7. Giorgino Romeo

3K 148 3
                                    

Kalela melepaskan tangan yang melilit di pinggangnya secara paksa. Mundur dua langkah dari jarak cowok itu berdiri. Dada Kalela bergemuruh dengan perasaan yang campur aduk. Kalela sangat benci situasi ini, yang membuatnya terlihat seperti cewek lemah. Wajah datar dengan tatapan benci saja tidak mampu menutupi manik mata indahnya yang kini berkaca-kaca.

Saat cowok di depannya ingin melangkah maju, Kalela mengangkat tangan kanannya. "Stop disitu, Savion!" perintah Kalela penuh penekanan.

"Kalela, gue_"

"APA SAVION, KENAPA LO HARUS ADA DISINI BRENGSEK?!" teriak Kalela keras namun tertahan. Suara dan wajahnya terdengar frustasi.

"Kenapa kita, ah gue sama lo harus ketemu lagi? Kenapa lo muncul lagi di hadapan gue? Kenapa Savion?!" Kalela menyugar rambut panjangnya ke belakang, nafasnya sedikit terengah.

Pandangan Kalela mengawasi sekitar, barangkali ada orang lain selain keduanya. Ternyata sepi, Yura si wakil ketua Osis itupun sudah tidak ada sekarang.

Savion terdiam membisu, sudah ia duga hanya perasaannya saja yang tetap sama seperti dulu, tidak dengan Kalela yang kini menatapnya benci dan sifatnya yang berubah drastis. Savion mengepalkan tangan mendengar kata "brengsek" yang keluar dari mulut Kalela. Lebih sakitnya lagi itu ditujukan untuknya.

Setelah bertahun-tahun kenal dan menjadi bagian dari hidup Kalela, baru pertama kalinya Savion mendengar Kalela mengumpat. Kalela-nya yang polos dan cenderung berkata dengan tutur kata halus kini telah hilang. Sekarang Kalela-nya, berbeda.

Siapa yang mengubah Kalela sampai sejauh ini?

"Savion, lo tau betul kan sekarang gue bukan Kalela kecil lagi yang lugu, polos, manja, suka di bohongin." Kalela menekan setiap perkataannya.

"Bukan Kalela kecil yang selalu riang antusias setiap ketemu sama lo, ataupun mereka."

"Bukan Kalela kecil yang dengan mudah memaafkan orang lain."

Kalela maju dua langkah hingga kini berhadapan langsung dengan Savion. Tinggi Kalela yang hanya sebatas dada cowok dengan penampilan rapih itu membuatnya harus mendongak untuk menatap mata hitam legamnya yang kini menyendu.

"Yang paling penting, sekarang yang berdiri di hadapan lo adalah Kalela yang benci sama lo dan temen-temen lo yang lain." ucap Kalela menekan, mata berkaca-kacanya menatap Savion tajam sarat akan permusuhan.

Saat Kalela akan mundur lagi untuk menjaga jarak lebih jauh, Savion mencekal lengan kirinya.

"Kalela, apapun kesalahan gue, gue minta maaf. Gue tau sekarang lo udah benci sama gue ataupun mereka. Tapi, ini gak bener Kalela. Lo belum sepenuhnya dengerin penjelasan kita dan saat itu lo pergi ke Italia dengan keadaan salah paham." Savion menatap Kalela dengan mata yang memerah. Sama seperti Kalela, perasaan Savion pun tengah campur aduk. Bahkan untuk sekedar berucap pun suaranya bergetar.

"Semenjak kepergian lo ke Italia, semuanya berubah Kalela. Baik gue, Kaizer, Romeo dan Dirgala_"

"Jangan sebut nama mereka, cukup." lirih Kalela sambil memejamkan mata. Savion terpaku melihat reaksi Kalela.

"Semuanya berubah Kalela, gue ataupun mereka."

Kalela terkekeh miris, "Kalian berubah bukan karena gue, Savion. Berubahnya kalian itu karena ulah kalian sendiri. Bahkan kalian sendiri yang mengubah gue jadi benci sama kalian!" Kalela menaikan nada suaranya.

"Dan sampai sekarang pun, gue sama sekali gak ngerasa nyesel karena udah memutuskan persahabatan kita." tekan Kalela lalu terkekeh sinis, berbeda dengan manik matanya yang berair. Sekali kedip bisa saja cairan bening itu langsung keluar dari mata indahnya.

Pick Me, My Kalela!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang