Tidak sampai lima menit Galaksi tiba di rumahnya setelah dia mengantarkan Shilla. Rumah mereka memang berdekatan dan Galaksi mengetahui itu sejak kelas X. Awal masuk SMA, dia dan ibunya memutuskan pindah ke rumah yang lebih dekat dengan sekolahnya. Meskipun ibunya mengatakan bahwa kepindahan mereka supaya Galaksi lebih dekat pergi ke sekolah, jauh di lubuk hatinya Galaksi tahu bahwa kepindahan rumahnya tidak serta merta karena alasan itu saja.
Galaksi memarkirkan motornya di garasi kemudian masuk ke dalam rumah. Dia hendak langsung masuk ke kamarnya tetapi dia melihat ibunya di dapur yang sedang menuangkan air ke gelas, tidak menyadari kehadiran Galaksi.
Galaksi pun menghampirinya. Dia menyadari bahwa gelas ibunya sudah penuh hingga airnya jatuh membasahi meja makan dan lantai. Tanpa kata, Galaksi pun meraih teko yang sedang dipegang oleh ibunya. Namun, aksinya ternyata sangat mengejutkan sang ibu hingga tak sengaja membuat gelasnya jatuh ke lantai dan pecah.
“Kenapa kamu di sini?” tanya ibunya dengan nada dan tatapan yang begitu dingin. Luna, namanya. Wanita berusia empat puluhan yang bagi Galaksi selalu menjadi wanita tercantik, meskipun rambut panjangnya selalu diikat longgar dan tampak berantakan. Meskipun wanita itu hanya memakai gaun tidur berwarna putih yang sudah agak menguning. Dan meskipun tatapan wanita itu selalu tampak kosong tetapi berubah menjadi sangat dingin saat menatapnya, Galaksi menyayangi ibunya melebihi apapun.
Galaksi menatap pecahan gelas di sekitar kaki ibunya. “Ibu jangan ke mana-mana dulu, saya bersihkan dulu pecahan gelasnya.”
“Kamu nggak jawab pertanyaan ibu?” tanya ibunya lagi, kali ini dengan nada yang meninggi.
“Saya pulang les dan lihat ibu di dapur. Saya nggak boleh sapa ibu?”
Luna hanya menatap Galaksi dengan tatapan tajam kemudian hendak pergi dari sana. Namun, Galaksi menahan tangannya. “Kaki ibu bisa kena pecahan gelasnya–”
“Jangan pedulikan saya. Urus saja urusanmu sendiri,” ujar Luna seraya menepis tangan Galaksi dengan keras. Dia berjalan menuju kamarnya, tak peduli jika kakinya menginjak serpihan kaca dari gelas yang dijatuhkannya.
“Dan kamu.” Luna berhenti sejenak. Kemudian berkata dengan nada yang begitu dingin. “Jangan muncul di hadapan saya lagi selama tinggal di rumah ini.” Setelah mengatakan itu, Luna masuk ke kamarnya dan menutup pintunya dengan sedikit bantingan.
Galaksi hanya menghela napas. Dia mengambil kantong plastik dan kain kecil untuk membungkus pecahan kaca itu. Kemudian dia berjongkok, memungut satu per satu pecahan kaca sebelum mengeringkan lantainya. Namun, ketika berjongkok dan membersihan pecahan kaca itu, kepalanya berdenyut. Pandangannya tiba-tiba buram.
Galaksi pun jatuh terduduk. Sayangnya, tangannya yang hendak menahan tubuhnya yang nyaris tumbang itu menjatuhkannya ke bagian lantai di mana pecahan kaca itu berada. Alhasil, darah menetes dari telapak tangannya.
Saat hendak membersihkan tangannya yang berdarah, ponsel yang berada di saku celananya bergetar. Dia mengira itu pesan yang masuk dari Keanu dan Aruna, tetapi rasanya pesan itu masuk bertubi-tubi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I(A)MPERFECT (END)
Teen FictionShilla Agista Florentina dan Galaksi Andromeda Sakti adalah dua siswa dengan reputasi sempurna di sekolah mereka. Namun, keduanya memiliki sisi gelap yang tidak diketahui orang lain. Shilla memiliki kemampuan melihat masa depan yang membuatnya meras...