[END]
Jika anda menyukai cerita romansa yang cukup realistis, anda harus membaca cerita ini.
Sinopsis :
Kirana Franceline, atau yang akrab disapa Celine, baru saja kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya di University of Illinois, Chica...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Louis dan Celine saling berdiri, tatapannya penuh dengan rasa cinta yang tak terucapkan. Saat Celine mulai berbicara, suaranya penuh dengan keinginan untuk mengerti. "Dimana kau selama ini?" tanyanya pelan.
Louis menundukkan kepala, raut wajahnya penuh dengan kesedihan yang tak terucap. "Aku hanya bekerja. Bagaimana denganmu?" jawabnya lembut.
Celine tidak langsung menjawab pertanyaan Louis, melainkan melemparkan pertanyaan lain yang membuat Louis terkejut, "Apakah kau tidak merindukanku?" tanyanya dengan nada sedih.
Louis hanya terdiam, matanya penuh dengan penyesalan dan kerinduan yang terpendam.
"Ingatanku sudah kembali seperti semula," ucap Celine, mencoba untuk memecah keheningan yang menyelimuti mereka.
"Bagus," jawab Louis singkat, namun raut wajahnya mengungkapkan kesedihan yang dalam.
Celine tidak bisa menahan tangisnya, sedangkan Louis mencoba keras menahan air matanya. Keheningan terasa semakin menggelayuti keduanya, membuat suasana semakin hampa.
"Apakah kau merindukanku?" Louis akhirnya bertanya dengan suara gemetar.
"Selalu," jawab Celine singkat namun penuh dengan arti yang dalam, menggambarkan betapa besar cintanya pada Louis.
Louis tak mampu lagi menahan air matanya yang mengalir deras. Langkahnya ragu-ragu mendekati Celine yang juga tengah menangis.
Celine menghapus air matanya sambil berkata, "Kau harus berhenti menangis," suaranya penuh dengan kehangatan meskipun hatinya tertekan oleh kesedihan.
Louis pun mencoba mengusap air matanya, namun rasa sesal dan penyesalan masih meliputi hatinya.
"Mau menemui Edgar dan kakak iparku?" tanya Louis, mencoba mencari sedikit kelegaan dari keheningan yang menyelimuti mereka.
"Bolehkah?" jawab Celine dengan suara lembut, terisak-isak namun penuh harap.
"Tentu," sahut Louis, mencoba memberi kekuatan pada Celine meskipun hatinya sendiri masih penuh dengan keruh.
Mereka berdua pun mengunjungi Edgar dan Luna, yang kini sedang duduk berdampingan di atas pelaminan. Meskipun bahagia terpancar dari wajah keduanya, namun Louis dan Celine merasa seakan tersisihkan dari kebahagiaan itu. Edgar tersenyum bahagia saat melihat Celine dan Louis mendekati mereka, lalu tanpa ragu ia menyambut mereka dengan kata-kata yang penuh antusias, "Inilah calon adik iparku! Kau mengabulkan keinginanku, ya, Louis?"
Namun, Louis dengan tenang menjawab, "Aku dan Celine hanya berteman."
Celine, meski hanya sejenak, memperhatikan reaksi Louis dengan wajah yang tidak sepenuhnya setuju dengan ucapan mantannya.
"Tenang saja, Lin, mungkin sekarang hanya sebagai teman," kata Edgar dengan bijaksana.
Luna tersenyum ramah, menambahkan, "Setelah ini kalian pasti akan menjadi lebih dari sekadar teman."
Menyambut perkataan istrinya, Edgar tersenyum kompak, "Benar sekali, istriku."
Mendengar itu, Luna langsung memperhatikan Celine dengan penuh perhatian, "Oh ya, Celine, kamu harus makan banyak di sini. Agar si Louis juga mau makan, dia sepertinya tidak makan sejak pagi tadi."
Celine dengan sopan menjawab, "Baiklah, saya akan makan semuanya."
Tidak ketinggalan, Edgar memberikan sentuhan candaannya, "Bagus! Kamu juga harus makan piring, sendok, kursi, hingga mejanya, ya! Hahaha."
Celine dan Luna hanya tersenyum merespons candaan Edgar dengan hangat.
Namun, Louis dengan seriusnya berkata, "Fokuslah pada istrimu. Jangan memperolok-olokku."
"Ini hari bahagiaku, tidak bisakah kau menikmati candaanku?" balas Edgar dengan senyum lebar.
Louis hanya menggeleng tidak setuju dan diam saja, "Tidak." lalu Celine dan Louis kembali ke makanannya.
Seiring berjalannya waktu, matahari sudah mulai merunduk di barat. Celine, Louis, dan Liam duduk bersebelahan, menikmati hidangan yang disajikan di acara pernikahan itu. Dalam keheningan, Celine tiba-tiba dihubungi oleh ibunya.
"Lin, di mana kamu?" suara ibu Celine terdengar khawatir.
"Ini Bu, di acara pernikahan Kak Edgar, kakaknya Louis," jawab Celine.
"Aku pamit, ibuku meminta pulang," ucap Celine dengan ramah kepada Louis dan Liam.
Liam hanya mengangguk sambil tersenyum, sementara Louis hanya mengangguk saja dengan ekspresi kurang senang.
Kembali ke rumah, Celine masih terpancar senyuman bahagia di wajahnya. Sejak saat itu, hingga esok hari, kebahagiaan itu masih melekat erat dalam dirinya.
Malam yang sepi mulai menyelinap. Celine duduk di tepi ranjang, memandang keluar jendela. Bayangan kenangan saat acara pernikahan Edgar dan Luna masih segar dalam pikirannya. Dia teringat dengan jelas bagaimana Louis begitu mendiamkan diri dan Liam yang selalu tersenyum ramah.
Pikirannya melayang ke pertemuan pertama kali dengan Louis setelah 1 bulan. Mereka berdua tak terlalu akrab, namun ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan Louis hari itu, yang membuat hati Celine berdegup lebih cepat.
Dalam hatinya, Celine merasa ada sesuatu yang baru mekar. Senyumnya kembali terukir di bibirnya, mencerminkan kebahagiaan yang memenuhi setiap sudut hatinya. Dia yakin, perjalanan hidupnya akan dipenuhi dengan petualangan yang tak terduga, petualangan yang indah dan dia siap menyambutnya dengan hati yang terbuka luas. Dia merasa hari-harinya kini mulai berwarna kembali setelah bertemu dengan Louis setelah sekian lamanya. Apalagi, setelah mendengar Edgar menyebut dirinya adalah "Calon adik iparku" kalimat singkat itu langsung menjadi kalimat kesukaan Celine yang memilki banyak makna indah bagi dirinya sendiri sejak itu.
Dengan hati penuh harapan, Celine pun tertidur dengan tenang, berharap bermimpi indah tentang petualangan yang menunggu di hari esok.