Setelah menikmati makan malam di "Cafe Kita," Louis membayar bill-nya dan segera pulang, mengantar Celine yang duduk di sebelahnya. Hari sudah larut, jam di dashboard menunjukkan pukul delapan malam ketika akhirnya mobil Louis berhenti di halaman rumah Celine.
Dibalik pintu utama, ibunya sudah menunggu dengan wajah kaku. Ketika Celine masuk, sang ibu segera angkat bicara tanpa menunggu:
"Lin, dari mana?" tanyanya dengan nada tinggi yang segera memenuhi ruangan.
"Dari pameran seni dan 'Cafe Kita', Bu," jawab Celine dengan hati-hati.
"Untuk apa kesana, Lin? Kamu dan Louis sudah berakhir, jangan mempermalukan keluarga kita. Jika kamu kesana konteksnya seakan-akan kamu masih berharap dengan Louis," katanya, mengerutkan keningnya penuh kekhawatiran.
"Tapi aku da-," Celine mencoba menjelaskan.
"Keluarga kita itu dipandang umum, Lin, kita bisa masuk berita kapan saja. Sama halnya saat kamu kecelakaan tahun lalu," potong ibunya cepat.
"Bu, aku dan Louis sudah berbaikan," tambah Celine mencoba menjernihkan situasi.
"Memangnya Pak Joe itu sudah memberikan izin kepada Louis untuk pindah agama?" tanya ibunya dengan nada sedikit mereda.
"Sudah, Bu. Dia juga sedang mempersiapkan pertunangan kami. Segera," Celine menjelaskan dengan mata berbinar.
"Itu bagus! Kalau begitu pergi istirahat dan terus kabari ibu kalau ada kemajuan dalam proses pertunangan kamu," sang ibu menunjukkan sebersit senyum tipis yang penuh harapan.
"Tentu, Bu," jawab Celine singkat.
"Dan ingat, ya, kalau pertunangan kamu batal ibu tidak akan mengizinkan kamu berkencan lagi. Langsung menikah saja agar tidak repot," ucapnya tegas, seakan memberikan ultimatum.
"Tapi-," protes Celine, namun segera dipotong lagi.
"Lin, berapa usiamu?" tanya ibunya dengan nada tegas.
"Dua puluh empat." jawab Celine, tak berani bertatapan langsung.
"Usiamu sudah bisa untuk menikah, tapi jangan terlalu fokus dalam hubungan tidak jelas. Fokus saja untuk bekerja di HW," perintah ibunya dengan nada memutuskan.
"Iya, Ibu," jawab Celine akhirnya, pasrah.
Celine pun melangkah lesu menuju kamarnya. Duduk di tepi tempat tidur, cakrawala berpikirnya dipenuhi kekhawatiran ibunya. Ia tahu bahwa di balik ketegasan ibunya, pasti ada badai masalah yang tengah dihadapi, terutama di HW.
Malam itu, di tengah bayangan yang semakin kelam, meski jam baru menunjukkan pukul delapan lebih dua, Celine sudah merasa sangat mengantuk. Tanpa pikir panjang, ia merapatkan dirinya di balik selimut dan segera tertidur. Esoknya, saat jarum jam baru saja menunjuk angka delapan, Celine membuka mata dan menyadari sebuah pesan masuk di WhatsApp. Pesan tersebut dikirim oleh Louis pada pukul lima pagi yang berbunyi, "Lin, hari ini aku mengundurkan diri dari tempatku bekerja, ingin bermain golf bersamaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Reality:1022
Lãng mạn[END] Jika anda menyukai cerita romansa yang cukup realistis, anda harus membaca cerita ini. Sinopsis : Kirana Franceline, atau yang akrab disapa Celine, baru saja kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya di University of Illinois, Chica...