"Pada dasarnya, ketika kembali bertemu dengan hari kelahiran, kita akan semakin dekat dengan kematian."
———~~~~
Jevan melangkahkan kakinya di koridor rumah sakit jiwa menuju ruang rawat Bunda. Pada malam itu, Jevan benar-benar memutuskan untuk membawa Bunda ke rumah sakit jiwa demi kesehatannya.
Pagi-pagi sekali, sebelum berangkat sekolah dia berkunjung. Ia masuk ke ruangan Bunda, menatap wanita itu yang masih tertidur pulas. Ia tersenyum tipis, lalu mencium kening Bundanya.
"Bunda, hari ini tepat 18 tahun Bunda jadi Ibu. Makasih udah lahirin Jevan, dan makasih udah jadi Bunda yang hebat, yang berhasil ngebesarin Jevan sendirian." ucapnya.
Ia diam sejenak, masih terus memandang Bunda dengan tatapan teduh. Bibirnya terangkat membentuk senyuman ketika mata Bunda terbuka.
"Jevan..." ucapnya, dengan suara serak khas bangun tidur.
Jevan tersenyum, lalu memegang tangan Bunda erat. "Bunda tidur nyenyak?"
Bunda mengangguk, "Bunda mau pulang, Jev, Bunda nggak mau disini."
"Bunda harus pulih dulu, baru boleh pulang."
Bunda merubah posisinya menjadi duduk, "Bunda sehat, Jev. Bunda nggak sakit. Kenapa Bunda harus di rawat?"
Jevan diam, "Kamu tega banget bawa Bunda kesini. Disini banyak orang gila Jev, Bunda takut." lanjut Bunda.
"Bunda, kesehatan mental Bunda nggak stabil, itu alasan Jevan bawa Bunda kesini." Ucap Jevan, masih mencoba menenangkan Bunda.
"Apa maksud kamu? Kamu ngatain Bunda gila juga? Bunda nggak gila, Jevan!" Emosi Bunda mulai memuncak.
Jevan menggeleng, "Bunda nggak gila, Bunda cuma lagi sakit."
"Bunda nggak sakit! Bunda juga nggak gila! Bunda sehat, Jevan!" teriak wanita itu, sambil memukul-mukul bahu Jevan.
Jevan berusaha menenangkan, namun emosi Bunda kembali tidak bisa di stabilkan. Sampai akhirnya seorang perawat datang, dan menyuntikkan sebuah obat penenang untuk Bunda.
Jevan diam, menatap Bundanya yang kini kembali memejamkan mata. Hatinya sakit sekali melihat kondisi mentalnya yang benar-benar menurun drastis.
"Udah mau jam 7 Jevan, kamu nggak berangkat sekolah?" tanya perawat itu, yang memang sudah mengenal Jevan.
Jevan menatap arloji di pergelangan tangannya, lalu mengangguk. "Tolong jaga Bunda ya kak." ucap Jevan, yang langsung di jawab anggukan oleh perawat itu.
"Saya pastikan Bunda kamu bakal sembuh secepatnya. Kamu jangan khawatir." ucap perawat itu, membuat Jevan mengangguk dan pergi dari sana.
Jevan melangkahkan kakinya ke halte bus, menunggu bus datang untuk mengantarnya ke sekolah. Bahkan, hari kelahirannyapun tak membuat harinya baik-baik saja. Sebatas kata 'selamat ulang tahun' dari bibir Bunda juga, tak pernah Jevan dengar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG UNTUK TENANG [ END✓ ]
Random"Seberapa jauh dunia memisahkan kita, jiwa kita akan terus terpaut, dan pada akhirnya lo akan selalu jadi tempat pulang yang paling tenang." -Jovin. Tentang anak kembar yang terpisah akibat korban perceraian orang tua. Keduanya menjalani hidup masin...