SR-13

1.9K 157 4
                                    

[[♠]]

Jeva pun hanya bisa tersenyum paksa sembari menyusun skenario dengan seribu alasan di dalam kepalanya.

Sedangkan pak Memet, pria itu malah berjalan mendekat ke arahnya. "Pagi," sapa pria itu dengan lambatnya.

"Pagi juga," sahut Jeva. Ia berjalan menuju pak Memet supaya pria tua itu tak salah fokus ke tas yang baru saja ia letakkan di ujung taman.

Sayangnya pandangan pria tua itu tak bisa dikecoh. "Tas apa itu?" tanyanya to the point.

Membuat langkah Jeva seketika terhenti, ia terdiam sejenak, menengok ke arah tas yang pak Memet maksud sembari memutar otaknya.

"Ohh, itu ... itu saya gak tau pak, soalnya tadi pas saya datang tas itu udah ada di sini. Tadi tasnya ngalangin jalan jadi saya pindahin ke pojok. Gak tau punya siapa," jawab Jeva dengan kebohongannya yang lancar, entah sejak kapan dirinya jadi pandai berbohong.

Pak Memet yang memang hanya melihat momen saat Jeva meletakkan tas tersebut pun mengangguk paham, meski tetap curiga. "Ohh begitu, lalu lagi ngapain kamu di sini?"

"Oh saya cuma lagi jalan-jalan pagi aja sih," jawab gadis itu santai.

"Oke ... dan oh iya, bagaimana keadaan kamu? Ada apa sebenarnya kamu dengan Helios?"

Senyum Jeva pun langsung luntur, ia hanya terdiam sembari menundukkan kepalanya. "Biasa, kekerasan, dan saya gak bisa apa-apa selain nurut ke bang Lios."

Tatapan dingin pria itu pun mulai mengamati mimik wajah Jeva. "Mau langsung saya laporkan ke polisi?"

Jeva langsung menggelengkan kepalanya. "J-jangan, saya belum siap. Walau bebas dari bang Lios saya belum tentu bisa hidup lebih baik, j-jadi tolong beri saya waktu berpikir dulu," pintanya.

Pak Memet terdiam, ia paham perasaan Jeva yang masih belum siap untuk mandiri, meski tampak sudah dewasa namun Jeva tetaplah orang yang selalu bergantung pada uang hasil melakukan hal-hal kriminal.

Dan untuk bebas dari hal tersebut tentunya tak mudah, terutama karena Helios tampaknya bukanlah orang yang mudah diusik.

"Pikirkan dengan cepat, atau kamu akan hancur duluan," Pria tua itu berbalik kala mendengar suara bus berhenti. "saya pergi dulu," ucapnya sebelum berjalan pergi menaiki bus tersebut.

"Maaf," lirih Jeva yang tak di dengar oleh Pak Memet. Ia menurunkan topinya menutupi sebagian wajahnya dan langsung pergi.

Dibarengi dengan seorang berpakaian serba hitam yang datang entah darimana, orang itu langsung mengambil tas hitam yang baru saja Jeva letakan dan langsung pergi.

****

Bugh!

Bugh!

Wush!

Dengan gesit Jeva menghindar dan menyerah, di atas ring yang sudah lama tak ia tempati, entah atas alasan apa dirinya kini disuruh berlatih tarung.

Dan hal yang lebih tak terduga adalah ia mendapat seorang pelatih, seseorang yang sangat tak asing bahkan pernah satu jeruji dengannya dulu.

"Wooh! Mamih gak nyangka kamu bisa boxing juga, padahal mamih pikir kamu bisanya pake senjata," ucap seorang wanita bersurai pirang yang nampak sudah berumur, sang pembunuh bayaran yang terkenal dengan kelincahannya dalam bertarung, Jean.

Jeva sendiri kewalahan dengan semangat wanita itu yang terus melatihnya tanpa istirahat, lengah sedikit dirinya langsung diserang.

Seperti sekarang, padahal ia tengah mengatur nafas namun Jean mendadak menendang perutnya.

SICK ROAD [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang