"Seberapa jauh dunia memisahkan kita, jiwa kita akan terus terpaut, dan pada akhirnya lo akan selalu jadi tempat pulang yang paling tenang." -Jovin.
Tentang anak kembar yang terpisah akibat korban perceraian orang tua. Keduanya menjalani hidup masin...
"Betapa hangatnya sebuah pelukan yang sudah lama tidak di rasakan." ———
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara deheman seseorang membuat Jevan menoleh ke belakang. Saat ini, dia berada di rooftop. Sebuah rokok terselip di antara kedua jari tengah dan jari telunjuknya.
Ia hanya menatap Jovin yang sedang bergerak dan duduk di sebelahnya.
"Ngerokok terus." omel Jovin, membuat Jevan mengangkat satu alisnya.
"Apa masalah lo? Bisa nggak sih berhenti ikut campur urusan gue?" tanya Jevan kesal.
Jevan menghela nafas pelan, matanya menatap lurus ke depan. "Belum sepenuhnya. Tapi gue udah nggak bisa bayar perawatan Bunda." ucap Jevan.
"Lo bisa ambil gaji lo dulu, kaya waktu itu." ucap Jovin.
"Nggak cukup."
"Emang berapa?"
"Nggak perlu tau. Itu urusan gue."
Jovin menghela nafas kasar, membuat Jevan menoleh padanya. "Urusan lo sekarang jadi urusan gue." ucap Jovin membuat Jevan bingung.
"Kenapa bisa? Lo cuma orang yang baru gue kenal 2 bulan."
Jovin diam, hatinya menjawab, "Lo salah, Jev. Kita bahkan kenal sebelum lahir ke dunia."
"Tapi gue udah jadi temen lo. Bukannya temen harus saling bantu?" ucap Jovin.
"Heli sama temen-temen gue yang lain, yang udah gue kenal lama aja gue nggak pernah minta bantuan mereka tentang uang. Apalagi lo yang baru gue kenal." ucap Jevan.
"Tapi gue oke aja kalo lo repotin."
Jevan berdecak, "Lo kenapa sih? Aneh!"
Jovin diam, hanya tersenyum tipis.
"Ngomong-ngomong, Ayah lo kenal sama Bunda gue ya?" tanya Jevan.
Jovin mengangguk. "Mereka temen ya?" tanya Jevan lagi.
Jovin hanya terkekeh, lagi-lagi ia hanya bisa berbicara dalam hati. "Lebih dari teman, Jev."