan jepit lucu, dan membuatku berlagak menjadi pahlawan pelindung bumi.

Tasya dan Miss Kunti (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang