Dua Bulan Berlalu
Celine akhirnya bisa menyelesaikan studinya di Universitas Chicago. Wisuda menjadi momen berharga baginya, di tengah sorak-sorai keluarga dan sahabat-sahabat terdekat. Namun, di balik senyumnya yang manis, ada kegelisahan yang tak terucapkan. Setelah perpisahan dengan teman-temannya di Amerika, Celine memutuskan untuk kembali ke tanah air, Indonesia.
Saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, keinginan untuk menyapa ibu dan sahabatnya Bianca segera terlontar dari pikirannya. Namun, sebuah rasa ingin mandiri merayapi hatinya, membuatnya memutuskan untuk naik taksi pulang ke rumah. Dalam perjalanan itu, Celine duduk memandangi jendela yang memperlihatkan kota Jakarta yang telah lama tak dilihatnya.
Taksi melaju kencang di jalanan kota yang ramai. Namun, kecepatan itu terhenti tiba-tiba oleh benturan yang keras. Hatinya berdegup kencang saat ia tersadar bahwa taksi yang dia tumpangi bertabrakan dengan sebuah bus berwarna biru. Semuanya terasa berputar dalam kekacauan.
Dia merasakan rasa sakit yang tidak dapat dijelaskan, dirinya kehilangan kekuatannya. Matanya mulai tertutup perlahan dan ia kehilangan kesadarannya.
Hening. Itulah yang pertama kali dirasakan Celine ketika ia membuka mata. Sinar-sinar kecerahan lampu di ruangan itu menyilaukan matanya yang masih berusaha beradaptasi. Ia merasa ada yang hilang, entah apa.
Ibunya, yang setia menemani di samping tempat tidur putih itu, dengan lesu menjelaskan kondisi terkini Celine.
"Pasien Kirana Franceline mengalami patah tangan kiri, namun patah tangan ini masih dapat diatasi dengan terapi dua sampai tiga kali seminggu selama dua sampai tiga bulan. Tetapi tolong jangan terkejut. pasien mengidap Amnesia Lacunar, ini membuat pasien kehilangan ingatannya. tetapi ini hanya sementara. Ingatan pasien akan pulih secara perlahan. "
Demikianlah diagnosis yang menjelaskan mengapa Celine tampaknya menjadi sosok yang asing bagi dirinya sendiri."Oh! Bibi, bagaimana kondisi Celine? Apakah dia baik-baik saja?" tanya Bianca.
Ibu Celine terlihat murung dan menangis di depan ruang ICU. Lalu ibu Celine mengatakan sesuatu pada Bianca, "Dia didiagnosis dengan Amnesia Lacunar, tapi hhanya sementara."
"Amnesia?,"
"Iya, dia tidak bisa mengingat apa yang pernah terjadi padanya. Ini salah Bibi, seharusnya Bibi memastikan dia dijemput oleh supir kami."
Bianca terlihat turut sedih atas keadaan sahabat baiknya. Tiba-tiba, seorang pria tinggi dan berwajah tampan muncul dengan ekspresi khawatir yang mencuat di wajahnya.
"Louis! Di sini," teriak Bianca.
Pria itu adalah Louis, mantan kekasih Celine. Bianca mengetahui bahwa hubungan Celine dan Louis telah berakhir, namun dia juga mengerti betul akan sifat sejati Celine, itulah sebabnya dia meminta Louis untuk datang. Bianca ragu bahwa Louis akan datang, terlebih saat Celine masuk rumah sakit.
"Bibi," sapa Louis.
"Louis. Celine, dia mengalami kecelakaan," jelas Ibu Celine.
Mata Louis berkaca-kaca, menunjukkan kekhawatirannya akan mantan kekasihnya.
"Dimana Celine, Bibi?" tanya Louis.
"Dia di dalam, silakan masuk. Namun dia belum sadar," jawab Bianca atas nama Ibu Celine.
Louis membuka pintu ruangan yang hening dan sunyi. Langkah kakinya terdengar nyata di ruangan itu. Ia duduk di samping Celine, menatap wajah cantik mantan kekasihnya.
"Apa yang kamu pikirkan, Celine? Apa yang membawamu ke ruangan ini?"
Kelopak mata Celine mulai bergerak, Louis langsung memanggil namanya, "Celine, Kirana Franceline."
Mata Celine mulai terbuka dan yang pertama kali dilihatnya adalah Louis. Celine mengerutkan dahinya, tidak mengenali pria yang ada di sisinya saat itu.
"Celine, tunggu sebentar. Aku akan memanggilmu ibumu," ujar Louis.
Saat akan berdiri, Celine tiba-tiba bertanya dengan penuh kebingungan, "Kamu siapa?" Louis merasakan air mata menetes, tetapi dia mengabaikan pertanyaan itu dan bergegas memanggil Ibu Celine.
"Bibi, Celine sudah sadar," ucap Louis.
"Benarkah?" tanya Ibu Celine.
Ibu Celine dan Bianca segera memasuki ruangan, diikuti oleh Louis.
Bianca dengan penuh kekhawatiran bertanya pada Celine, "Celine, sayang, bagaimana perasaanmu? Apakah sakit?"
Celine menatap ke hampa sambil berusaha merangkai kata-kata, "Aku hanya merasa... kehilangan sesuatu, namun aku tidak tahu apa yang sebenarnya hilang dariku."
Ibu Celine, dengan suara gemetar penuh emosi, segera menyambut perkataan Celine, "Nak, akhirnya kau sadar... Ibu sangat khawatir."
Celine tersenyum tipis mencoba menenangkan hati Ibu, "Jangan khawatir."
"Apakah kau mengenali aku juga?" tanya Louis.
Namun, begitu matanya bertaut dengan wajah Louis, Celine merasakan sakit yang begitu dalam di dalam hatinya. Saat melihat Louis, rasa kebencian tak terduga melintas di benaknya, wajahnya pun tak sanggup menyembunyikan rasa sedih yang mendalam. Dengan penuh keberanian, Celine memalingkan wajahnya, mencoba menahan rasa sakit yang tak terungkap.
Tetapi Celine dengan lantang membalas, "Tidak."
Di tengah hening ruangan, rasa sedih dan kebencian menyelimuti hati Celine yang seakan terbelenggu dalam kebingungan dan kehilangan yang tak terucap.
Sementara itu, Louis dan sahabatnya duduk di "Cafe Kita" Mereka terlihat cukup serius.
"Kamu harusnya senang dia meminta mengakhiri hubungannya denganmu, bukankah kamu sudah mempertimbangkannya?!," tanya sahabat Louis, Liam namanya.
"Entahlah, aku tidak mengerti apa yang diinginkan diriku sendiri." Kata Louis.
"Aku hanya ingin tahu apakah dia baik-baik saja dan apakah merasa bosan juga denganku?." Sambung Louis.
"Datanglah kerumah sakit itu, temui dia sesuai permintaan Bianca. Tanyakan padanya apa alasannya." Ucap Liam.
"Tetapi apakah itu akan mengembalikan semuanya? Ada dinding besar diantara kami berdua." Ucap Louis.
Email : Author.sss1@gmail.com
KAMU SEDANG MEMBACA
Reality:1022
Romansa[END] Jika anda menyukai cerita romansa yang cukup realistis, anda harus membaca cerita ini. Sinopsis : Kirana Franceline, atau yang akrab disapa Celine, baru saja kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya di University of Illinois, Chica...