Sejak hampir tiga minggu berlalu tanpa tatap muka, kini tanggal 1 April pun tiba. Louis duduk di kamarnya, mengamati nomor kontak Celine di layar ponselnya. Keraguan merayap di hatinya, membelit pikirannya. Perihal perasaan dan keputusan penting yang menggantung, pindah agama, menghantuinya. Ia tahu, bicara pada Celine bisa memicu kekecewaan, tetapi ia mencintainya terlalu dalam untuk melukai hatinya lagi. Keraguan ini dipendamnya sendiri.
Ibunya masuk ke kamarnya, langkahnya lembut namun penuh pengetahuan.
"Louis, ada apa, Nak? Kamu terlihat banyak pikiran.""Tidak ada apa-apa, Bu," jawab Louis dengan tersenyum tipis, menyembunyikan badai di hatinya.
"Besok adalah hari ulang tahun ayahmu, dan beliau ingin mengundang keluarga Celine untuk makan malam di rumah kita."
"Besok?" Mata Louis melebar seketika.
"Iya, Nak," lanjut ibunya dengan nada riang, "hubungi dia dan beritahu, ya."
"Baik, Bu," jawab Louis meski pikirannya berputar tanpa henti.
Ibunya meninggalkan kamar dengan senyuman hangat, dan tiba-tiba Louis merasakan sakit kepala yang terasa bagian belakang kepalanya serta nyeri perut yang sejak pagi mengganggunya. Ia sudah sering mengalami itu akhir-akhir ini. Ia bergumam dalam hati, bertanya-tanya apakah sebaiknya ia ke rumah saki.
"Apa aku ke rumah sakit saja?" pikirnya. Namun, ia lantas menepis kekhawatiran itu. "Sepertinya hanya sakit biasa," remeh Louis, mencoba menenangkan diri.
Ia meraih telepon dan memanggil temannya yang bekerja di rumah sakit sebagai perawat.
"Halo, Louis?" suara Jazar terdengar dari seberang.
"Halo, Zar. Aku merasa sakit kepala di bagian belakang dan nyeri perut. Apa yang harus aku lakukan?" tanya Louis dengan nada cemas.
"Kamu merokok dan minum alkohol tidak?" tanya Jazar dalam investigasi sederhana.
"Tentu saja tidak," tegas Louis.
"Oh, sepertinya-" Jazar tak menyelesaikan kalimatnya. "Sebentar, Louis, saya sedang ada pasien darurat."
"Iya-iya," Louis memahami situasinya dan menunggu.
Telepon terputus tanpa jawaban yang jelas. Louis akhirnya memilih untuk tidak meminum obat apapun dan tidak datang ke rumah sakit, meyakinkan dirinya bahwa ini hanyalah gangguan kecil yang akan hilang sendiri.
Louis mengirimkan pesannya dengan harapan terselip pada layar ponselnya. "Lin, besok datang, ya, ke rumahku. Ayahku ulang tahun dan ingin mengajak keluargamu untuk makan malam bersama kami."
Namun, pesan itu tertinggal tak terbaca di balik kepenatan kehidupan Celine yang semakin sibuk sejak hari kemarin bekerja di HW. Malam itu, seiring Louis merasakan sakit kepala merayap semakin kuat, dia memilih untuk tidur lebih awal dari biasanya, berharap esok pagi akan membawa kelegaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reality:1022
Romansa[END] Jika anda menyukai cerita romansa yang cukup realistis, anda harus membaca cerita ini. Sinopsis : Kirana Franceline, atau yang akrab disapa Celine, baru saja kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya di University of Illinois, Chica...