RADIOHEAD

11 1 0
                                    

Adaptasi atau mati?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Adaptasi atau mati?

Letter to D

*****













Sidang perceraian selesai begitu saja. Membuat tangis dalam hati kedua laki-laki yang mulai beranjak dewasa itu. Mereka kelimpungan, semua yang terjadi seperti mimpi di malam hari yang panjang.

"Mau ikut ayah atau ibu?"

Pertanyaan itu terus mengelilingi pikiran seorang laki-laki yang kini duduk di gazebo depan kantor pengadilan. Dirinya terus menunduk, mencoba menahan tangis yang hampir pecah sedari tadi. Devan tidak akan pernah menyangka bahwa kepulangannya, akan berakhir dia harus mengantarkan perpisahan ibu dan ayahnya. Padahal dia pikir saat dia pulang semuanya sudah baik-baik saja. Karena pulangnya dia untuk merayakan ulang tahunnya ke 19. Berharap merayakannya bersama keluarga lengkap seperti tahun-tahun yang telah lalu.

"Gak usah dipikirin ucapan Ayah tadi"

Seorang laki-laki berusia lebih tua satu tahun darinya itu menghampiri, meletakkan sebotol minuman dingin di samping Devan.

"Kita udah sama-sama dewasa" sambungnya. Menatap sang adik sayu.

"Gue gak milih, tapi bisa gak sih mereka aja yang ikut gue"

Mendengar jawaban tak terduga adiknya, Yuda hanya bisa menghembuskan nafas panjang, merasa gagal menjadi seorang kakak.

"Abang ambil mobil dulu," ucapnya, lalu meninggalkan Devan. Dengan air mata yang sudah diujung.

Tak lama, seorang laki-laki berpakaian rapi menghampiri Devan. Ikut duduk disampingnya. Tangannya menepuk bahu Devan pelan. Menoleh untuk melihat siapa yang berada disampingnya, Devan mengerutkan kening. Tatapannya berubah tajam. Tak butuh waktu lama, dia pun berdiri. Berniat meninggalkan seseorang itu.

"Devan," ucap seseorang itu, ikut berdiri.

Devan menghentikan langkahnya.

"Ayah tau kamu marah sama ayah"

"Kamu boleh marah sama ayah"

"Tapi tolong, jangan pernah benci ayah"

Mendengar ucapan seseorang yang ternyata ayahnya itu, Devan terdiam. Menunduk, tangisnya hampir pecah tapi matanya tetap tajam, ada rasa dendam yang mengitari dirinya.

"Ayah sayang sama kamu, juga sama kakak kamu. Ayah sayang anak-anak ayah"

Menghembuskan nafas panjang, Devan menjawab "Kalo, Ayah sayang harusnya ayah gak pernah pergi"

Devan pun berbalik, kini mereka berhadapan. Saling menyalurkan rindu tapi nyatanya rasa sakit hati lebih mendominasi.

"Kalo ayah sayang harusnya ayah harus bisa bertahan apapun keadaannya"

Letter to D Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang