16. Kenyataan yang sebenarnya

567 50 5
                                    

"Atau bahkan, sampai kita mati, masih banyak pernyataan-pernyataan yang belum terungkap."

———

^^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

^^^

Nafas Jevan terengah-engah ketika ia sampai di kamar milik Bunda. Matanya menatap sekeliling kamar itu, sampai matanya terpaku pada sebuah lemari. Ia melangkah mendekat, dan mulai membuka lemari itu.

Nafasnya sudah teratur, tidak terengah-engah seperti tadi. Ia diam sejenak sebelum matanya bertemu sebuah kotak. Perlahan ia mengambil kotak itu, dan membawanya ke kasur.

Jevan diam sebentar, ingatan tentang Jovin yang mengaku bahwa dia kembarannya terus berputar di kepala. Ia membuka kotak itu. Jantungnya berdetak lebih cepat ketika menemukan sebuah foto pernikahan. Jantungnya semakin berdebar ketika dia terus menelusuri barang-barang yang ada di kotak itu. Sampai akhirnya, sebuah potongan foto anak kecil berusia sekitar 1 tahun ada disana. Jevan dengan segera membuka dompetnya, mengambil foto masa kecilnya lalu menyatukan dengan foto itu.

Air matanya perlahan mengalir ketika fotonya benar-benar menyatu. Dia juga membaca sebuah surat milik Bunda yang sudah sedikit usang.

"Gue bener-bener bukan anak tunggal?" tanyanya pada diri sendiri.

Dadanya sesak sekali. Mengapa dari sekian pernyataan yang ada, ia harus menemukan kenyataan ini. Kenyataan yang membuat hatinya sakit. Kenyataan yang juga membuat ia berpikir bahwa dunia tidak adil. Jika di takdirkan mempunyai saudara kembar, mengapa hidupnya dan hidup saudara kembarnya jauh berbeda?

Ia menghapus air matanya ketika suara teman-temannya terdengar dari luar rumah. Jevan bangkit, menaruh kembali kotak itu dan segera melangkah ke luar.

"Lo nggak apa-apa, Pan?!" Heli tiba-tiba memutar-mutar tubuh Jevan.

"Buset, lo ngebuat kita panik tau nggak?!" sahut Malik.

"Gila lo ya? Kata Jovin lo mau bunuh diri dari rooftop?!" Daffa ikut menyahut.

"Pan, lo tuh masih punya kita." ucap Heli lagi.

Jevan terkekeh, membuat ketiga temannya saling pandang.

"Apasih? Gue nggak apa-apa." ucap Jevan. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam, membuat teman-temannya ikut masuk.

Heli menghela nafas kasar, "Gue emang nggak percaya sih kalo sampe lo bunuh diri. Emang bener-bener si Jovin, bikin kita panik aja."

Jevan menoleh ke arah Heli, "Dia ikut kesini nggak?"

Malik menggeleng, "Kan belum bel pulang. Dia malah nyuruh kita ke sini buat cek kondisi lo. Kata dia, abis dari rooftop lo buru-buru pergi."

PULANG UNTUK TENANG [ END✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang