BAB 29

361 11 0
                                    

WARNING!!
Baca dari awal, cerita mengandung plot twist


Alvazka memperhatikan Tegar yang tengah mengecek kondisi mayat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alvazka memperhatikan Tegar yang tengah mengecek kondisi mayat. Pria itu mengalihkan pandangannya ke arah lain, gang perumahan yang di pastikan tidak akan ada CCTV di sini, tempat yang strategis untuk membuang mayat, tapi di sini terlalu ramai dan memiliki resiko yang tinggi bagi pelaku.

Tegar mengecek keseluruhan kondisi korban, di bagian tangan, kaki, dan wajah korban terdapat beberapa luka lebam. Ada hal yang sedikit janggal, leher di leher korban terdapat bekas cekikan, dan sayatan di leher yang tidak terlalu dalam.

“Va, kayaknya ini bukan ulah Necky” ucap Tegar, berdiri di dekat Alvazka.

“Ada yang lo temuin?” tanya Alvazka.

Tegar menghela napas pelan. “Banyak kejanggalan yang gue temuin. Makin kesini mayat yang berjatuhan makin jauh dari korban Necky, mulai dari Novi yang memiliki bekas pukulan, dan sekarang, banyak lebam di tubuh korban, kemungkinan penyebab kematian bukan karna sayatan di lehernya”

Alvazka mengernyit bingung.

“Gue liat bekas cekikan di lehernya, untuk lebih jelasnya gue harus autopsi. Sekarang belum bisa gue pastiin itu benar bekas cekikan atau enggak karna lehernya di penuhi darah” jelas Tegar, memang kondisi mayat tidak sebersih korban Necky. Mayat korban di temukan dengan kondisi darah yang masih ada di tubuh dan lehernya.

Mayat korban di bawa oleh tim forensik untuk di lakukan autopsi, untuk mengetahui lebih lanjut penyebab kematian, dan jejak pelaku. Alvazka menatap sekeliling, warga dan wartawan yang tadi berbondong mengelilingi TKP sudah mulai bubar. Pandangan mata Alvazka tertuju pada sebuah rumah yang mengarah ke gang.

“Va, gue udah minta kesaksian dari anak-anak yang nemuin mayatnya pertama kali” ucap Arya, menghampiri Alvazka.

“Anak-anak?” ulang Alvazka.

Arya mengangguk. “Anak-anak yang mau berangkat sekolah yang nemuin mayatnya”

“Bangsat!!” umpat Alvazka, rahang pria itu mengeras, giginya gemeletuk, urat lehernya terlihat. “Bisa-bisanya dia buang mayatnya di tempat yang banyak anak-anak lewat”

Semenjak Ruth hamil, Alvazka memang sensitif jika menyangkut anak-anak. Ia akan terbayang jika nanti anaknya berada di posisi itu, akan sebesar apa trauma yang mereka terima, mereka pasti akan ketakutan setiap melewati gang tempat penemuan mayat ketika ingin berangkat ke sekolah.

“Ada beberapa yang gak ngasih keterangan, dia diam aja, Va, saking traumanya” ungkap Arya.

Alvazka mengangguk. “Jangan terlalu di paksa buat minta keterangan dari anak-anak, Ya. Oh, iya, lo udah tanyain ke warga perihal korban?”

Arya mengangguk. “Udah, Va. Gak ada warga di sini yang kenal dengan korban. Kayaknya korban bukan warga sini”

Alvazka mengangguk, mengerti. Sampai saat ini mereka masih belum tahu identitas korban, tidak ada KTP yang mereka temukan di tas korban. Ponsel korban pun lenyap, tapi uang dan barang-barang lainnya masih ada. Entah pelaku yang mengambil ponsel korban atau ada orang lain yang menemukan korban sebelum anak-anak dan mengambil ponsel di saat ada kesempatan. Di dunia ini begitu banyak orang jahat dengan berbagai jenis kejahatan yang mereka lakukan.

“Ya” panggil Alvazka, matanya fokus ke jalanan. Mereka sedang dalam perjalanan menuju Polda.

“Kenapa, Va?” tanya Arya, menoleh sekilas pada Alvazka.

“Lo kenal sama korban tadi?” tanya Alvazka, sedikit ragu.

Arya tersenyum sinis, Alvazka masih mencurigainya sampai sekarang. “Lo ngira gue yang bunuh dia, Va?” tanyanya balik.

“Lo jawab aja, Ya. Lo kenal sama korban atau enggak”

“Gue gak kenal, Va” jawab Arya dengan nada sedikit meninggi. “Gue sama sekali gak kenal sama korban, baru tadi pertama kali gue liat wajah korban, Va”

Alvazka mengangguk. “Oke, gue percaya” ucapnya pelan.

Arya tersenyum miring, menatap Alvazka dengan tatapan kecewa sekaligus marah. “Gue tahu lo gak percaya sama gue, Va. Gue tahu lo minta Rafa buat nyari rumah warga yang punya CCTV, gue denger pas lo nelpom Rafa tadi, Va”

Alvazka terdiam. Dirinya memang menelepon Rafa, menyuruhnya untuk datang ke TKP setelah Alvazka dan Arya meninggalkan TKP. Alvazka menyuruh Rafa untuk mengecek ke rumah yang menghadap ke gang tempat mayat di temukan, barang kali rumah itu memiliki CCTV.

“Ya, lo bisa ngomong jujur ke gue..”

“Bukan gue pelakunya, Va” potong Arya. Pria itu mengusap wajahnya kasar, menghela napas, menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. “Terserah, mau lo percaya sama gue atau enggak, Va” sebelah tangannya ia gunakan untuk menopang kepalanya sendiri. “Gue udah jujur sama lo, yang tadi bukan gue pelakunya”


***********

DARK PSYCHE  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang