BAB 8

565 23 0
                                    

WARNING!!
Baca dari awal mengingat cerita mengandung PLOT TWIST
Happy Reading,


Alvazka masuk ke ruangan kerja, menghampiri Arya dan juga Pasha yang sedang sibuk membuat bagan penyelidikan di sebuah papan di dalam ruangan itu.

Alvazka menghapus nama Ruth yang terletak di daftar tersangka. “Gue yakin Ruth bukan pelakunya”

“Tapi, darah Hafiz ada di baju Ruth” bantah Pasha, tidak setuju dengan pendapat Alvazka.

“Lo berdiri di sana, Ya” perintah Alvazka, menunjuk ke arah depannya.

Arya mengikuti, berdiri di depan Alvazka.

“Mundur dikit”

Arya memundurkan langkahnya, berdiri dengan jarak beberapa langkah dari Alvazka.

“Ada yang bisa gue gunain sebagai pengganti darah gak?” tanyanya pada Pasha.

Meskipun sedikit bingung, Pasha meneliti sekeliling ruangan, mencari barang yang di maksud oleh Alvazka. “Tinta ini?” tanyanya, mengangkat botol yang berisi Refill tinta printer.

Alvazka mengeluarkan isi tinta yang berwarna merah, melumuri tangannya dengan tinta itu. Kemudian, Alvazka berjalan dengan terburu-buru, sedikit panik ke arah Arya, menabrak tubuh pria itu.

Arya sedikit mengaduh karna senggolan bahu Alvazka yang cukup keras. “Aduh” Arya meringis. “Lo nabrak gue kayak punya dendam kesumat aja”

“Lihat ini” Alvazka menunjuk baju Arya yang terkena tinta spidol dari tangan Alvazka. “Di baju Ruth ada darah Hafiz karena dia di tabrak sama pelaku pas mau ke tempat Hafiz”

“Iya, bener juga” seru Arya, menatap bajunya yang sudah terkena tinta. Cukup masuk akal dengan semua yang di katakan Alvazka.

“Posisi kena tintanya sama persis, di sekitar lengan baju Ruth” jelas Alvazka lagi.

“Oke. Gue paham Ruth di tabrak sama pelaku. Tapi, karna Ruth yang di temuin di TKP dan bajunya ada darah Hafiz, dia satu-satunya yang bakalan dijadiin tersangka” ucap Pasha.

“Gimana sama senjata pembunuhan. Senjata pembunuhannya gak di temuin di TKP dan kemungkinan di bawa sama pelaku. Sementara Ruth di temuin sama pelapor di dalam kamar Hafiz yang artinya Ruth gak akan sempat nyembunyiin senjata pembunuhannya di tempat lain selain di kamar Hafiz atau di bawa sama dia sekarang” Alvazka masih belum menyerah menjelaskan teori analisisnya.

“Ruth bilang kalau dia di tabrak orang ke Lo?” tanya Pasha.

Alvazka mengangguk. “Iya, dia di tabrak orang di jembatan dekat rumah Hafiz”

“Kita cari senjatanya di sekitar sana, bisa aja pelaku jatuhin senjatanya pas nabrak Ruth” ujar Arya, memberikan saran.

Pasha mengangguk setuju. Sedangkan Alvazka tersenyum senang, rekannya mau membuktikan kebenaran dari teori yang ia sampaikan.

“Lo berdua cari senjatanya disana, gue mau ke ruangan autopsi, ngecek kondisi mayatnya” ucap Alvazka yang di balas dengan anggukkan oleh kedua rekannya.

Mereka bergerak dengan cara membagi tugas lebih baik, dengan begitu mereka bisa mendapatkan bukti yang bisa mengarahkan mereka kepada pelaku sebenarnya di balik pembunuhan Hafiz.

Alvazka masuk ke dalam ruangan autopsi dengan memakai masker dan baju operasi, mengamati mayat Hafiz yang terbaring di ranjang mayat.

“Gimana Gar hasilnya” tanya Alvazka pada Tegar yang sedang menutupi tubuh Hafiz dengan kain putih.

Tegar menatap tangan Alvazka yang berwarna merah. “Tangan lo luka, Va?” tanyanya heran.

Alvazka mengangkat tangannya seakan mengerti dengan apa yang di maksud oleh Tegar. “Cuma tinta”

Tegar mengangguk, membuka kembali kain putih yang menutupi mayat Hafiz. “Bagian leher, luka yang sama persis kayak pembunuhan sebelumnya” jelasnya menunjuk leher Hafiz, luka sayatan yang melingkar di sana.
“Bedanya disini” Tegar beralih menunjuk perut Hafiz. “Ada 4 tusukan, arah tusukannya gak teratur, emosi pelaku kelihatan dari luka yang dihasilkan. Sementara di bagian leher gak ada emosi sama sekali dari lukanya, dan sayatannya rapi, pelaku udah profesional kayak kasus sebelumnya”

“Apa mungkin MO pelaku berubah?” tanya Alvazka.

Tegar kembali menutup mayat Hafiz, membuka kacamatanya, kemudian menatap Alvazka. “Bisa iya, bisa enggak” jawabnya ragu. “Kemungkinannya engga. Selama ngelakuin pembunuhan ke 11 korban sebelumnya, pelaku konsisten dengan apa yang dia lakuin, pembunuhannya sangat rapi, mustahil buat ngelakuin pembunuhan baru layaknya pembunuh amatir”

Alvazka mengangguk. “Sidik jari gimana?”

Tegar menggeleng. “Gak ada sidik jari di tubuh korban”

“Gue boleh minta hasil analisisnya?”

Tegar beranjak menghampiri tempat laporan yang di tulis oleh asistennya. “Ini baru ada laporan pas autopsi, belum laporan resmi, bisa Lo pakai dulu buat penyelidikan, tapi nanti balikin ke gue kalau udah Lo copy” Tegar menyerahkan laporan yang masih tulis tangan.

Alvazka mengambil laporan itu, tangannya bergerak menepuk bahu Tegar. “Thank you, Gar”

“Va” panggil Tegar, menghentikan langkah Alvazka yang hendak keluar ruangan.

Alvazka membalikkan badannya, menatap Tegar dengan alis bertaut, menunggu apa yang akan di ucapkan oleh pria itu selanjutnya.

“Di kamar Hafiz ada sidik jari orang lain yang kita temuin. Mungkin bisa jadi petunjuk tambahan, nanti laporan hasil identifikasinya gue kirim ke email tim 1”

Alvazka mengangguk, kembali berbalik arah keluar ruangan autopsi. Sidik jari yang di maksud Tegar pasti punya Ruth, gadis itu yang memasuki kamar Hafiz setelah Hafiz terbunuh. Ruth satu-satunya orang yang masuk ke kamar Hafiz tanpa memakai sarung tangan.

Di lain sisi, Arya dan Pasha sedang menelusuri daerah di sekitar jembatan yang ada di dekat tempat tinggal Hafiz, dibantu oleh beberapa polisi setempat. Sudah 30 menit mereka menelusuri tempat itu, masih belum menemukan senjata pembunuhan.

Arya menundukkan kepalanya saat matanya melihat setetes darah di jalanan dekat jembatan. “Sha, sini deh” panggilnya.

Pasha menghampiri Arya, mengikuti arah pandangan pria itu. “Ini darah?” tanya Pasha terkejut.

Arya mengangguk, memegang darah itu dengan jarinya, kemudian menciumnya. Meskipun darahnya sudah mulai mengering, tapi Arya masih bisa mencium bau yang menempel di tangannya. “Darahnya belum lama. Pasti disini pelaku nabrak Ruth”

Pasha bergerak, menelusuri di sekitar sana, matanya menatap ke arah rerumputan di tepi jalan, ada sesuatu yang ia lihat disana. Pasha memakai sarung tangan, mengambil benda yang ia lihat, sebuah pisau dengan mata pisau yang terbungkus plastik, noda darah juga ada di pisau itu.

Pasha tersenyum menatap pisau yang ia temukan, senjata pembunuhan. “Udah ketemu, Ya”

DARK PSYCHE  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang