BAB 10

566 19 0
                                    

WARNING!!
Baca dari awal mengingat cerita mengandung plot twist
Happy Reading,

Pelaku pembunuhan terhadap korban dengan inisial HP berhasil di ringkus pihak kepolisian pada Kamis, 4 Juli 2024. Pelaku dengan inisial DW mengaku membunuh korban karena kesal terhadap korban yang telah  meniduri pacarnya. Pelaku merencanakan pembunuhan pada Senin, 1 Juli 2024 di kediaman korban.
Berdasarkan pernyataan pihak kepolisian, pelaku menusuk korban sebanyak 4 kali di bagian perut, kemudian menggorok leher korban. Pelaku dibawa ke kejaksaan dengan bukti yang diberikan pihak kepolisian berupa senjata pembunuhan, dan sarung tangan yang pelaku gunakan saat melakukan pembunuhan.
Dengan saya, Dwi Angga, BNews melaporkan.”

Suara Televisi memenuhi ruangan putih itu, Alvazka terbaring di ranjang dengan mata tertutup. Di sekitar ranjang Alvazka, duduk rekan kerja satu timnya, dan juga Doni, atasannya. Mereka menunggu Alvazka siuman setelah sebelumnya masuk ruang operasi. Pria itu menerima 15 jahitan di bagian perutnya, dan untung saja tusukan itu tidak mengenai organ dalamnya.

Samar-samar Alvazka mendengar suara pemberitaan yang di tayangkan di Televisi, perlahan matanya terbuka. Wajah panik dari rekan kerjanya yang pertama kali Alvazka lihat saat matanya terbuka sempurna.

“Akhirnya lo sadar, Va. Gue kira udah mati” gurau Pasha, menghilangkan rasa paniknya.

Alvazka tertawa singkat. “Gue gak akan mati semudah itu” sedikit meringis merasakan ngilu di perutnya akibat tertawa.

“Tapi, gak sadar seharian” sindir Rafa.

Alvazka bangkit dari posisi tidur untuk duduk menyender di kepala ranjang, dibantu oleh Arya, wajahnya meringis. “Gimana sama Dipa? udah beres?” tanyanya.

“Udah kayak gini masih aja mikirin Dipa Lo, Va” decak Arya heran.

“Urusan Dipa kamu gak usah pikirin, dia udah di bawa sama pihak kejaksaan, dan dipastiin dia bakalan nerima hukumannya” jelas Doni, menatap ke arah Alvazka.

Alvazka mengangguk. “Kalau Vino, gimana?”

“Gak usah pikirin Vino, dendamo udah tuntas. Pasha langsung habisin dia pas tahu kalau dia yang nusuk lo” jawab Rafa, kembali mengingat membabi buta nya Pasha memukuli Vino di Polda.

Alvazka tertawa singkat. “Kasian gue sama dia”

“Kalau boleh mah gue tusuk balik” ucap Pasha, tampak serius dengan ucapannya.

“Boleh aja, tapi kamu masuk penjara” jawab Doni.

Pasha menyeringai. “Ya, karna itu makanya gak jadi saya tusuk, Pak”

Semua tertawa. Tantangannya menjadi seorang polisi seperti ini. Harus siap melawan penjahat, dan kemungkinan akan terluka saat mengejar penjahat seperti Alvazka. Jika mereka di lukai, mereka tidak bisa membalas perbuatan tersebut dengan melukai balik, mereka hanya bisa membalasnya secara hukum.

“Ini ada sedikit dari atasan buat kalian karna udah berhasil nangkap pelaku” Doni mengeluarkan sebuah amplop dari sakunya.

Arya langsung mengambil amplop itu. “Widihh, bisa nih minum-minum” ucapnya, mengintip isi amplop, bonus dari atasan.

Doni tertawa. “Terserah mau di pake buat apa mah” ucapnya, menepuk bahu Arya.

“Oh, iya, Saya mau balik ke Polda dulu ada pengarahan sama wartawan”

Yang lain mengangguk menanggapi ucapan Doni.

Doni beralih menatap Alvazka. “Cepat sembuh, Va”

Alvazka tersenyum. “Makasih, Pak”

Selepas Doni keluar dari ruangan inap Alvazka, Pasha dan Rafa menghampiri Arya, melihat isi amplop bersama. Alvazka tersenyum saja melihat rekannya kegirangan menerima bonus setelah sekian lama mereka hanya menerima omelan akibat kasus beku yang belum terpecahkan.

“Lumayan nih buat makan-makan ngerayain keberhasilan” ucap Rafa, tersenyum senang. Saat matanya menatap Alvazka senyumnya sedikit luntur. “Nanti pas Alva udah sembuh” sambungnya, tidak ingin rekannya itu tersinggung.

Alvazka tertawa singkat. “Ntar malem juga bisa”

“Yakin lo?” tanya Pasha, sedikit ragu. “Luka lo aja masih basah”

“Udah biasa mah luka kayak gini” ucap Alvazka, kemudian mendesis saat luka di perutnya kembali berdenyut.

“Eh, Va” panggil Pasha, seperti teringat sesuatu.

Alvazka menatap Pasha dengan alis bertaut.

“Pas lo ke lokasi Dipa, Ruth datang ke Polda nyariin lo” ujar Pasha.  “Gue tahu dari Pak Jos yang kemaren ketemu sama Ruth, dia gak nyebutin nama sih, tapi dari ciri-cirinya gue yakin itu Ruth”

Siapa lagi yang penampilannya seperti mayat hidup, tatapan kosong, dan suara lemah kalau bukan Ruth. Seperti itu deskripsi yang diberikan oleh Pak Jos, polisi yang kemarin menjaga meja resepsionis.

Tanpa berbicara, Alvazka bangkit dari ranjang, membuka baju rumah sakit. “Baju ganti gue ada gak?” tanyanya.

“Lo mau kemana?” tanya Arya heran, menatap Alvazka yang bertelanjang dada.

Pasha menyerahkan baju ganti yang tadi sempat ia bawakan untuk Alvazka. Ia tahu baju sebelumnya yang di pakai oleh Alvazka sudah berlumuran darah.

“Gue ada urusan bentar” jawab Alvazka, memakai baju yang di serahkan oleh Pasha padanya.

Alvazka segera berjalan keluar ruangan inapnya, sebelum benar-benar menghilang dari balik pintu suara Rafa menghentikan.

“Ntar malem jadi kan?” tanya Rafa.

Alvazka menoleh. “Atur aja tempatnya, ntar gue susul  kesana”

“Sip” Rafa mengacungkan jempol pada Alvazka yang sudah menghilang di balik pintu.

Tidak ada satu pun yang bisa melarang Alvazka pergi. Jika sudah bertekad, Alvazka tidak akan bisa di hentikan oleh siapa pun.

Arya yang masih bingung ke mana Alvazka akan pergi dengan keadaan sakit begitu, menatap Pasha penasaran. “Alva mau kemana deh, Sha?” tanyanya.

Pasha mengangkat bahu. “Mungkin nemuin Ruth”

DARK PSYCHE  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang