[[♠]]
Brugh!
Helios turun dari pohon tinggi yang tadi menjadi tempatnya bersarang, lantas ia membenahi peralatannya-termasuk senapan laras panjangnya-ia memasukannya ke dalam tas. Dengan wajah datar ia mengeluarkan pistolnya, menggenggamnya erat lalu melangkah pergi.
****
"Udah selesai?" tanya Helios saat melihat para bawahan Mikhael yang telah mati tertimbun reruntuhan bangunan, sisanya mati di tangan bawahannya. "Bagus, kita pulang sekarang. Polisi sebentar lagi datang."
Serentak mereka-bawahan Helios-mengangguk bersama, melangkah bersama meninggalkan bangunan yang telah runtuh itu. Jeva diserahkan oleh Rukas untuk dituntun Pian, kedua perempuan itupun melangkah bersama menuju motor mereka.
Deru motor saling sahut menyahut satu dengan yang lainnya, menandakan betapa banyaknya jumlah bawahan Helios. Yang tentu telah dipisahkan dengan bawahan Mikhael yang bekerja pada Helios. Salah satu bawakan Mikhael yang ikut dalam pertempuran itu hanyalah satu orang-Jeva.
Helios sudah memikirkannya matang-matang. Bawahan Mikhael tak akan ikut bertempur, mereka menetap di markas dan tempat kerja kerja-kecuali Jeva, yang entah mengapa ia sangat suka mempermainkan legenda kejam yang telah lupa ingatan itu.
"Anjing yang tersesat," gumam Helios saat menatap Jeva berjalan dirangkul Pian, nampak sangat lemah. Tak seperti rumor yang ia dengar dahulu.
Jeva, gadis yang telah pandai membunuh sejak kecil, hampir tak pernah gagal dalam misi, gadis yang paling mencolok namun misterius, senjata mematikan milik Mikhael.
Sungguh, ia tak menyangka jika gadis tersebut akan selemah sekarang, hanya karena hilang ingatan. Helios pun mengangkat pistolnya, mengarahkannya ke kepala gadis itu. "Beautiful brain ...."
"Oh iya pisaunya ketinggalan!" ucap Jeva baru ingat jika pisau pemberian Pian tertinggal di halaman belakang. Ia pun langsung berbalik.
"Udah, gapapa, pisau murahan, yang penting gak ada sidik jari kita," ujar Pian yang malas untuk kembali ke tempat itu lagi.
Lain halnya dengan Jeva yang sudah berbalik, ia mematung kala sebuah moncong pistol mengacung ke jidatnya. Helios yang melihat wajah itupun ikut terdiam, ia menghentikan langkahnya.
"Ada apa?" tanya Helios santai, masih mengacungkan pistolnya, membuat Pian ikut terkejut dengan hal itu. "Ayo, lanjut jalan," ujarnya.
"P-pisau saya ketinggalan."
"Then? Kan bisa beli yang baru."
"A-anu ... itu pisau punya-"
"Lanjut jalan, gue bisa beliin yang baru." Helios menatap datar Jeva, masih dengan pistolnya yang terangkat sempurna.
Jeva meringis ngeri kala menatap pistol yang tepat di hadapan wajahnya. "T-tapi ...."
"Gue bilang. tetep. jalan. Gue gak mau ada yang sampai berurusan dengan polisi," ujar pria itu dengan menekankan beberapa kata-katanya.
"O-oke." Dengan ragu Jeva berbalik lagi, berjalan perlahan, masih dituntun oleh Pian. Jeva melangkah dengan was-was, takut-takut dirinya ditembak mati oleh snag bos.
"Oh come on, hurry up." Helios menembakan pelurunya ke tanah, menakut-nakuti Jeva hingga gadis itu tampak sangat panik.
Jeva pun mempercepat langkahnya, hingga detik berikutnya tubuhnya malah terhuyung ditarik seseorang. Gadis yang kuat tetapi tubuhnya ringan, ia diangkat dengan mudahnya oleh Helios.
KAMU SEDANG MEMBACA
SICK ROAD [END]
RandomRefa terkekeh miris melihat pemandangan di depannya, puluhan orang berseragam Oren yang tengah makan siang, pula dengan penjaga berseragam polisi di setiap sudut tempat itu. "Gak, harusnya gue mati setelah ditabrak truk, tapi apa-apaan tempat ini." ...