[[♠]]
Jeva menatap penuh kekesalan terhadap pria di hadapannya. Baru saja ia selesai mandi beberapa jam yang lalu, bahkan rambutnya masih disanggul dengan sikat gigi sebagai penguncinya, namun dirinya langsung dibuat panas kembali. "Maksud Lo apa ngunci gue kayak gini?" sarkasnya.
"Hm? Maksudnya apa yaaa? Umm gak tau juga deh," sahut pria bersurai hitam yang selalu tertata rapi itu. Ia tersenyum tipis lalu bangkit dari duduknya. "Gak usah terlalu dipikirin, kita seneng-seneng aja yuk." Pria itu merentangkan kedua tangannya seolah ingin berpelukan.
Melihat senyum yang selalu tampak jelek di matanya, Jeva tentu hanya mengernyit jijik. "Are you crazy?"
"Of course, gue selalu gila, terutama setiap liat Lo." Pria dengan bahu lebar yang dibalut pakaian berwarna oren itupun tersenyum. Setelah sekian lama, akhirnya dia berhasil membawa Jeva ke tempat di mana gadis itu hanya berdua dengan dirinya.
Jeva pun menghela nafasnya kesal. "Gerion, bisa gak Lo berhenti kayak gini? Lo cuma memperburuk keadaan kalo kayak gini terus."
Pria bernama Gerion itu menurunkan tangannya, alisnya naik sebelah saat mendengar ucapan Jeva. "Hm? Berarti kalau gue bersikap normal, Lo bakal nerima gue?"
"Ya gak lah!" sahut Jeva cepat. Ya kali ia menerima pria gila semacam itu.
"Tuh kann, sama aja dong," Dengan raut berpura-pura cemberut Gerion mengambil tali di atas kotak kayu yang barusan ia duduki. "emang harus pakai cara kasar kalau sama Lo," lanjutnya.
"Eh? Lo mau ngapain!?" panik Jeva mendadak. Matanya menatap Gerion yang berjalan ke arahnya. Ia merasa hal yang buruk akan segera terjadi. "Gue bukan sapi ya!! Ngapain bawa-bawa tali begitu!?"
"Shut diem! Walau ruang ini kedap suara, suaranya jangan kenceng-kenceng dong. Simpen suaranya buat neriakin nama gue aja nanti," ujar Gerion, berjalan mendekat kearah Jeva, tangannya berkutik pada tali yang ia pegang, membentuk sebuah simpul menggunakan tali tersebut.
"Apasih Lo!? Mundur gak!?" Kaki jenjang gadis itu mundur dengan sendirinya, merasa ngeri akan pemandangan di hadapannya, ia tahu apa yang akan Gerion lakukan, dan yang paling ia takutkan adalah tubuh lemahnya tak bisa melawan. Sialan.
Setelah selesai mengikat simpul Gerion pun demakin mendekat pada Jeva. "Kesiniin tangan Lo," titahnya.
"Gak!" Jeva langsung menyembunyikan kedua tangan di belakang. Matanya berkeliaran ke sana ke mari mencari benda yang bisa digunakan untuk melawan, atau setidaknya untuk melindungi diri. Gila saja jika dia menyerahkan diri.
"Kalau Lo nakal gue mainnya jadi kasar loh, udah sini!" Gerion langsung meraih tangan mungil Jeva yang tentunya langsung ditepis gadis itu, namun tentu cengkraman pria itu lebih kuat.
"Gak mau! Lepasin!!" Jeva memberontak, mencoba menarik tangannya agar lepas dari cengkeraman Gerion, sungguh ia kesal dan ingin melawan, namun dengan tubuh selemah ini memang apa yang bisa dilakukan?
"Tangan yang satunya." Pria itu mencoba meraih tangan Jeva yang satunya untuk ia ikat.
Bugh!
Namun yang Gerion dapat malah bogeman dari gadis itu, meski dengan tangan kecil, pukulan tersebut terasa sakitnya, karena tepat mengenai matanya.
Duagh!
"Ughh! Sialan ...." Pria itu menggeram kesakitan ketika bagian intimnya ditendang oleh Jeva.
Tak berniat melepaskan tangan Jeva, dengan susah payah Gerion menguatkan cengkeramannya, menarik Jeva untuk mendekat pada dirinya dan berusaha meraih tangan kiri gadis tersebut, supaya ia bisa mengikat kedua tangan sang gadis.
KAMU SEDANG MEMBACA
SICK ROAD [END]
RandomRefa terkekeh miris melihat pemandangan di depannya, puluhan orang berseragam Oren yang tengah makan siang, pula dengan penjaga berseragam polisi di setiap sudut tempat itu. "Gak, harusnya gue mati setelah ditabrak truk, tapi apa-apaan tempat ini." ...