Ketakutan semakin nyata, ketika masalahku bukan lagi cinta tapi tentang masa depan dan orang tua.
Letter to D
*****
Menatap bangunan didepannya, lelaki itu menghembuskan nafas panjang. Menyeret koper hitamnya, lelaki itu mulai membuka gerbang rumahnya. Suasana rumah sepi, tak heran karena jam sudah menunjukkan pukul 21.30.
"Assalamualaikum, Devan pulang"
Tak ada orang yang menjawab, Devan mengerutkan kening, lantas menutup pintu rumahnya. Sedetik kemudian, seorang perempuan keluar dari ruang belakang.
"Loh adek?" seru wanita itu kaget, melihat putra bungsunya tiba-tiba berada di rumah.
Devan tersenyum tipis melihatnya, Sarah langsung berlari kedalam pelukan sang putra. Rindu membaur menjadi satu. Diam-diam setetes air keluar dari manik Devan. Dirinya rindu. Rindu dekapan ibunya.
"Pulang gak kabar-kabar, kebiasaan banget" seru Yuda, menuruni tangga.
Devan melepaskan pelukan, lantas memandang malas sang kakak. Yuda berhenti tepat dihadapannya, tersenyum lebar melihat kehadiran sang adik. Senyuman yang terlihat horor bagi Devan.
"Sendirian aja? Ceweknya mana?" celetuk Yuda, membuat Devan menatapnya datar.
Sementara Sarah hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya, ada rasa bahagia tersendiri melihat kedua anaknya bertemu setelah sekian lama.
"Gue bawa beneran, nangis entar lu," ucap Devan, menantang.
"Dih, coba aja kalo berani"
"Udah udah, Kamu pasti capek. Mandi dulu gih. Ibu buatin teh" sahut Sarah, melerai kedua anaknya yang hampir adu bacot tengah malam.
Mendengar itu Devan mengangguk, hendak berlalu ke arah ruang kamarnya yang berada dilantai atas.
"Bang, tolong bawain kopernya adikmu nih," ucap sang Ibu, sebelum pergi ke arah dapur.
Yuda melirik koper warna hitam itu. Lantas menghampirinya.
"Wih oleh-olehnya mana nih?" celetuk Yuda
Tiba-tiba ide gila terlintas dalam pikiran Devan. Dirinya tersenyum lebar, lantas menghampiri sang kakak. Lengannya terbuka lebar, tepat ke arah wajah Yuda.
"Nih," ucap Devan, mengeluarkan bau keringatnya. Lantas sebelum sang kakak membalas dirinya berlari menjauh sambil tertawa lebar. Meninggalkan Yuda mengumpat di tempat.
"Buset, kagak mandi lu" sahut Yuda, mendecak.
"Ya ini mau mandi" seru Devan
Yuda hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan adiknya. Tidak ada yang berbeda. Hanya suasana rumah yang sedikit sepi karena hilangnya kehadiran seseorang yang penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Letter to D
Fiksi RemajaSebuah Relationship yang membingungkan. Hubungan yang hanya sebatas eye contact. Namun mampu menorehkan perasaan terdalam.