𝟑𝟑. 𝐏𝐚𝐩𝐞𝐫𝐛𝐚𝐠

63 51 18
                                    

Begitu sampai di rumahnya, Celine segera menuju kamar mandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Begitu sampai di rumahnya, Celine segera menuju kamar mandi. Pancuran air hangat memeluk kulitnya yang lelah. Usai mandi, ia mengenakan piyama lembut bernama J.Crew End-on-End Cotton Long-Sleeved Pajama Set yang berbahan katun dan memiliki kancing depan, kerah yang berlekuk, piping, saku dada, dan ikat pinggang yang menjadi pakaian kesukaannya untuk dipakai tidur. Pandangannya tertumpu pada paperbag di meja, rasa penasaran menggelitik hatinya. Dengan hati-hati, ia membuka paperbag itu dan mendapati setangkai bunga mawar merah yang segar dan harumnya semerbak. Kebingungan memenuhi benaknya "mengapa Pak Joe memberikan aku bunga?"

Namun, pertanyaan itu segera terjawab ketika ia menemukan sebuah catatan kecil terselip di antara kelopak bunga.

"Dari Louis. Maaf aku tidak memberikannya secara langsung, aku ingin ini menjadi sedikit kejutan. Aku tahu kamu pasti kesal karena aku terlalu sibuk akhir-akhir ini. Jadi, ini permintaan maafku. Mari bertemu besok untuk memilih cincin pertunangan kita, aku akan menjemputmu pukul empat sore di HW."

Hati Celine melambung senang. Senyum cerah menghiasi wajahnya, merasakan kehangatan ketulusan dari Louis yang mengalir melalui pesan sederhana itu. Ia benar-benar berubah, pikir Celine dengan penuh haru.

Tak ingin menunda, Celine segera meraih ponselnya dan mengetik pesan singkat kepada Louis di WhatsApp.

"Terima kasih atas bunganya."

Balasan datang dengan cepat, seakan telah siap di sana sepanjang waktu.

"Tentu, mari bertemu jam empat besok," jawab Louis, menambahkan hati kecil di akhir pesannya.

"Baiklah, jangan terlambat," balas Celine, rasa semangat terpancar dari deretan kata-katanya.

"Kali ini tidak akan terlambat," sahut Louis penuh tekad.

Malam itu, Celine tidur dengan nyaman, memeluk kehangatan janji manis esok hari. Pikirannya terbuai oleh kepingan-kepingan kebahagiaan yang ia rangkai sendiri.

Esok paginya, diam-diam asistennya Harry Joe, bernama Andy, datang ke HW dan bertanya pada beberapa karyawan mengenai sifat asli anak Bu Sabrina, yaitu Celine. Setiap orang menggambarkan Celine sebagai pribadi yang baik, tenang, dan anggun. Namun, satu bisikan rumor kecil mengatakan bahwa Celine bisa menjadi sangat pemarah.

Mendengar jawaban tersebut dari asistennya, Harry Joe mengangguk-angguk yakin. Pilihan Louis memang tidak salah. Wanita haruslah anggun dan baik, namun memiliki sengat kemarahan yang membuat orang lain segan. Itulah yang berputar dalam benak Harry Joe.

Bunga harapan pun semakin bermekaran, bersama dengan lembaran masa depan yang mulai dijahit bersama.

Di sisi lain gedung megah HW Company, Celine sibuk dengan pekerjaannya di ruangannya. Jarum jam menunjukkan pukul empat sore, menandakan waktu baginya untuk bergegas meninggalkan kantornya. Dia menuju ruangan Direktur Utama yang tak lain adalah ibunya sendiri, dengan harapan yang membuncah di hatinya.

"Bu, aku ingin pulang lebih awal," pinta Celine dengan suara yang yakin.

Ibunya memandang dengan tatapan penuh penasaran, "Apa alasannya?"

Celine tersenyum penuh harap, "Aku akan pergi mencari cincin pertunangan dengan Louis."

Sebaris senyum teduh menghiasi wajah ibunya, "Baik, pergilah hati-hati, Lin."

Celine segera melangkah keluar dari ruangan itu, dengan langkah yang ringan dan hati yang berbunga. Di depan HW Company, dia menunggu dengan penuh antusiasme, dan tak lama kemudian sebuah mobil berhenti di hadapannya. Louis, dengan senyum yang selalu berhasil membuat hatinya berdebar, menyambutnya.

"Selamat datang," ucap Louis dengan nada bercanda, ketika Celine masuk ke dalam mobil.

Celine hanya membalas dengan senyum manis, tersirat rasa bahagia yang tak dapat disembunyikan. Mereka berdua kemudian meluncur menuju Cikini Gold Center, tempat di mana mereka akan memulai pencarian simbol cinta mereka.

Saat melihat-lihat koleksi cincin yang berkilauan, Celine berbicara dengan penuh semangat, "Aku melihat banyak bentuk yang menarik, tapi aku ingin yang sedikit berbeda."

Louis, dengan perhatian yang tak pernah surut, bertanya, "Berbeda? Kalau begitu kamu ingin yang bagaimana, Lin?"

Mata Celine berkilat-kilat, "Aku ingin kita membuat angka di cincin kita."

"Angka apa?, Angka tanggal lahir atau tanggal pernikahan kita nanti?" Louis penuh penasaran.

Celine tersenyum malu-malu, "Tanggal kita mulai berkencan."

"Oh, tanggal dua puluh dua Oktober, ya," ingat Louis dengan nada lembut.

"Iya, mari buat desain seperti itu," jawab Celine dengan bahagia.

Louis, memandang penuh cinta, berkata, "Baiklah, dan kita harus menambahkan permata agar cincinnya juga bersinar seperti kamu."

"Itu lebih baik," jawab Celine dengan senyum yang tak putus.

Hari itu membawa kehangatan dalam hati Celine. Hubungan mereka yang sempat berakhir beberapa bulan lalu kini kembali lancar. Setelah enam bulan yang penuh dengan perenungan, mereka berdua siap melangkah ke jenjang yang lebih serius. Harapannya mengenai kebahagiaan tak lagi menjadi mimpi, perlahan mewujud menjadi nyata.

Tiga Bulan Berlalu

Tiga bulan telah berlalu dalam hitungan hari, mengantarkan Celine pada tanggal yang dinantikannya, 30 Juni. Hari itu, ia mengirimkan undangan-undangan bertabur cinta kepada keluarga dan kerabat. Undangan yang menampilkan potret pre-wedding Celine dan Louis, terpampang layaknya seni yang hidup. Undangan virtual itu disebarkannya kepada salah satunya kepada sahabatnya, Bianca, melalui WhatsApp.

Bianca yang tengah bersantai menerima pesan tersebut, penasaran saat ia melihat tautan yang dilampirkan di dalamnya.

"Tautan apa ini, Lin?" tulis Bianca, sedikit terkejut.

"Klik saja tautannya," balas Celine singkat namun penuh misteri.

"Baik," jawab Bianca, mengikuti saran Celine.

Begitu ia membuka tautan itu, seakan dunia sekitar Bianca terhenti sesaat. Ia terpesona oleh kecantikan foto-foto dan desain undangan yang memukau. Melihat semua itu, hatinya dipenuhi kehangatan dan kebahagiaan. Tapi juga terselip tanya kenapa Celine tak pernah membocorkan rencana indah ini?

Bianca segera mengetik pesan baru kepada sahabatnya, penuh rasa ingin tahu dan sedikit kesal bercampur keheranan.

"Lin? Kenapa kau tidak pernah bercerita padaku bahwa kau akan bertunangan?"

Balasan yang datang singkat namun penuh gairah cinta, "Hahaha. Agar aku bisa memberikan kamu kejutan," tulis Celine dengan emoji wajah tertawa.

Membaca kalimat itu, Bianca tak bisa menahan senyumnya. Ia membalas cepat, "Foto kalian bagus sekali! Aku tidak sabar ingin mendatangi acara pertunangan kalian di tanggal empat nanti."

Celine, dengan semangat yang membara dalam setiap katanya, menjawab, "Kau harus datang lebih awal dari semua tamu!"

"Tentu! Aku akan datang sangat-sangat awal," jawab Bianca dengan antusias yang tak kalah besar.

Keberadaan Bianca di sana sungguh sangat berarti bagi Celine. Pertemanan mereka yang indah seolah telah dirajut sejak seribu masa lalu, dan Bianca tahu persis, senyum Celine yang selalu memancar kala berbicara tentang Louis. Sebuah janji yang sempat tertunda oleh kesibukan kini ditegaskan melalui satu momen penuh suka cita ini.

Minggu yang tersisa berlalu dengan persiapan penuh cinta dan harapan. Lalu tiba saatnya, hari yang telah lama dinantikan dengan hati yang berdebar, terbungkus dalam undangan yang bernuansa sempurna.

Tungguuuuin bab selanjutnyaa yang pastinya akan lebih seruuuuu!!!!!!

>

Reality:1022 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang