17. Mutilation?

2.1K 167 46
                                    

"Jam sembilan malam baru pulang, darimana aja?"

"Pulang sekolah masih memakai seragam dan langsung keluyuran, itu yang dinamakan perempuan baik-baik? Sepertinya-"

Prang!

Kalela yang tengah minum air putih dengan terburu-buru langsung saja membanting gelas di genggamannya itu hingga pecah, bahkan airnya mengenai seorang lelaki dengan setelan formal baju kantornya yang kini berdiri angkuh di hadapannya.

"Lo bisa diem gak sih? Gue capek baru pulang, kaki gue juga pegel ditambah dengerin suara lo itu yang makin bikin gue pusing. Kalau mau bacot sana keluar jangan di hadapan gue!" bentak Kalela sambil menatap tajam pada Raja.

Kalela berlalu dari hadapan Raja dan beralih duduk di sofa ruang tamu. Gadis itu meluruskan kakinya.

"Lo juga jadi orang gak usah sok paling bener, paling pinter deh. Lo emang bodyguard pribadi gue Raja, tapi lo gak berhak ngatur-ngatur gue apalagi ikut campur urusan gue. Dan satu lagi, gue emang gak pernah bilang kalau gue cewek baik-baik jadi stop bermimpi kalau gue bakal nurut sama lo." Kalela mengeluarkan unek-uneknya yang daritadi mengumpul di kepala. Nada bicara gadis itu pun ketus dan wajahnya terlihat lelah.

Kalela memijit pergelangan kakinya yang entah kenapa rasanya sangat pegal. Kalela merasa sangat kelelahan hari ini. Selama jalan pulang tadi ada saja gangguannya, dimulai dari salah jalan, sepedanya bermasalah, bertemu manusia sejenis Kaizer dan terakhir menjadi pahlawan dadakan untuk orang gila yang akan melakukan aksi bunuh diri.

Raja berjalan menghampiri Kalela dengan kedua tangan di saku celana. Lelaki itu mengambil duduk di depan Kalela, hanya meja yang menjadi batas antar keduanya.

Tanpa menghentikan pijatan pelan pada pergelangan kakinya, Kalela melirik Raja sinis. Lelaki itu benar-benar spesies yang langka, wajahnya selalu tanpa ekspresi membuat Kalela mengeluh kesal kenapa wajah setampan itu harus diberikan pada Raja yang memiliki sifat dingin dan keras seperti es batu, kaku seperti kanebo kering dan datar seperti tembok.

"Kalau cara memijatnya seperti itu tidak akan memberi efek apapun." ujar Raja dingin. Tatapan tajamnya mengawasi pergerakan Kalela.

Kalela mendengus, "Ya biarin orang yang ngerasain juga gue. Lo gak usah banyak omong deh!" sewot Kalela.

"Dia pasti mau mijatin kaki gue, ayo ayo Raja buruan." Kalela berharap dalam hati dengan bibir yang mengulum senyum.

Harapannya pupus ketika Raja mengeluarkan suara.

"Saya bukan tukang pijat jadi jangan berharap kaki kamu saya pijatin."

Kalela melengos, Damn...kenapa lelaki itu seolah tau apa isi pikirannya.

"Gue enggak kerja di bengkel dan tangan gue gak pernah bersentuhan sama yang namanya oli. Jadi, lo salah orang karena minta bantuan ke gue buat benerin sepeda butut lo itu."

Ah sial, Kalela tiba-tiba teringat dengan kalimat itu. Sungguh, Kalela yang mulanya kasihan sekaligus sedih dan merasa bersalah dengan kisah kelam Kaizer saat kepergiannya tapi sekarang Kalela dibuat benci dengan lelaki itu.

Semua rangkaian kalimat sarkas yang keluar dari mulutnya selalu berhasil memancing emosi Kalela.

"Udah nyebelin, pedenya selangit lagi. Gue gak berharap di pijat sama lo ya, kalau lo yang mijat bisa-bisa kaki gue jadi kecetit." ketus Kalela sinis.

Kalela menegakan kepalanya lalu menatap Raja curiga, "Lo juga kenapa begitu gue pulang lo udah ada disini, di rumah gue? Lo mau cari kesempatan karena gue gak ada di rumah dengan ngerampok sesuatu di rumah gue, iya kan?!"

Pick Me, My Kalela!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang