[[♠]]
Refa, gadis itu kini tengah duduk kaku di kursinya, menatap orang di hadapannya dengan canggung karena ia tak mengenal orang tersebut."Ini bayaranmu." Seorang pria dengan tatapan tajam meletakkan amplop coklat di atas meja.
Gadis itu berkedip, memroses kejadian saat ini, bayaran apa? Dan memangnya uang itu berguna di dalam penjara?
"Kenapa? Gak mau?"
Refa atau bisa kita sebut Jeva, gadis itu langsung tentu langsung mengambil amplop tersebut, anggap saja ini rezekinya.
Pria tersebut menaikan alisnya sebelah, merasa heran dengan Jeva yang tampak berbeda. Namun ia tak mau memikirkannya, hari ini sedang banyak tugas, dirinya harus cepat. "Oke dan selanjutnya barang akan dikirim 3 hari lagi, tempat biasa, jam 7 pagi. Gak ada perubahan jadwal kan?"
"Tempat yang mana?"
"Lapangan," sahut pria itu. Ia pun langsung bangkit dari kursinya, tak mau berlama-lama di sini. Setelahnya beberapa sipir datang menuntun pria itu menuju jalan pintu keluar.
Jeva pun sama, ia bangkit dari kursinya dan menyimpan uang tersebut, setelahnya ia kembali menuju kantin—sempat kesasar terlebih dahulu karena rumitnya denah penjara ini dan tak ada sipir yang menuntunnya, entah pergi ke mana mereka semua.
"Gila, penjara aja udah kaya labirin," gumam Jeva yang sudah salah jalan untuk kedua kalinya, namun beruntung kali ini dirinya menemukan sebuah papan berbentuk persegi panjang yang tampaknya berguna. Ia pun berkacak pinggang mencoba memahami gambar tersebut, dan benar saja, itu memanglah peta penjara ini.
Bak seorang paling beruntung di dunia, Jeva pun langsung memanfaatkan kesempatan kali ini dengan serius, menatapi lekat peta itu-menghafal setiap yang ada di gambar hingga kakinya kesemutan. "Nice, sekarang gue apal." Jeva dengan percaya diri melangkah pergi dari tempat itu.
"Ke kanan ... Terus ke sini ...." Jeva menelusuri setiap lorong yang tampak sepi karena memang semuanya sedang berada di kantin. "Terus ke sini- eh gak." Jeva berhenti sejenak, menatap dua jalan yang kini membuatnya bingung, pikirannya pun langsung bekerja keras mengingat-ingat peta yang tadi ia lihat.
"Hmmm ...." Jeva memijit pangkal hidungnya, terus berpikir keras. "Cap cip cup kembang uncup pilih mana yang mau di uncup!" Akhirnya ia mengeluarkan jurus andalannya, telunjuknya terakhir berhenti di jalan sebelah kirinya.
"Nice," gumam Jeva, kini ia dengan percaya diri melangkah menuju jalan di kanan, karena biasanya yang di kanan lebih baik daripada yang kiri.
Dan ya, akhirnya dia menemukan kantin. Jeva menghela nafas lega, terutama karena dirinya langsung menemukan keberadaan Vella, gadis itu tengah bersandar di tembok dengan tangan bersedekap, tampak sedang menunggu seseorang.
Jeva pun langsung bergegas mendekat. Vella sempat menoleh sejenak, mendapati Jeva yang sudah kembali gadis itupun tersenyum. "Lama banget Lo, cacing di perut gue udah protes nih."
"Hehe nyasar bentar tadi, soalnya lagi linglung gue tadi." Jeva langsung mensejajarkan langkahnya dengan Vella, mengikuti gadis itu menuju tempat mengambil makanan. "Lagian bikin penjara udah kayak bikin labirin aja," gerutunya.
Vella hanya terkekeh mendengarkan temannya yang tampak aneh hari ini, tapi itu lebih baik daripada Jeva yang selalu acuh padanya, ia menduga bahwa temannya itu pasti habis kepeleset di kamar mandi lalu kepalanya terbentur tembok, wajarnya sih begitu, karena lantai kamar mandi memang licin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SICK ROAD [END]
RandomRefa terkekeh miris melihat pemandangan di depannya, puluhan orang berseragam Oren yang tengah makan siang, pula dengan penjaga berseragam polisi di setiap sudut tempat itu. "Gak, harusnya gue mati setelah ditabrak truk, tapi apa-apaan tempat ini." ...