BAB 5

768 23 0
                                    

WARNING!!
BACA DARI AWAL MENGINGAT CERITA MEMILIKI PLOT TWIST
Happy Reading,

Alvazka memperlambat laju mobilnya saat matanya melihat sebuah minimarket di ujung sana. “Bener disini?” tanyanya pada Rafa yang duduk di sebelah.

Rafa mengangguk. “Dari kesaksiannya sih dia liat korban di ikutin cowok disini” jelasnya.

Saat ini mereka menyelidiki kesaksian salah satu saksi, seorang gadis SMA yang mengaku pernah melihat korban di ikuti oleh seorang pria. Pasha berhasil menemukan seorang saksi ketika menelusuri lebih jauh kehidupan sehari-hari korban. Berhubung Alvazka dan Rafa berada dekat dengan lokasi minimarket tempat saksi melihat itu, jadinya mereka yang kesana.

Alvazka memarkirkan mobil di depan minimarket, meneliti lingkungan sekitar, ada satu CCTV minimarket yang mengarah ke jalanan di depan minimarket.

“Ada CCTV yang ngarah ke jalanan” ucap Alvazka, menatap ke arah CCTV.

Rafa mengikuti arah pandangan Alvazka, kemudian tersenyum senang. “Semoga bisa bantu kita buat identifikasi pelaku”

Alvazka segera masuk ke dalam minimarket bersama dengan Rafa, mendorong pintu kaca. Di dalam minimarket ada seorang pria yang menjaga kasir.

“Selamat datang di Indoapril, selamat berbelanja” sapa kasir dengan ramah saat menyadari ada pelanggan yang datang.

Alvazka berjalan mendekat, matanya menatap name tag yang ada di bagian dada pria itu. Bara. “Saya boleh lihat rekaman CCTV yang ada di depan toko?” tanyanya.

Kasir itu tampak kebingungan dengan permintaan dari Alvazka. “Saya gak bisa ngasih rekaman sembarangan”

Rafa yang berdiri di samping Alvazka paham, mengeluarkan tanda pengenalnya. “Kami lagi ngumpulin bukti terkait pembunuhan yang baru terjadi” ucapnya.

“Oh..” seru Bara, sedikit berpikir. “Tapi, Saya harus telepon pemilik toko dulu” izinnya.

Rafa mengizinkan Bara menelepon yang punya toko. Rafa meminta izin untuk berbicara dengan Farhan, pemilik minimarket ini. Bara memberikan ponselnya pada Rafa, yang kemudian Rafa langsung menjelaskan bahwa mereka ingin mengecek rekaman CCTV dari minimarket.

Setelah selesai meminta izin dari pemilik minimarket, Rafa mengembalikan ponsel pada Bara. Pria itu mendengarkan ucapan dari Farhan, selaku pemilik minimarket tempat dirinya bekerja. Bara mengangguk paham, kemudian mematikan telepon.

“Butuh rekaman tanggal berapa, Pak?” tanya Bara.

“Dari dua minggu yang lalu” jawab Alvazka.

Bara mengangguk, membuka pembatas meja kasir, mengizinkan Rafa untuk masuk, melihat rekaman CCTV dari sebulan yang lalu.

Alvazka mengalihkan pandangannya ke arah pintu minimarket, matanya melihat Ruth yang baru masuk ke dalam minimarket. Ruth tampak terkejut saat ia melihat ada Alvazka di tempatnya bekerja.

“Kenapa lama banget sih, Ruth” omel Bara, menghampiri Ruth. “Udah berkali-kali gue harus kerja lebih dari jam kerja karena lo datangnya telat terus”

Ruth menundukkan kepalanya. “Maaf, Bar. Gue..”

“Gak mau denger alasan lo lagi gue” potong Bara, menatap Ruth kesal.

Ruth menatap Bara. “Lo bisa ambil separo dari gaji gue nanti sebagai ganti karna gue telat ganti shift” ucapnya pelan.

Bara baru tenang setelah mendengar itu. “Itu ada polisi yang lagi minta rekaman CCTV. Lo liatin, gue mau balik” ucap Bara, meninggalkan Ruth untuk mengambil alih tugasnya.

Ruth mengangguk, melangkah mendekati meja kasir. Alvazka masih melihatnya, Ruth menyadari itu. Ruth mengambil rompi kerjanya yang berada di balik meja kasir, memakainya.

“Va” panggil Rafa.

Alvazka yang sedari tadi menatap Ruth, mengikuti pergerakan gadis itu tersadar mendengar panggilan dari Rafa. “Kenapa?” tanyanya.

“Lo liat ini deh”

Alvazka bergerak menuju tempat Rafa, ikut melihat rekaman CCTV yang berada pada komputer di sebelah Ruth. Komputer yang khusus untuk memantau rekaman CCTV.

Alvazka berjalan melewati Ruth karena posisinya Ruth berada didekat pembatas meja, sementara komputer pemantau CCTV berada di pojokan meja sebelah kasir.

“Ini sempat ngerekam korban yang keluar dari minimarket, tapi pelaku gak keliatan, Va. Kayaknya dia gak ngikutin sampai masuk ke sini” ucap Rafa saat menyadari jika Alvazka sudah berada di dekatnya.

“Kejadiannya kapan itu?”

“Tanggal 8 Juni 2024, Pukul 19.43” jelas Rafa, menyebutkan tanggal dan waktu yang tertera pada rekaman CCTV.

Alvazka beralih menatap Ruth. “Kamera lain yang mengarah keluar ada, Ruth?” tanyanya.

Ruth menoleh pada Alvazka. “Ada, kamera 3”

Mendengar ucapan Ruth, Rafa segera mengecek kamera 3 dan benar jika kamera itu mengarah ke jalanan dengan sudut yang berbeda dari sebelumnya. Jika kamera sebelumnya terletak di depan pintu minimarket dan jangkauannya hanya tempat yang sejajar dengan pintu. Sedangkan kamera 3 berada di sudut kanan, menjangkau tempat yang berada di sebelah berlawanan dengan posisi kamera, sebelah kiri minimarket.

Alvazka bisa melihat jika leher Ruth memerah, seperti bekas cekikan. Alvazka ingin menanyakan keadaan Ruth, tapi niatnya ia urungkan saat ada seorang pelanggan yang datang ke meja kasir membawa belanjaannya.

“Va, liat ini” Rafa kembali memanggil Alvazka, menarik perhatian Alvazka untuk melihat apa yang sedang ia lihat.
Di layar komputer tampak Ruth di tarik oleh seorang pria, karena posisi kamera yang berada di sudut kanan sementara Ruth di tarik ke sisi kiri jadi hanya punggung pria itu yang terlihat di CCTV. Beberapa menit kemudian, Ruth keluar dari samping minimarket dengan wajah yang babak belur.

“Wajah cowoknya ke tangkap kamera pas masuk ke sini, tapi apa yang dia lakuin di samping toko gak ke rekam CCTV” ucap Rafa pelan, pria itu ingat dengan Ruth yang pernah melaporkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya.

“Salin aja, Raf mana tahu nanti butuh. Sama rekaman pas korban kesini gimana? Ada?” tanya Alvazka.

“Bentar” Rafa memajukan rekaman tepat pada tanggal 8 Juni 2024, Pukul 19. 43. “Ini ketangkap” ucap Rafa menghentikan rekaman itu. Di layar menunjukkan seorang pria yang memakai jaket jeans dengan topi hitam.

Alvazka mengangguk, menepuk bahu Rafa. “Oke. Lo bisa bawa rekamannya ke Polda. Minta tolong anak-anak buat identifikasi cowok itu”

Rafa mengangguk, menyalin rekaman CCTV pada tanggal dan waktu kejadian. Saat sudah tersalin, Rafa mengembalikan layar komputer seperti semula saat sebelum ia gunakan.

Saat mereka sudah berada di luar minimarket, Alvazka menyuruh Rafa untuk ke Polda sendirian menggunakan mobilnya. Sementara Alvazka kembali masuk ke dalam minimarket, menghampiri Ruth.

Alvazka segera masuk ke balik meja kasir, memegang tangan Ruth, membuat gadis itu terkejut. Alvazka menyingkap lengan baju sebelah kiri Ruth, melihat luka sayatan baru di sana.

Ruth menarik tangannya dari Alvazka. “Kamu gak boleh lancang sama aku” ucapnya, merapikan lengan baju.

“Seenggaknya di obati dulu Ruth, baru kerja”

Ruth menarik matanya menatap Alvazka, sudut bibir pria itu terluka, pasti bekas pukulan Hafiz tadi siang. “Cuma dengan gini aku bisa merasa tenang” ucapnya pelan.

Alvazka menatap Ruth dalam, dibalik tatapan mata teduh gadis itu ada kesedihan yang terpendam. “Di sini ada kotak P3K, Ruth?” tanya Alvazka, matanya meneliti sekitar, mencari kotak P3K. Alvazka menunduk, mengambil kotak P3K yang tergeletak di bawah meja kasir.

Alvazka menarik Ruth keluar dari balik meja kasir, meminta gadis itu untuk duduk di kursi yang berada di dalam minimarket.

“Aku harus kerja” ucap Ruth, bangkit dari duduknya.

Alvazka menahan bahu Ruth, memaksa gadis itu untuk duduk kembali. Alvazka menarik kursi, duduk di sebelah Ruth. Tangannya mulai mengeluarkan plester dari kotak P3K, menempelkan plester itu pada tangan Ruth, meskipun Ruth sempat menolak dengan menarik tangannya, Alvazka menahan tangan Ruth dengan lembut, tanpa menyakiti gadis itu.

Tangan Alvazka beralih merambat ke leher Ruth, bergerak dengan pelan membuat Ruth sedikit merinding. “Ini perbuatan cowok kamu, Ruth?” tanyanya.

Ruth memalingkan muka, membuat Alvazka kembali menarik tangannya menjauh dari leher Ruth. Alvazka menghela napas pelan. “Maaf kalau aku terlalu ikut campur sama urusan kamu, Ruth. Tadi aku lihat rekaman CCTV”

Ruth menarik kepalanya, menatap Alvazka.

“Kamu bisa lanjutin laporan kamu dengan bukti rekaman itu sebagai tambahan” tambah Alvazka.

“Terus apa?” tanya Ruth, bibir kering itu sedikit bergetar. “Apa dengan rekaman itu lelaki brengsek itu bisa di penjara? Apa dengan rekaman itu bisa ngobatin luka fisik dan batin yang aku terima?” tanya Ruth bertubi, setetes air mata jatuh di pipinya.

“Kamu bisa datang ke aku Ruth. Kamu bisa minta perlindungan ke aku. Aku tahu kalau aku orang yang baru kamu kenal, tapi aku janji bakalan lindungi kamu, Ruth” ucap Alvazka penuh kelembutan.

“Karna kamu polisi dan itu tugas polisi” sambung Ruth. Itulah kata-kata terakhir yang pernah Alvazka ucapkan untuk menenangkan Ruth. Tapi, Ruth tidak lagi percaya dengan kata-kata itu, mempercayai kata-kata itu hanya akan membuat Ruth berharap hidupnya menjadi jauh lebih baik. Kemudian kembali dijatuhkan oleh kenyataan jika ia hanya sendirian di dunia ini tanpa ada orang yang menolongnya.

Alvazka menggeleng, membuat Ruth menatapnya heran.

DARK PSYCHE  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang