06. Salah Tingkah

13K 998 61
                                    

Hari demi hari, rasanya tak habis-habis Kathrina merundung Gita. Mulai dari yang ringan, hingga yang membuat Gita muak dan ingin mencabiknya. Kathrina selalu hadir di mana pun untuk mengganggunya. Seperti saat ini, Kathrina yang menabrak bahu Gita dengan sengaja, membuatnya menjatuhkan buku yang sedang berada dalam genggamannya.

"Ups! Sorry," ucapnya tanpa rasa bersalah dengan tangan dilipat di depan dadanya. "Yah, berantakan deh," lanjut Kathrina sembari menatap Gita remeh. "Makanya kalo jalan tuh pake mata kepala, bukan mata kaki."

Gita mengepalkan kedua tangannya, rahangnya mengeras seraya menatap Kathrina penuh amarah. Kesal? Tentu. Marah? Apalagi. Rasanya Gita ingin sekali memukul kepala gadis tinggi di hadapannya. Namun, ia tak boleh melakukan hal tersebut atau ia akan dirundung lebih parah dari yang sebelumnya.

Gadis itu menghela napasnya tanpa menoleh sedikit pun ke arah Kathrina. Gita mulai berlutut untuk kembali menata buku-bukunya yang berjatuhan. Tanpa sadar, tiba-tiba Kathrina juga ikut berlutut, membantunya tanpa diminta.

Gita sedikit terkejut, namun ia tetap berusaha mendatarkan nada suaranya. "Ngapain? Aku bisa sendiri, Kath. Mending sekarang kamu ke kelas sana. Pasti pelajarannya udah di mulai," suruh Gita ketus atau lebih tepatnya—mengusir Kathrina.

Kathrina menghentikan pergerakannya lalu mengerutkan dahinya. "Stop suruh-suruh aku," ujarnya lalu kembali menata buku yang berserakan di lantai. Ia benci disuruh melakukan hal lain jika sedang melakukan suatu hal yang penting baginya.

Gita menatap Kathrina datar, aneh rasanya. Setiap berhadapan dengan orang lain, Kathrina akan menggunakan "lo-gue" saat berbicara dengan Gita. Namun, jika hanya berdua dengannya, gadis itu langsung merubah penggunaan kosakatanya menjadi lebih sopan.

Gita langsung mengalihkan pandangannya saat Kathrina tiba-tiba menangkap netranya yang tanpa sadar menatap Kathrina terus menerus. "Oke, makasih bantuannya," ucap Gita kemudian segera mengambil buku yang berada dalam genggaman Kathrina lalu segera pergi meninggalkan gadis itu sendirian di koridor.

Kathrina pun mengerucutkan bibirnya dan menghentakkan kakinya beberapa kali saat Gita melenggang pergi begitu saja, meninggalkannya sendirian. "Ish! Sesalah itu kah gue sama lo?" gumamnya pelan yang tentu hanya dapat didengar oleh dirinya sendiri. "Dingin banget kaya kulkas."

Gita sebenarnya tidak ingin mendiamkan Kathrina. Hanya saja, setiap menatap mata Kathrina, semua hal mengerikan yang gadis itu lakukan padanya akan kembali terputar layaknya sebuah rekaman video. Membungkam dirinya sendiri adalah satu-satunya cara agar ia tetap aman.

"Aku harap kamu bisa secepatnya berubah, Kath."



Misya menatap kedatangan teman sebangkunya yang sedang berjalan menghampirinya kemudian duduk di sampingnya. "Lama banget lo, Kath. Abis darimana aja?" tanya Misya sedikit menoleh lalu kembali menatap papan tulis.

"Bantuin Gita," jawab Kathrina yang baru saja duduk di kursinya, membetulkan posisi kacamatanya. "Dia kenapa dingin banget, sih? Kaya kulkas."

Misya tersenyum tipis lalu menggeleng pelan. "Gue yakin sebelumnya lo isengin dia dulu, 'kan?" balas Misya to-the-point.

Mendengar penuturan Misya, membuat Kathrina menghentikan gerakannya yang baru saja ingin menyandarkan kepalanya di atas mejanya. Hal tersebut terhenti karena Kathrina sedikit terkejut. Ia melirik Misya tajam. "Sumpah, gue takut sama lo, Sya. Lo stalker, ya?"

"See? I always right." Misya terkekeh lalu kembali melanjutkan menuliskan catatan pada buku tulisnya. "Lo terlalu gampang buat ditebak, Kath."

Kathrina berdecak pelan, masih terdiam seribu bahasa. Memikirkan berbagai cara agar ia dapat terus mendekati Gita. Kepalanya terasa sangat penuh, gadis itu pun membuka kacamatanya, melipatnya, kemudian meletakkan kepalanya di atas meja. "Sya. Bantuin gue, Sya."

Obsessed (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang