Bagian 8

208 26 6
                                    

TW // Darah

Kejadian di hari Sabtu pagi yang hampir saja membuat Selin menjadi korban tentu sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Berawal dari gangguan suara, benda jatuh, sosok menyerupai Sasa, hingga berujung pada Amar yang setengah tubuhnya dikendalikan oleh 'sesuatu' untuk dijadikan alat agar bisa mencelakai Selin.

Terhitung sudah lebih dari 2 minggu mereka mendapatkan gangguan dan sudah selama itu pula mereka terus berusaha 'memperbaiki' keadaan kos dengan cara berdoa bersama selepas maghrib. Seharusnya gangguan bisa mereda seiring dengan ditingkatkannya intensitas berdoa, tetapi harapan hanya tinggal harapan, bukannya membaik malah keadaan semakin memburuk.

Pada awalnya para penghuni kos sepakat di malam minggu itu akan diadakan kembali doa bersama dengan mengundang Bapak dan Ibu pemilik kos yakni Pak Abi dan Bu Siti. Sedikit informasi, hingga saat ini Amar dan penghuni kos lain belum melaporkan gangguan ini kepada Pak Abi karena pada awalnya mereka merasa bisa mengatasi sebab gangguannya hanya sekedar gangguan kecil. Akan tetapi di malam minggu itu Pak Abi dan Bu Siti sedang ada keperluan lain sehingga mereka mengatakan baru bisa mengikuti doa bersama di hari Minggu, malam Senin.

Meski tidak dihadiri pemilik kos, doa bersama tetap dilaksanakan seperti biasa. Kali ini durasi berdoa menjadi lebih panjang dan dirapalkan dengan lebih lantang, berharap 'sosok' itu mendengar dan merasa tak nyaman berada di dalam kos.

"Malam ini Pak Abi sama Bu Siti jadi dateng kan?" Tanya Angga.

"Jadi, nanti sekalian gue kasih tau alasan kenapa kita tiba-tiba ngadain pengajian di kosan." Jawab Amar.

"Emang kemarin Pak Abi gak tanya, Mar?" Tanya Nina.

"Sempat tanya, gue cuma bisa jawab singkat soalnya beliau udah mau pergi." Ujar Amar.

"Boleh gak sih sekalian ngundang tetangga sebelah?" Tanya Janet.

Ke-11 penghuni lainnya langsung menoleh ke arah Janet. Mereka semua saat ini tengah berkumpul di ruang tengah dengan menggelar karpet serta kasur lipat. Semejak kejadian Janet dan Selin memang mereka sekarang menjadi sering bergerombol, bahkan Janet saja sekarang menetap di kamar Aca karena takut sendirian di kamarnya.

"Maksudnya tuh biar makin banyak yang ikut berdoa gitu loh." Janet menjelaskan.

"Masa ngundang tetangga gak dikasih apa-apa?" Tanya Nuga.

"Beli jajan seadanya aja, kan ada tuh pasar sore yang buka di deket kampusnya bocil-bocil." Ujar Yohan.

"Duitnya?" Tanya Aca.

"Lo belum bayar kas bulan ini ya, Mas Yohan." Imbuhnya.

"Cepet banget lo kalo soal duit." Yohan mencibir sembari mengeluarkan dompet dari saku celananya.

"Uang kasnya cukup, Ca?" Tanya si kepala suku.

"Cukup sih, tapi ya mepet." Jawab Aca.

"Uang darurat mau dipake aja?" Kali ini Aca bertanya.

"Jajan pasar kira-kira berapaan?" Tanya Nina.

"Tergantung sih Mba. Biasanya kalo yang manis mulai tiga ribuan, yang gurih lima ribuan." Ujar Nuga.

"Nih gue bantu dikit." Nina mengeluarkan uang biru dari kantong kemejanya.

"Cuma ada dua puluh nih, Ca, di kantong gue." Janet memberikan uang hijau.

"Sebagai model yang baik hati dan tidak sombong." Pram juga memberikan uang biru kepada Aca.

"Gue sama Selin." Amar memberikan uang merah muda.

Selin mendengar itu hanya melirik sekilas, Amar yang sadar juga membalas lirikan Selin.

"Akur lah kalian berdua, masa gue broken home?" Ujar Sasa.

Kos Lembah ManahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang