"Bunga paling indah, untuk rumah baru Bunda." —Jevan.
———^^^
Dering telepon milik Jovin membuat ia pergi keluar dari rumah sederhana milik Jevan. Siang ini, Jovin berada di rumah Jevan bersama dengan teman-teman yang lain. Pagi tadi, setelah mengetahui bahwa Bunda meninggal, Jovin langsung memberi kabar kepada teman-temannya.
Tatapan Jevan kosong, tubuhnya lemas, dunianya seakan berhenti. Matanya terus tertuju pada tubuh kaku Bunda yang sudah di kafani.
"Kamu dimana? Kamu udah mulai berani bolos?!" tanya Aldo di seberang telepon dengan suara tegas.
"Bunda meninggal, Pah." ucap Jovin.
"Bunda?"
"Iya, Bunda Jovin yang sebenarnya. Bunda Karin. Dia meninggal hari ini." ucap Jovin lagi.
Sempat tidak ada suara di seberang telepon, membuat Jovin berbicara kembali. "Izinin Jovin temenin Jevan disini, Pah. Dia sendirian, nggak punya siapa-siapa lagi selain Jovin."
Sambungan telepon langsung terputus sepihak dari Aldo, membuat Jovin menghela nafas pelan. Ia kembali masuk ke dalam rumah.
"Jev, mau di makamin kapan? Kasian Bunda." ucap Jovin pelan.
Jevan hanya diam, ia benci mendengar kalimat itu.
"Jev, Bunda udah nggak sakit lagi. Biarin dia tenang ya? ikhlas ya Jev? Bukannya lo mau lihat Bunda senyum?" Jovin berkata lagi.
Jevan menoleh pada Jovin, tatapannya kosong, dan Jovin benci tatapan itu.
"Bunda beneran pulang ke tempat yang tenang ya Jov?" tanyanya lirih.
Jovin mengangguk, tangannya mengusap pundak Jevan. "Ayo antar Bunda pulang ke rumah barunya yang tenang itu." ucapnya lagi.
Jevan diam, tatapannya kembali menatap Bunda. Ia menarik nafas sejenak, lalu mengangguk.
Beberapa warga ikut serta dalam mengangkat keranda milik Bunda. Jevan tak pernah sekalipun membayangkan hal ini terjadi. Hal yang dimana tubuhnya lemas, hatinya tak karuan, dan dia harus tetap berjalan sambil membawa keranda jenazah Bunda.
Proses penguburan selesai kurang dari satu jam. Semua warga juga perlahan sudah pulang ke rumah masing-masing. Hanya tersisa Jevan dan teman-temannya disana. Rumah baru Bunda, dengan nisan bernama Karin.
Jevan mengusap batu nisan itu, masih belum mau ikhlas, namun ia harus di paksa ikhlas untuk ketenangan Bunda.
"Maaf kalau Jevan belum sempat buat Bunda bahagia." ucapnya lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG UNTUK TENANG [ END✓ ]
Casuale"Seberapa jauh dunia memisahkan kita, jiwa kita akan terus terpaut, dan pada akhirnya lo akan selalu jadi tempat pulang yang paling tenang." -Jovin. Tentang anak kembar yang terpisah akibat korban perceraian orang tua. Keduanya menjalani hidup masin...