Bagian 18

213 33 9
                                    

TW // Pembunuhan, Mayat

Pukul 6.40 pagi gerbang Kos Lembah Manah diketuk oleh seorang pria paruh baya. 12 penghuni kos yang memang sudah terjaga nampak sudah siap siaga menerima siapapun tamu yang datang pagi ini.

"Biar gue yang buka, lo semua tunggu sini." Ujar Amar yang kemudian berjalan keluar.

"Mas, Mba."

Tubuh Amar menegang mendengar suara pria paruh baya di balik gerbang kosannya. Suara itu adalah suara Pak Udin, seorang penjaga kos yang selama ini telah dicurigai oleh Pak Abi dan juga 12 penghuni kos.

"Iya, Pak. Ada apa ya pagi-pagi ke kosan?" Amar berusaha seramah mungkin saat membukakan pintu gerbang.

"Ini saya disuruh Bu Siti ke halaman belakang, beliau mau nanam bunga jadi saya disuruh ambil tanah sama pupuk di gudang." Ujarnya.

"Iya, monggo." Amar mempersilakan Pak Udin untuk masuk.

Semua penghuni kos yang berkumpul di meja makan sontak terkejut karena yang masuk ke dalam rumah adalah Pak Udin kemudian disusul oleh Amar. Semuanya sudah diberitahu tentang teori gila yang sempat Selin ucapkan, terlebih semalam Pak Ardhi kembali menelepon Selin yang bisa langsung didengarkan oleh 12 pasang telinga.

"Wih kumpul kumpul nih mumpung hari Minggu." Ujar Pak Udin.

"Iya nih, Pak. Mumpung minggu ini semuanya libur jadi sekali-kali kumpul bareng." Selin juga memasang wajah seramah mungkin untuk menanggapi Pak Udin.

"Pak Udin ada keperluan apa pagi-pagi ke kosan?" Tanya Janet.

"Nih disuruh Bu Siti ambil tanah sama pupuk ke gudang. Saya ke belakang dulu ya, Mba, Mas." Pak Udin menjawab pertanyaan Janet dan langsung pergi begitu saja ke halaman belakang.

"Pak Udin." Sasa memanggil.

Pria paruh baya yang sudah berada di halaman belakang itu pun menoleh, "Kenapa, Mba Sasa?"

"Minta nomor barunya Yulia dong, Pak. Masa nomor yang biasanya gak bisa ditelepon sih. Yulia kan kerja di luar kota pasti sering telepon Pak Udin sama Bu Edah." Sasa sengaja memancing.

Dengan sangat jelas 12 penghuni kos itu melihat perubahan ekspresi wajah Pak Udin, "Saya aja gak pernah ditelepon, Mba, apalagi kalian. Sudah lupa dia sama bapak ibunya, gak usah dibahas lagi." Dan setelah itu Pak Udin pergi ke gudang.

"Sumpah mukanya psycho banget, anjing." Farrel mengumpat dengan suara yang ditahan.

"Bapak sampe sini jam berapa sih, Lin? Mumpung orangnya ada di sini nih, gak bisa kabur kemana-mana." Tanya Nina.

"Bapak udah deket, ini Mas Amar dari tadi ngirim chat ke Pak Abi. Beliau udah jalan ke sini." Jawab Selin.

Mereka semua duduk melingkar di meja makan dengan jantung yang berdegub kencang menanti kedatangan pemilik kos, Pak Abi. Semuanya masih abu-abu tapi entah mengapa teori asal yang disebutkan Selin terasa nyata adanya sehingga mereka merasa takut sendiri melihat Pak Udin ada di sekitar.

"Mas Amar!"

Beruntung Pak Abi bisa sampai dengan cepat dan langsung memasuki kos bersama 3 orang laki-laki yang wajahnya asing dan 2 orang tukang yang biasanya disewa jasanya oleh Pak Abi untuk membetulkan rumah dan kosan.

"Dia di dalem?" Tanya Pak Abi pada Amar.

"Iya, Pak. Bilangnya disuruh Bu Siti ambil tanah sama pupuk di gudang." Jawab Amar.

"Wong istriku aja ke pasar dari jam enam tadi, bisa-bisanya ngomong disuruh Bu Siti." Pak Abi nampak kesal.

"Terus ini gimana, Pak? Bukti yang kami kasih semalam apa cukup kuat?" Tanya Yohan.

Kos Lembah ManahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang