BAB 20

456 17 0
                                    

WARNING!!
Baca dari awal, cerita mengandung plot twist

Pasha dan Arya turun dari mobil, mereka membelah kerumunan orang-orang yang sedang melihat kondisi TKP. Mereka menunjukkan kartu identitas pada polisi yang berjaga di sana, setelah di izinkan, mereka segera masuk melewati garis polisi.

Pasha mengusap wajahnya kasar saat mendapati mayat seorang wanita di TKP yang sama dengan pembunuhan sebelumnya. “Sialan!” umpatnya.

Arya berjongkok, memperhatikan staf forensik yang sedang menyelidiki TKP. Pris itu mengusap-usap mulutnya, matanya terus memperhatikan tim forensik yang bertugas. “Ada sidik jari, Gar?” tanyanya.

Tegar menoleh, menggelengkan kepala. “Sejauh ini belum ada”

Pasha mengernyitkan mata saat mayat korban di balik oleh tim forensik, pria itu bisa melihat wajah korban yang familiar. “Tunggu bentar” Pasha menghentikan staf forensik yang akan memindahkan mayat korban ke dalam kantung mayat. Pria itu semakin mendekat, memperhatikan wajah korban. “Anjing!” kagetnya.

Arya menatap Pasha bingung. “Kenapa, Sha?” tanyanya.

“Gue kenal sama dia, Ya” jawab Pasha, menunjuk ke arah korban. “Dia Novi Indriana, wartawan yang bikin artikel kontroversial”

Arya tampak terkejut, tidak menyangka jika wartawan itu akan menjadi korban.
“Benar. Dia Novi Indriana” Tegar menyerahkan kartu identitas yang tadi ia temukan tergeletak di samping tubuh korban.

Arya mengambil kartu identitas yang di bungkus plastik itu, membaca nama yang tertera di sana. Novi Indriana, CB News. “Apa lagi yang di temuin di TKP?” tanyanya.

“Tas korban, kamera dan barang berharga lainnya masih ada. Udah pasti bukan maling” jelas Tegar. Pria itu berjongkok di depan mayat korban. “Gak ada tanda pelecehan seksual” tambahnya.

Arya berjongkok di samping Tegar. “Apa ini korban dari Necky?” tanyanya.

“Gue belum bisa simpulin, tapi kalau di liat dari penyebab kematian korban memang sama dengan Necky. Bisa juga ini pembunuhan tiruan” ucap tegar, tangan pria itu bergerak ke pelipis korban. “Korban sempat di pukul” tambahnya, kemudian ia beralih ke kaki korban, sepatu korban di penuhi tanah, dan celananya kotor. “Korban pasti juga sempat memberontak, dan pembunuhan Necky jauh lebih bersih dari ini”

“Bisa aja Necky mengubah prinsipnya” bantah Arya.

Tegar tampak berpikir, lalu pria itu mengangkat bahunya. “Gue masih butuh ngelakuin analisis lebih lanjut buat nyimpulin ini ulah Necky atau bukan”

Arya bangkit dari posisinya, berjalan menjauhi lokasi mayat, menghampiri Pasha yang sedang menelepon seseorang di dekat mobil. “Siapa?” tanyanya saat sudah berada di dekat Pasha.

Pasha memasukkan ponselnya ke dalam saku, menatap Arya yang menghampirinya. “Alva. Gue ngabarin dia kalau korbannya Novi”

Arya mengangguk. “Lo bisa tahu kalau dia Novi dari mana?” tanyanya penasaran, sebab setahu Arya mereka tidak pernah bertemu Novi secara langsung, mereka hanya tahu nama Novi Indriana dari artikel yang di unggah oleh gadis itu.

“Dia kemarin datang ke Polda, dan ribut sama Rafa” jelas Pasha.

Arya mangut-mangut mengerti. “Siapa sangka kalau ketertarikannya terhadap kasus Necky malah membawa dia jadi korban” ucapnya, menatap ke arah kerumunan orang-orang yang mengelilingi TKP, termasuk beberapa wartawan yang ingin meliput ada di sana.

“Sekarang nama dia bakalan di kenal banyak orang melalui berita” tambah Arya.

“Gak ada satu pun yang mau jadi korban” sanggah Pasha, membuat Arya menoleh padanya. “Siapa pun bisa jadi korban Necky, gak pandang bulu” tambahnya.

Arya terkekeh. “Serius amat, Sha”

Pasha kurang suka dengan ucapan Arya sebelumnya. “Gak ada yang mau namanya di kenal sebagai korban, Ya. Dia cuma kurang beruntung aja”


*************


Alvazka duduk diam di sofa setelah menerima telepon dari Pasha yang mengabarkan jika ada korban lagi, kemungkinan korban Necky. Pria itu tampak larut dalam pikirannya sendiri, memikirkan berbagai kemungkinan penyebab Novi menjadi salah satu korban dari pelaku. Alvazka tahu sendiri jika seorang psikopat tidak memiliki alasan memilih seseorang sebagai korbannya.

“Alva”

Ruth mengernyit, menatap ke arah Alvazka yang masih diam saja, tidak merespon panggilannya. Ruth membawa kopi yang ia buat, menaruhnya di meja dekat Alvazka duduk.

“Va” panggil Ruth lagi, gadis itu sudah duduk di samping Alvazka.

Alvazka masih terdiam, tatapan pria itu lurus ke depan.

“Alvazka” panggilan ketiga Ruth layangkan, tangannya bergerak-gerak di depan wajah Alvazka.

Alvazka tersadar dari lamunannya, menoleh pada Ruth. “Iya, kenapa Ruth?” tanyanya.

“Kamu kenapa? Dari tadi aku panggil gak nyaut” tanya Ruth heran, tidak biasanya Alvazka seperti itu.

Alvazka tersenyum. “Gak papa, Ruth” ucapnya, tangannya mengambil gelas, menyeruput kopi bikinan Ruth.

Ruth masih menatap Alvazka. “Kamu bisa cerita ke aku, Va kalau ada apa-apa”

Alvazka menoleh, tersenyum. “Urusan kerjaan aja, Ruth kayak biasa”

Ruth diam, terus menatap Alvazka.

Alvazka menghela napas pelan, tangannya meraih tangan Ruth, membawanya ke sisinya. “Aku habis terima telepon dari Pasha, ada mayat lagi pagi ini. Kasus pembunuhan berantai yang tim aku selidiki, Ruth” jelasnya.

Ruth tahu kasus itu, gadis itu pernah membaca beberapa artikel tentang korban dari pembunuh berantai yang di maksud oleh Alvazka. “Pelakunya gimana, Va?” tanyanya.

Alvazka menggeleng. “Belum ketemu sampai sekarang, makanya ada korban lagi, Ruth.” Ucapnya lembut. “Kamu kalau keluar jangan sendirian Ruth, hubungi Pak Bram buat nemenin kamu”

Ruth mengangguk. Lagi pula ia tidak pernah keluar, tidak ada yang bisa ia lakukan di luar. Tapi, “Kalau kamu ngejar pelaku nanti jangan sendirian ya, Va”

Alvazka mengerutkan dahi.

“Jangan sampai terluka kayak waktu itu lagi, Va” tambah Ruth, gadis itu masih ingat dengan perut Alvazka yang terluka waktu mengejar pelaku pembunuhan Hafiz.

Alvazka tersenyum, mengusap kepala Ruth, bagian belakang. “Aku gak mati semudah itu Ruth”

“Gak ada yang tahu, Va. Buktinya aja Hafiz, gak ada yang tahu kalau aku bisa lepas dari Hafiz karena pria itu dibunuh”

Alvazka menarik Ruth ke dalam pelukannya. “Tuhan baik sama aku, Ruth. Seburuk apa pun perbuatan aku, Tuhan masih ngasih aku semuanya, ngasih aku kehidupan yang panjang, dan juga” Alvazka menjauhkan tubuhnya, menatap mata Ruth dalam. “Ngasih aku kesempatan buat ketemu kamu, Ruth”

“Rencana Tuhan gak ada yang bisa nebak, Va. Bisa jadi dia berubah pikiran dan..” Ruth tidak sanggup lagi melanjutkan ucapannya, napasnya tercekat, setetes air mata turun di pipi Ruth. Gadis itu sangat khawatir dengan Alvazka, bisa saja nanti pria itu menjadi korban pembunuh berantai.

Bukannya Ruth tidak percaya dengan Alvazka yang bisa menjaga dirinya. Ruth bukannya tidak mempercayai ucapan pria itu yang mengatakan jika Tuhan baik. Ruth tahu jika Tuhan baik, karena kebaikan Tuhan ia bisa bertemu Alvazka setelah melewati ujian panjang di hidupnya. Hanya saja Ruth sangat khawatir.

Alvazka tersenyum, menepis air mata di pipi Ruth, kemudian mengecup mata gadis itu secara bergantian. “Kalau pun Tuhan berubah pikiran, dan aku harus mati, aku gak punya penyesalan di hidup aku, Ruth karena aku udah ketemu kamu”

Air mata Ruth meluruh, dadanya terasa sesak mendengar ucapan Alvazka. ”Gimana sama aku nanti, Va kalau kamu gak ada” lirihnya.

Alvazka terkekeh melihat Ruth yang menangis. “Aku bakalan minta ke Tuhan buat hidupin aku lagi, Ruth” candanya. Tangan pria itu sibuk menghapus air mata Ruth.

Ruth memukul dada Alvazka pelan. “Aku lagi gak bercanda, Va” ucapnya, mengusap air matanya dengan kasar.

Alvazka menarik Ruth ke dalam pelukannya, mengusap rambut gadis itu. “Kamu gak perlu mikirin gimana nantinya, Ruth. Kamu cukup nikmatin hidup kamu sekarang, lakuin apa pun yang buat kamu bahagia”

Alvazka sedikit menjauhkan tubuh Ruth, ia beralih melirik jam tangannya, kemudian menatap Ruth, mengecup bibir gadis itu sekilas. “Aku berangkat, Ruth” pamitnya. “Udah jangan nangis lagi” ucapnya, mengusap pipi Ruth lembut.

Ruth mengangguk, bangkit dari duduknya, mengantarkan Alvazka sampai pintu apartemen. Ruth baru membalikkan badan saat pintu sudah tertutup rapat. Ruth melangkahkan kakinya masuk ke kamar, mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas. Tangan Ruth bergulir di layar ponsel, mencari artikel terbaru tentang kasus pembunuhan yang terjadi hari ini.

 Tangan Ruth bergulir di layar ponsel, mencari artikel terbaru tentang kasus pembunuhan yang terjadi hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JakartaSeorang wartawan CB News menjadi korban kekejaman pembunuh berantai Necky. Pagi ini, mayat di temukan di TKP  yang sama dengan korban sebelumnya. Korban bernama Novi Indriana (25 Tahun) merupakan salah satu wartawan yang bekerja di CB News. Mayat Novi Indriana di temukan pada Pukul 07.35 dan di bawa oleh pihak Kepolisian Metro Jaya untuk di lakukan autopsi.

Novi kerap mengunggah artikel tentang pembunuhan yang di lakukan oleh Necky. Di duga Necky menargetkan Novi sebagai korban karena tersinggung dengan artikel yang di unggah oleh korban terkait dirinya. Warga semakin takut untuk sekedar membicarakan Necky.

“Saya udah gak mau komentar lagi, takut Necky naruh dendam ke Saya” kata Tio, salah satu warga yang di wawancarai di TKP.

Banyak warga yang masih menyayangkan kinerja kepolisian sampai wartawan yang melakukan pemberitaan harus menjadi korban.

“Kenapa gak polisi aja yang di bunuh sama Necky, kan polisi yang lagi ngincar Necky” kata salah seorang warga yang tidak mau di sebutkan namanya.

Ruth menutup layar ponselnya, sedikit kesal dengan isi artikel itu. Artikel yang di unggah oleh wartawan itu hanya akan mengundang berbagai isu untuk menyalahkan pihak kepolisian.

Ruth semakin khawatir dengan Alvazka, pria itu pasti sangat tertekan dengan tuntutan masyarakat untuk menangkap pelaku.


**********



**********

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


DARK PSYCHE  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang