Bagian 7

220 24 2
                                    

Weekend telah tiba, waktunya para pekerja untuk dapat rehat sejenak dari penatnya pekerjaan. Hari Sabtu ini hanya Nuga dan Amel yang tetap pergi bekerja karena mereka berdua adalah tenaga kependidikan yang mana SD, TK dan PAUD masih tetap masuk di hari Sabtu, sisanya akan tetap berada di kosan.

Seperti biasa koki kebanggan KLM yaitu Selin, Nuga, dan Pramudya sudah berkutat di dapur untuk membuat hidangan sarapan dengan Angga, Farrel, dan Sasa yang sudah duduk manis di meja makan sebab mereka sudah merasa sangat kelaparan. Biasa, para mahasiswa kalong pengejar jadwal sidang.

"Nih, makan ini dulu." Selin memberikan 3 lembar roti panggang dengan selai cokelat di atasnya.

"Menunya ini?" Tanya Farrel.

"Tuh telur dadarnya baru dibalik Mas Pram." Selin menunjuk Pram yang sedang beratraksi membalik telur dadar dengan cara dilempar ke atas.

"Gak usah sok iye, Pram. Masak yang bener, harga telur lagi naik." Ujar Aca yang baru saja datang bergabung di meja makan.

"Dih, lo meragukan seorang Pramudya, Ca?" Pram menoleh ke belakang dengan wajahnya yang dibuat begitu sombong.

"Gosong nuggetnya." Nuga menyenggol badan Pram yang sebenarnya tidak begitu terasa karena badan Pram jauh lebih tinggi dan besar dari Nuga.

Buru-buru Pram kembali fokus dengan sebuah wajan yang digunakan untuk menggoreng nugget dan juga teflon yang digunakan untuk menggoreng telur dadar. Nugget sebenarnya adalah bagian Selin, tapi gadis itu menitipkannya pada Pram agar bisa membuat roti cokelat untuk 3 mahasiswa kelaparan dan dilanjut membuat kopi sebab Amar baru saja turun.

"Tumben." Amar berujar sembari menatap Sasa yang ada di sampingnya. Biasanya memang Sasa baru akan bergabung jika meja makan sudah ramai, sedangkan sekarang terbilang masih terlalu pagi untuk Sasa keluar kamar.

"Aku kelaparan, Ayah. Tolong kasih aku makan, roti aja gak cukup." Sasa bergelendotan manja di lengan Amar.

"Sabar, tuh nasinya baru mateng, masih panas, Sa." Ujar Selin yang datang mendekati keduanya untuk memberikan kopi milik Amar.

"Ibu, laper." Sasa beralih memeluk pinggang Selin.

"Ini loh dimakan dulu." Selin mengambilkan roti yang sudah digigit setengah oleh Sasa kemudian disuapkan.

"Kurang." Ujar Sasa.

"Sana ambil nasi, ambil kipas, dikipasin nasinya biar cepet." Amar memberi saran.

Segera gadis itu berdiri untuk mengambil nasi kemudian berlari ke kamar untuk mengambil kipas portable miliknya.

"Laper banget kayanya?" Aca bahkan sampai heran.

"Laper banget sumpah, Mba." Ujar Sasa yang sekarang fokus mengipasi nasinya.

"Kenapa gak bikin mi? Aca udah nyetok mi di laci." Nuga bertanya saat dirinya datang untuk meletakkan sepiring nugget.

"Gak berani. Dipikir abis kejadiannya Mba Janet itu gue berani keluar kamar, Mas? Ya nggak lah, parno banget." Ujar Sasa.

"Tapi semalem oke kan ya?" Tanya Amar.

"Oke sih kayanya." Jawab Sasa.

"Eh bayar kas ya, udah menipis nih kasnya. Kalo besok masih mau makan enak, mending buruan bayar kas." Ujar Aca yang tiba-tiba sudah mengeluarkan sebuah buku kecil dari saku baju tidurnya.

"Pantes ikutan kumpul pagi-pagi." Ujar Farrel dengan wajah masam.

"Eh gue selalu kumpul pagi-pagi ya bocil." Ucap Aca tak terima.

Kos Lembah ManahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang