[[♠]]
Di sore dengan langit oren yang indah ...
Tap!
Tap!
Tap!
Langkah kaki Pian semakin cepat, matanya terus mengekori gadis berambut hitam panjang yang tengah berlari.
Jeva menoleh ke sana ke mari dengan lelah, terus mencari jalan untuk kabur. Dada gadis itu naik turun, rasanya seperti sudah kehabisan oksigen. Sungguh, pelatihan ini membuatnya tertekan.
"Sudahlah Jev, kita satu lawan satu aja, lagian tinggal 20 menit lagi pelatihan selesai." Pian memainkan belati di tangannya, menatap dingin Jeva yang masih berniat menghindar dari berhadapan dengannya.
Stres! Janda pirang kemaren aja udah gila! Nih tante-tante pasti juga gila! -batin Jeva, masih teringat dengan pelatihan dari Jean yang terasa sangat lama kemarin.
Gadis itu pun berlari masuk ke dalam sebuah komplek dengan jalanan yang sempit, sebisa mungkin jangan sampai berhadapan dengan Pian.
"Cih! Bocah jaman sekarang gak asik." Pian pun langsung berlari mengejar Jeva.
Mereka saling kejar-kejaran, diikuti satu orang lagi yang mengejar di paling belakang, seorang pria paruh baya yang tengah meninting kantong belanjaan di tangannya, Pak Memet.
Detektif itu langsung mengikuti arah Jeva dan Pian pergi, ia sempat terkejut kala melihat seorang bersenjata mengejar-ngejar Jeva.
"Sial, sial, sial." Jeva panik karena Pian kini ikut berlari.
Brugh!
Sangat klise, gadis itu malah tersandung batu yang entah sejak kapan ada di sana.
Melihat kesempatan, Pian langsung menerjang untuk menusuk kaki Jeva agar tak kabur lagi.
Brugh!
Meleset, karena Pian malah ikut jatuh setelah kepalanya dilempari sekantong belanjaan oleh Pak Memet.
"Headshot," ucap Pak Memet yang kemudian langsung berlari mendekat ke arah mereka. Ia pun mengeluarkan pistol sungguhannya dan menodongkannya ke Pian. "angkat tangan!"
Pian menoleh ke belakangnya dengan kesal. "Pengganggu sialan," lirihnya. Sungguh ia tak suka jika kesenangannya diganggu.
"Ya, angkat tangan!" ucap seorang lagi yang tiba-tiba menodongkan pistol ke kepala Pak Memet. Seorang pria berambut hitam legam dengan senyum manisnya, Helios.
Tak lama pintu-pintu rumah di komplek ini terbuka, para preman keluar dari sarang mereka.
"Apa-apaan ini?" gumam Jeva kebingungan.
"Pian, menyingkir, Jeva juga," titah Helios.
Pian pun berdecak kesal dan dengan terpaksa dia memilih menyingkir. Begitupun dengan Jeva, gadis itu berdiri, ia menatap kebingungan ke para preman yang mendekat mengepung mereka.
Helios menurunkan pistolnya, lantas dirinya menatap datar Pak Memet. "Sebelum saya bunuh Pak detektif, saya ingin melihat kemampuan Pak detektif dulu. Tak apa bukan?" Helios pun melangkah menjauh ketika para premannya sudah berkumpul.
Rahang Pak Memet mengeras, bibirnya mengantup rapat. Ia tak menyangka jika dirinya ternyata hanya dijebak. "Kamu mau melihat kemampuan saya? Baiklah, lihat ini." Pria itu mengarahkan pistolnya ke salah satu preman.
Dor!
Dor!
"Aghhh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SICK ROAD [END]
CasualeRefa terkekeh miris melihat pemandangan di depannya, puluhan orang berseragam Oren yang tengah makan siang, pula dengan penjaga berseragam polisi di setiap sudut tempat itu. "Gak, harusnya gue mati setelah ditabrak truk, tapi apa-apaan tempat ini." ...