BAB 25

406 15 0
                                    

WARNING!!
Baca dari awal bab mengingat cerita mengandung plot twist


Ruth tersenyum, membenamkan wajahnya di pelukan Alvazka. Tubuh keduanya telanjang di balik selimut setelah percintaan hebat yang mereka lakukan. Alvazka mengusap-usap lengan Ruth lembut, tatapan matanya lurus ke depan.

“Besok kamu libur kan, Va?” tanya Ruth, menengadahkan kepala menatap Alvazka. Pria itu sudah hampir seminggu tidak ada waktu di rumah, lebih sering menginap di Polda, Ruth merasa kesepian sendirian di apartemen.

Alvazka berdeham. Tangannya makin mengeratkan pelukan di tubuh Ruth, mencium pucuk kepala gadis itu, tersenyum. Besok memang hari liburnya, hari Kamis.

“Kamu mau jalan-jalan keluar, Ruth?” tanya Alvazka.

Ruth menggeleng, makin membenamkan wajahnya di dada bidang pria itu. “Aku gak mau keluar. Mau di temenin sama kamu seharian aja, Va” gumamnya.

Alvazka mengangguk. “Maaf, ya, Ruth, kalau akhir-akhir ini aku jarang pulang. Aku lagi ngurusin kasus, masih belum nemuin tersangka Ruth”

Ruth tersenyum, paham dengan pekerjaan pria itu. “Aku gak masalah, Va. Yang penting kamu masih punya waktu sehari buat aku”

“Kalau kamu ada keperluan bisa minta ke Pak Bram pas aku lagi gak ada, Ruth”

Ruth mengangguk. Hening beberapa saat, Ruth yang sibuk dengan pemikirannya sendiri, begitu juga dengan Alvazka. Hanya deru napas masing-masing yang terdengar mengisi ruangan kamar Alvazka.

“Perasaan kamu ke aku kayak gimana, Va?” tanya Ruth, pertanyaan itu terlintas saja di benak Ruth.

Sudah lama mereka bersama, selama itu Ruth sama sekali tidak tahu bagaimana perasaan pria itu. Ruth hanya tahu jika ia menyenangkan bagi Alvazka, entah menyenangkan yang bagaimana. Alvazka tidak pernah membicarakan tentang hubungan mereka statusnya apa, tapi mereka sudah menghabiskan waktu bersama, saling membagi keringat di atas ranjang.

“Kamu menyenangkan, Ruth”

Jawaban yang sudah Ruth dengar berkali-kali dari bibir pria itu. “Selain menyenangkan, aku apa bagi kamu, Va?”

“Kamu milik aku, Ruth”

Ruth menarik napas, udara terasa menipis. Dari kedua jawaban yang di berikan oleh pria itu tidak ada satu pun jawaban yang sesuai dengan harapan Ruth. Perlahan Ruth melepaskan pelukannya di tubuh pria itu. Ruth menatap ke arah lain, tangannya bergerak menepis sebulir air mata yang tanpa sadar sudah membasahi pipinya.

“Aku mau bersih-bersih dulu di kamar mandi, Va” ucap Ruth, tanpa menoleh ke arah Alvazka yang menatapnya heran.

Ruth bangkit dari kasur, membiarkan kaki telanjangnya merasakan dinginnya lantai. Ruth kembali menarik napas panjang sebelum benar-benar berdiri dengan tubuh telanjangnya. Ruth mengambil bajunya yang tergeletak di lantai, memungutnya.

Alvazka masih terdiam bersandar di kepala ranjang, menatap punggung Ruth yang hendak keluar kamar. “Kamu mau aku nikahin kamu, Ruth?” tanyanya.

Ruth bergeming beberapa saat, menggeleng tanpa melihat ke arah Alvazka. “Kita tetap kayak gini aja selamanya, Va. Aku akan terus temenin kamu” ucapnya tercekat. Ruth menarik napas sejenak, menengadah menahan air matanya yang sudah berkumpul di pelupuk mata. “Di ranjang” lanjutnya.

Ruth merasa jika dirinya hanya cocok menemani Alvazka di ranjang, hanya sebatas itu karena Ruth menyenangkan dan milik pria itu. Arti Ruth bagi Alvazka mungkin hanya sebatas itu saja, tidak lebih, tidak seperti Ruth yang berharap jika ia bisa menghabiskan sisa hidupnya bersama Alvazka. Mungkin, pria itu juga ingin menghabiskan waktunya bersama Ruth, tapi, di ranjang.

Ruth meninggalkan kamar Alvazka dengan perasaan yang tidak bisa ia jelaskan, kecewa dengan harapannya yang berlebihan, kecewa dengan Alvazka.

Memangnya Ruth siapa merasa kecewa terhadap Alvazka? Ruth bukan siapa-siapa, sekali lagi perlu di ingatkan, Ruth menyenangkan karena itu Alvazka menjadikan Ruth miliknya.

Ruth terduduk lemas di balik pintu kamar mandi, membekap mulutnya yang mengeluarkan isak tangis. Ruth berjalan menuju shower, membiarkan tubuhnya terduduk di bawah guyuran shower. Dengan tangan gemetar Ruth mengeluarkan sesuatu dari saku celana yang ada di dekapannya.

Sebuah benda pipih, panjang berwarna pink ada di tangan Ruth. Testpack. Terlihat jika di sana terdapat dua garis merah. Ruth hamil. Ruth menggenggam erat testpack di tangannya, isak tangisnya semakin kencang, bahunya bergetar hebat.

Ruth sudah telat selama dua minggu, memutuskan untuk mengeceknya, dan hasilnya positif. Awalnya Ruth senang, tapi sekarang Ruth putus asa. Niatnya tadi ingin memberitahu Alvazka perihal kehamilannya ia urungkan. Untuk sekedar menganggap Ruth lebih dari menyenangkan saja pria itu tidak bisa. Apalagi kalau tahu Ruth hamil, Alvazka pasti tidak akan terima dengan riwayat Ruth yang pernah di setubuhi oleh mantannya berulang kali. Bisa saja jika yang ada di kandungan Ruth bukan anak Alvazka.

Ruth melemparkan testpack ke sembarang arah, memukul-mukul perutnya berulang kali, kenapa harus tumbuh di waktu yang tidak tepat, kenapa harus ada dia di rahim Ruth saat hubungan Ruth dan Alvazka belum jelas.

Ruth meringis saat merasakan perutnya sedikit sakit akibat pukulannya yang begitu keras. Gadis itu meringkuk di bawah shower, memeluk dirinya sendiri.

Ruth membekap mulutnya saat mendengar ketukan pintu dari luar, semakin memperbesar aliran air di shower. Ruth sama sekali tidak menjawab panggilan dari Alvazka.

“Ruth”

Alvazka mendekatkan telinganya ke pintu kamar mandi, berusaha mendengarkan apa yang sedang di lakukan oleh Ruth di dalam sana.

“Ruth, kamu gak kenapa-napa kan? Kamu udah lumayan lama di dalam, Ruth” Alvazka mulai khawatir, Ruth belum juga keluar dari kamar mandi padahal sudah lebih dari 30 menit.

“Ruth” panggil Alvazka lagi.

“Ruth kalau kamu gak keluar-keluar aku dobrak pintunya Ruth”

Ruth bangkit dari posisinya, mencari testpack yang tadi ia lempar, membuangnya ke dalam tong sampah yang ada di kamar mandi. Ruth segera mematikan shower, menatap wajahnya di cermin, tidak terlalu buruk.

“Ruth”

Panggilan Alvazka terdengar lagi, Ruth segera memakai handuk untuk menutupi tubuh telanjangnya. Tangan gadis itu bergerak membuka pintu kamar mandi sebelum Alvazka mendobraknya.

Ruth menatap ke arah Alvazka dengan senyuman lebar, menatap wajah khawatir pria itu. Kekhawatiran yang tidak seharusnya Ruth terima karena itu hanya membuat Ruth kembali merasa hatinya terluka.

"Aku sekalian mandi tadi, Va” ucap Ruth, tersenyum.

Alvazka menatap Ruth yang tersenyum dengan tatapan tidak suka. “Kamu mau apa Ruth dari aku?” tanyanya.

Alvazka bukan pria yang tidak peka, tanpa diberitahu apa mau Ruth, harusnya Alvazka langsung paham, atau pria itu sedang pura-pura tidak tahu.

“Kamu mau aku nikahin kamu Ruth? Kalau iya, aku bisa nikahin kamu sekarang juga, Ruth”

Ruth terdiam. Semudah itu Alvazka mengatakan akan menikahinya, sementara perasaan yang di rasakan oleh pria itu pada Ruth saja ia tidak tahu. Bagaimana bisa Alvazka menikahi Ruth jika pria itu tidak mencintainya?

“Kalau kamu gak ngomong sama aku, gimana aku bisa tahu apa mau kamu, Ruth”

“Aku hamil” ucap Ruth, memperhatikan mimik wajah Alvazka. Pria itu tampak terkejut, dan terdiam, berdiri di depan Ruth.

Ruth tersenyum getir, matanya berkaca-kaca, menahan sesak yang kembali menderanya. Beberapa detik Ruth menunggu, tidak ada respon dari Alvazka, pria itu masih terdiam di tempatnya, tidak mengatakan sepatah kata pun.

Ruth tertawa terbahak, tawa yang ia buat-buat, menyembunyikan perasaan kecewanya setelah melihat reaksi Alvazka. “Aku bercanda, Va. Kamu jangan diem gitu dong denger candaan aku. Aku gak mungkin hamil, Va”

“Aku gak suka sama bercandaan kamu, Ruth. Itu bukan hal yang bisa kamu bercandain” ucap Alvazka tidak suka.

“Aku menyenangkan kan, Va?” tanya Ruth.

“Tapi, itu gak lucu, Ruth” ucap Alvazka kesal, pergi meninggalkan Ruth.

Ruth terdiam di pintu kamar mandi, menatap lurus ke depan. Ia bisa mendengar jika pria itu menutup pintu apartemen, mungkin pergi keluar. Tangan Ruth bergerak memegang gagang pintu dengan erat, kakinya terasa melemas, seakan tidak sanggup menahan bobot tubuhnya.

Kata terakhir Alvazka kembali terngiang di benak Ruth. Itu gak lucu, Ruth. Iya, bagi Ruth ini juga tidak lucu. Hidup Ruth tidak selucu itu sampai Alvazka bisa mengatakan jika ia menyenangkan.

********



********

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


DARK PSYCHE  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang