Pagi yang cerah menyambut Celine saat ia membuka mata dari tidurnya. Namun, kecerahan pagi itu tidak mampu mengusir kegelisahan yang menghantuinya. Tidur nyenyak yang ia harapkan ternyata masih menjauh, terusik oleh ingatan masa lalu yang kembali menghantuinya. Ingatan tentang seorang pria asing yang lagi-lagi tak terlihat wajahnya yang mungkin hanya ada dalam alam mimpi, namun terasa begitu nyata di dalam pikirannya.
"Jika aku pergi lebih awal meninggalkanmu di dunia, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Celine dengan suara lembut namun penuh makna.
"Aku akan berpikir bahwa aku telah memberikanmu cukup cinta dan kebahagiaan dalam hidupmu. Aku berharap dapat selalu mengirimkan bunga-bunga indah untukmu," jawabnya penuh keyakinan.
Celine tersenyum getir. "Kamu sangat percaya diri," ucapnya, mencoba menyembunyikan kebingungannya.
"Benar karena aku mempelajarinya dari dirimu," sahut pria itu dengan tulus.
Lalu terdengar tawa kecil pria itu saat Celine bertanya, "Apakah kamu akan berkencan lagi?"
"Tidak ada yang ingin mengencaniku," balasnya sambil tersenyum penuh tanda tanya.
Celine menjawab cepat, "Siapa yang tidak menginginkan pria yang nyaris sempurna seperti dirimu."
Namun, pria itu menepis pujian itu dengan rendah hati, "Aku tidak nyaris sempurna, tapi karena hidupmu sudah cukup sempurna, aku tidak ingin kehadiranku membebanimu. Karena itulah aku berusaha sempurna untukmu," ucapnya dengan tulus.
Seketika, ingatan itu menghantui Celine, membawa kembali kilasan masa lalu yang begitu menggurui. Hal-hal yang mungkin seharusnya terlupakan, namun malah terus-menerus mengusik pikirannya.
Hingga suara ibu Celine membuyarkan lamunan itu, "Lin, apa yang kamu lakukan?"
Celine dengan cepat menjawab, "Hanya membuang sampah."
Ibu Celine memperhatikan putrinya dengan sorot mata penuh kekhawatiran, "Nanti siang sampai malam ibu ada urusan di perusahaan, kamu jangan kemana-mana, ya, Nak?"
Celine hanya mengangguk patuh, seraya merasakan kehangatan kasih sang ibu yang selalu melindunginya.
"Tidurmu tidak nyenyak?" tanya sang ibu seraya duduk di samping Celine.
Celine mengangguk pelan, mengakui bahwa sesuatu sedang mengganggu pikirannya.
"Apa yang mengganggumu, Anakku?" tanya sang ibu dengan penuh kepedulian.
"Ini... ingatan masa lalu yang kembali, Ibuku," ucap Celine dengan suara lemah namun jujur.
Sabrina, sang ibu, tersenyum lembut. "Tidak apa, ini adalah bagian dari proses pemulihanmu. Besok kita akan pergi melakukan terapi, ya, Nak?" ucapnya penuh kasih sayang.
Celine mengangguk, merasa lega mendengar janji ibunya. Mereka duduk dalam keheningan, namun atmosfer di ruangan itu penuh dengan kehangatan dan kepedulian yang terasa begitu nyata di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reality:1022
Roman d'amour[END] Jika anda menyukai cerita romansa yang cukup realistis, anda harus membaca cerita ini. Sinopsis : Kirana Franceline, atau yang akrab disapa Celine, baru saja kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya di University of Illinois, Chica...