39. Epilog

10K 993 237
                                    

Beberapa saat setelah mendengarkan pidato dari Kathrina yang berhasil mendapatkan peringkat tertinggi di SMA Puncak Prestasi, hiruk pikuk serta suara tepuk tangan dari para siswa mau pun para tamu undangan mulai terdengar menggema ke seluruh penjuru ruangan besar tersebut. Tak seorang pun tidak bertepuk tangan, termasuk Florisha dan Freyana yang kini duduk bersebelahan. Satu persatu bagian dari acara telah mereka lewati, bahkan kini acara perpisahan sekolah tersebut telah usai.

Florisha bangkit dari duduknya yang dengan cepat diikuti oleh Freyana. Gadis mungil itu menoleh kala jemarinya segera digenggam lembut oleh sang pacar yang selalu menemaninya di segala kondisi. Ia tersenyum manis kala Freyana menampilkan senyum karamel termanisnya. "Setelah ini, kamu mau langsung pulang atau mau ngobrol dulu?"

Gadis mungil itu terkekeh pelan. "Fre? Kita udah ngobrol loh setiap hari. Bahkan, kita videocall juga setiap saat. Masih kurang, kah?"

Freya mengerucutkan bibirnya tanda tak suka dengan ucapan Florisha. "Flo, sebentar lagi kamu berangkat ke Jepang buat kejar cita-cita kamu. Nanti kalo aku kangen, gimana? Lagipula, kenapa harus ke Jepang, sih?"

Florisha memutar bola matanya malas. Gadis mungil itu kini memposisikan tubuhnya, berdiri tepat di hadapan Freyana sembari menggenggam kedua tangannya. Ia menatap netra Freya dalam dengan senyumnya yang kian merekah. Florisha menghela napasnya secara perlahan, ibu jarinya terus mengusap punggung tangan Freya berniat menenangkannya—mungkin?

"Freya, kan aku berangkatnya bareng kamu, sayang. Kamu kan juga bakal tinggal di Jepang, kita tinggal bareng. Gimana, sih? Perlu aku ingetin berapa kali, hm?"

Gadis yang lebih tinggi tersenyum miring, menyeringai. "Oiya, bener. Kan nanti kita tinggal bareng ya di Jepang," jawab Freyana dengan wajah tengil yang berhasil membuatnya mendapatkan sebuah sentilan dari sang pacar tepat pada keningnya. "Floraaa! Sakit!"

"Berhenti pura-pura lupa!" kesal gadis mungil itu yang segera melenggang pergi meninggalkan Freya yang kini mulai mengejarnya dan berusaha kembali menggenggam jemari gadis mungil tersebut. "Kamu nyebelin, jangan gandeng aku."

"Flo, ih! Ngambek terus! Flora, maaf!"



Dari kejauhan, Fadel menatap Florisha dan juga Freyana yang tengah berjalan seraya bergandengan tangan dengan senyum tipisnya. Tiba-tiba, Hazel merangkulnya dari belakang kala gadis berambut coklat tersebut menyadari apa yang tengah Fadel pandang. "What's going on, bro? Masih gamon?" tanya Hazel disela kekehannya.

Jika harus jujur, sebenarnya Fadel masih memiliki sedikit rasa pada Florisha. Bagaimana pun, gadis itu adalah pacar pertama yang pernah buatnya mabuk kepayang. Ada perasaan sakit setiap ia mengingat kejadian empat tahun lalu. Namun, nasi sudah menjadi bubur, bukan? Mereka sudah tidak mungkin berteman karena Freyana pasti tidak akan suka jika dirinya berteman dengan Florisha.

"Udahlah, jadiin Florisha sebagai kenangan atau pelajaran yang pernah lo alamin aja, Del. Lagipula, cewe di depan lo ini lebih cantik," ucap Hazel yang berubah menjadi sebuah bisikan pada akhir kalimatnya. Gadis itu menaik-turunkan kedua alisnya, berusaha meyakinkan Fadel.

Fadel memutar bola matanya malas. "Lo aja sana yang pacarin Misya. Kan lo yang suka sama dia," jawab Fadel asal kemudian menunjuk gadis yang tengah berjalan di depannya dengan ujung dagunya. "Cantik banget, sayang kalo gak lo pacarin, Zel." Hazel menggaruk pipinya pelan mendengar titah Fadel.

Merasa dibicarakan, gadis cantik itu memutar tubuhnya seraya memicingkan matanya tajam menatap dua orang yang sejak tadi berjalan tepat di belakngnya. "Lo berdua ngomongin gue lagi, ya? Bisa gak sih sesekali ajak gue ngobrol juga?" pintanya sedikit memelas.

Obsessed (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang