SR-11

441 51 3
                                    

[[♠]]

Cklek!

Pintu dibuka, sang detektif melangkah masuk ke dalam bar dengan wajah datarnya, diikuti Jeva yang membuntuti di belakangnya.

Atensi Helios pun langsung meninggalkan Brian, ia mencopot jaket yang di pakainya.

Ia berdiri, meletakkan jaketnya di atas kepala Brian, menutupi wajah penuh luka pria berambut pirang itu.

"Masuk," lirih Helios pada Brian sebelum ia melangkah mendekati sang detektif yang tengah bersama Jeva.

Dan Brian pun dengan patuh langsung ngacir pergi dari ruangan itu.

Baru beberapa langkah gadis itu memasuki bar, hingga ia langsung mematung di tempat.

Sial! Takdir kampret macam apa ini!? Dirinya terkejut kala melihat Helios yang berada di sini juga.

"Wah ada pak Memet, lama gak ketemu, apa kabarnya pak?" sapa Helios pada sang detektif. Ia pun tersenyum ramah dan langsung menjabat tangan pria yang dipanggilnya pak Memet.

Pria berusia sekitar 50 tahunan, memiliki rambut hitam yang sedikit beruban serta iris mata coklat gelap, alis yang menukik tajam dan rahang yang tegas, sangat tidak kontras dengan namanya.

"Hmm ya, saya begini-begini saja," jawab pria tua itu.

Helios terkekeh. "Bapak emang gak pernah berubah."

Pak Memet tersenyum singkat, ia melepaskan jabat tangan mereka duluan karena ia merasa tangannya terkotori oleh tangan Helios.

Helios tak peduli akan hal itu, karena pandangannya langsung beralih pada Jeva.

"Ngomong-ngomong ... kenapa adik saya bisa bareng bapak yah?"

Tertegun, tak hanya Jeva namun juga sang detektif dan seisi ruangan yang sebenarnya adalah para bawahan Helios yang tengah bersantai.

"Adik?" Lantas pak Memet menoleh, menatap ke arah Jeva. Memang sih tampang mereka berdua sama-sama seperti preman, namun dari struktur wajahnya sungguh mereka sama sekali tak mirip.

"Ya, adik sepupu saya yang bandel." Helios melangkah, mendekat pada Jeva yang shock. Gadis itu lantas melangkah mundur.

Hingga Helios mendadak meraih telinga Jeva dan menariknya dengan kuat.

Jeva memekik diikuti seluruh atensi di bar yang memandang mereka semakin terkejut.

"Bos lagi kesurupan?"

"Hushh mau dikulitin idup idup Lo sama bos!?"

"Khodamnya keluar ...."

"Fix, ancur nih ruangan nanti."

"Heh!"

Lirih para bawahan Helios yang menonton.

"Anak nakal, bukanya belajar malah jadi preman," ucap Helios sembari menjewer telinga gadis itu.

"A-akh! I-iya maap!" sahut Jeva terbata-bata. Namun ia berusaha tenang, meski kuku Helios hampir melubangi kulit telinganya.

Iblis!

Tak lama Helios pun melepaskan telinga yang sudah memerah itu. "Hmm, lain kali jangan diulangi lagi. Sekarang masuk sana, bantu-bantu yang lain," ujarnya berakting seperti seorang kakak teladan.

"Gak." Jeva langsung menghindar dan bersembunyi di balik tubuh sang detektif.

Sungguh tak ada baiknya ia menyerahkan diri, karena ia pasti nantinya akan dihukum atas kesalahannya, parahnya lagi ia takut diperkosa oleh para pria biadap yang Helios suruh.

SICK ROAD  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang